Tempat Pembuangan Sampah

4.3K 707 203
                                    

Daripada pusing mikirin Rimbi berakhir sama siapa.
Baiknya, nikmati dulu kisah mereka.

Dan aku mengerti, kalau kalian semua sudah tahu bagaimana cara menghargai tulisanku.
Meskipun hanya sebagian kecil yang peduli.

Terima kasih.

***

Di masa remaja setiap perempuan. Pasti akan ada seorang pemuda tampan, yang kebanyakan dari mereka adalah seorang kapten tim basket. Atau ketua osis yang juga berotak cerdas.

Dan di sisa-sisa ingatan manis dan kadangkala konyol itu. Pasti akan ada seorang remaja nakal, pembuat onar, yang nama atau bahkan wajahnya tidak mereka ingat.

Di belakang sekolah. Tepatnya di dekat tempat pembuangan sampah. Seorang siswa SMA dengan baju seragam yang berantakan, duduk beralaskan lantai dengan menyandarkan punggungnya di tembok kelas tidak terpakai yang sudah dijadikan gudang.

Dikeluarkan saat jam pelajaran berlangsung memang bukan hal yang baru untuk remaja berwajah tampan itu. Ia memang lebih suka belajar dengan alam dan dirinya sendiri. Meskipun hanya di belakang sekolah.

Remaja nakal yang memiliki mata tajam itu biasa dipanggil dengan nama Bima oleh teman-temannya. Tentu saja para berandalan berseragam putih abu-abu lainnya.

Dengan wajah lesu seperti seorang yang baru saja bangun dari tidurnya. Pelajar yang baru-baru ini mempunyai moto hidup kalau peraturan dibuat untuk dilanggar itu, mengeluarkan satu pack rokok dari dalam laci meja yang ada di sampingnya.

Ia juga menjulurkan tangannya mencari-cari korek api di dalam sana. Karena tanpa sepengetahuan siapapun selain teman-temannya, rokok itu selalu tersedia disana.

Setelah menemukan korek api, Bima mengambil satu batang rokok dari dalam bungkusnya. Menyalakan rokoknya. Lalu dengan lihai ia menghisap batang rokok itu, dan menghembuskan asap putih ke udara.

Meskipun ia masih murid yang duduk di kelas satu SMA. Bima lebih dikenal karena kenakalannya. Suka membolos, suka membantah, hampir setiap hari terlambat, langganan masuk ke ruang BP, jago berkelahi hingga kakak kelas pun mengakui kedudukan Bima.

Dan hanya beberapa orang di antara mereka tahu, jika brandalan itu pernah menjadi juara pertama olimpiade matematika tingkat nasional untuk sekolah menengah pertama.

Tapi sekarang, jangan tanyakan soal mengerjakan tugas. Karena setelah masuk ke dalam kelas, ia hanya akan tidur dan terbangun saat ia mulai bosan dan ingin membuat ulah. Terlebih pada guru-guru yang menyebalkan. Dan setelahnya ia akan dikeluarkan dari kelas. Seperti siang itu.

Bima menghisap rokoknya lagi, dan menghembuskan kepulan asap ke depan wajahnya.

"Sialan! Sialan! Pasti gue! Selalu gue! Kenapa harus gue sih? Emang tampang gue ini tampang babu ya?? Benciii!! Mana sepi begini ... kan horor..." suara seorang gadis yang sedang menggerutu pada dirinya sendiri membuat Bima mengalihkan pandangannya karena penasaran siapa yang akan muncul setelah ini.

Dan senyuman tipis Bima terbit setelah melihat seorang gadis berkacamata bulat dengan ikatan rambut yang sudah berantakan. Gadis itu terlihat bersungut-sungut dengan membawa tempat sampah di tangannya.

Dewi Arimbi, kebetulan banget, gue lagi bosen!

"Anjing! Gue kira setan!" teriak Rimbi dengan menjatuhkan tempat sampah di tangannya, setelah terkaget melihat seorang pemuda duduk di lantai dengan kepulan asap di wajahnya.

"Jadinya anjing apa setan? Jangan plin-plan dong." kata Bima dengan terkekeh, lalu menghisap rokoknya lagi.

Mending gue ketemu setan daripada ketemu preman berseragam ini.

When I See My First Love (again) Where stories live. Discover now