Lebih Spesial

4.2K 567 63
                                    

Sampai di dekat mobil Bima. Psikiater tampan itu membuka pintu mobilnya, lalu menatap Rimbi dan memberikan senyuman manisnya, "Silahkan masuk."

Ya ampun!

Rimbi tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Dan ketika Bima menutup pintu mobilnya, lalu berjalan menuju pintu lain, Rimbi berteriak tanpa suara. Rasanya amat sangat berlebihan ketika satu fantasinya saat berkencan baru saja dilakukan oleh seorang Bima Cendekia Dharma. Saat ini, Rimbi merasa seperti sedang syuting drama Korea.

Sorry Put! Gue emang gobs.

"Hari ini, enaknya kita ngapain?" tanya Bima sembari memasang sabuk pengamanannya.

"Mau ngapain?" Rimbi belum juga mengerti apa yang ada di pikirkan Bima.

Melihat ekspresi Rimbi yang kebingungan, Bima tersenyum manis. Saat itu juga, Rimbi mengalihkan pandangannya keluar jendela sebelum jantungnya meledak.

"Kencan pertama. Kamu mau kita ngapain?" kata Bima dengan suara lembut, sembari menepuk bahu Rimbi dengan pelan.

Rimbi makin kebingungan, lalu mengalihkan pandangannya, kembali ke wajah Bima yang terus saja terlihat tampan hingga Rimbi tidak bisa menahan senyumannya.

Dua iris mata Bima menatapnya dengan intens. Dan mata yang biasanya terlihat dingin itu. Terasa amat hangat pada sore itu. Rimbi masih yakin, kalau pemilik tatapan mata yang memabukkan itu masih akan menjadi mata pertama yang Rimbi lihat saat ia terbangun di pagi hari suatu saat nanti. Jika Rimbi masih boleh bermimpi.

"Kita kencan?" suara Rimbi terdengar bergetar.

Bima mengangguk pelan dan kembali tersenyum manis, "Iya. Kita kencan."

"Kok bisa?"

"Kenapa? Kamu nggak mau?"

Rimbi diam membeku memperhatikan Bima yang melepas sabuk pengamannya, sembari terus menatapnya. Jantung Rimbi berpacu cepat, saat perlahan wajah Bima bergerak mendekatinya. Lalu tanpa permisi Bima mengangkat tangannya, membuat gerakan amat pelan menuju kepala Rimbi. Dan tanpa permisi, Bima mendekatkan wajahnya hingga membuat Rimbi memejamkan matanya.

Klik

"Jangan lupa pakai seat beltnya."

Mata Rimbi terbuka dan dia menemukan Bima yang masih tersenyum manis menatapnya. Dada Rimbi berdebar kencang. Dan anehnya, ketika ia melihat senyuman manis Bima, Rimbi tidak merasa malu sama sekali. Berbeda saat mereka berada di ruangan Bima. Rimbi bahkan tertawa geli karena sudah berpikir kalau Bima akan menciumnya.

"Nanti ya. Nggak sekarang."

Entah apa maksud dari ucapan Bima. Tapi Rimbi memilih mengangguk pelan dan tersenyum lagi.

"Kan aku udah bilang. Kalau masih pacaran bisa ditikung." ucap Bima sembari menghidupkan mesin mobilnya.

Rimbi tidak menanggapi ucapan Bima, dan lebih memilih melihat ke luar jendela.

"Kencan pertama, gimana kalau kita makan?" ajak Bima sembari menoleh sekilas.

Lagi-lagi Rimbi tidak bersuara dan lebih memilih mengangguk dan tersenyum menuruti permintaan Bima. Mau makan. Mau nonton atau mau keliling dunia sekalipun. Rimbi tidak peduli. Yang penting dia bisa bersama Bima sekarang. Dan perasaan cintanya yang bertepuk sebelah tangan selama sebelas tahun itu, mungkin akan segera terbalas.

"Kamu baik-baik aja kan?" Bima memecah keheningan di dalam mobil sedan itu.

Rimbi mengangguk pelan, "Aku baik. Kenapa?"

"Maksudnya, kamu sekarang sehat kan?"

Rimbi mengangguk lagi, "Aku sehat."

Bima tersenyum manis lalu menatap Rimbi, "Sehat terus ya." setelah mengucapkan kalimat itu, Bima mengalihkan pandangannya menatap jalanan.

When I See My First Love (again) Where stories live. Discover now