13 Tangkai

3.5K 498 66
                                    

"Cantik." kata pertama yang keluar dari bibir Bima, saat melihat Rimbi muncul di hadapannya dengan mengenakan dress cantik berwarna putih berlengan pendek, dengan panjang sedikit di bawah lutut.

Meskipun hanya sebuah gaun putih sederhana. Tapi, Rimbi sudah terlihat amat cantik. Dan kecantikan Rimbi telah berhasil membuat dada Bima berdebar kencang. Bahkan senyuman di bibir Bima mengembang dengan lebar tanpa paksaan. Belum genap satu minggu mereka bersama. Bima sudah dibuat jatuh cinta oleh Rimbi.

Bima juga menemukan kalau Rimbi masih sama seperti gadis sebelas tahun yang lalu. Gadis menyenangkan yang selalu berhasil membuat siapapun merindukan celotehannya. Dan sekarang Bima termasuk dalam siapapun itu.

"Beneran cantik? Nggak aneh?" Rimbi memutar tubuhnya, meminta pendapat pada Bima yang memang seorang ahli dalam penampilan. Mungkin karena pakaian apapun yang dipakai Bima akan terlihat pas di tubuhnya.

Bima tersenyum lebar dengan bertepuk tangan kecil, "Kamu cantik. Udah pas sama aku yang ganteng."

Rimbi tergelak, lalu memukul lengan Bima pelan, "Dasar narsis!"

"Loh, aku kan bicara fakta. Apanya yang narsis?"

"Kayaknya kamu harus ke dokter deh, rasa percaya diri kamu itu terlalu berlebihan."

Bima mengatupkan bibirnya, lalu mengangguk pelan, "Terus aku mau bilang apa ke dokternya? Aku terlalu tampan gitu?"

Rimbi kembali tertawa lalu menggelengkan kepalanya, "Kamu bener-bener nggak ketolong Bim."

Sedangkan Bima hanya tersenyum manis menanggapi ucapan Rimbi.

"Berangkat sekarang yuk?"

"Pamit Mama dulu ya." Rimbi memutar tubuhnya, lalu berjalan menuju dapur, dengan Bima yang mengekor di belakangnya.

"Ma..."

Bu Anjani keluar dari dapur dengan memakai celemek dan mengusap-usap tangannya yang sepertinya baru saja dicuci.

"Mau berangkat sekarang?" Bu Anjani sedikit terperangah menatap Bima yang sangat tampan dengan setelan formal berwarna birunya. Benarkah psikiater tampan itu akan menjadi menantunya?

Bima mengangguk sopan, "Iya, tante. Nanti makanannya keburu habis."

Bu Anjani tertawa kecil, meskipun tidak lucu. Dia harus menghormati pria tampan yang sedang berusaha merebut hati anaknya itu. Atau sebenarnya hati Rimbi sudah dicuri lebih dulu. Yang jelas, anak gadisnya sekarang sedang dalam masa laku keras.

"Hati-hati ya," kata Bu Anjani lagi.

Bima tersenyum manis, "Kami berangkat dulu tante." ucap Bima sembari berjalan dulu menuju pintu depan.

"Aku berangkat ya Ma," pamit Rimbi dengan mencium kedua pipi Mamanya bergantian.

"Jadi sama Bima?" bisik Bu Anjani.

Rimbi mendelik meminta Ibunya tutup mulut. Dan Bu Anjani hanya terkekeh menanggapi ekspresi Rimbi. Seorang Ibu mungkin menjadi orang yang paling tahu hati anaknya. Ia sangat tahu kalau Rimbi sudah menunggu cukup lama untuk Bima. Apalagi Bu Anjani sering mendengar kalau setiap malam Rimbi cekikikan dengan Putri menceritakan tentang Bima. Bu Anjani hanya berharap, siapapun yang dipilih Rimbi, seseorang itu pastilah yang terbaik.

Masih seperti biasanya, Bima berdiri di depan pintu mobil yang sudah terbuka untuk Rimbi. Dan kening Rimbi mengkerut, setelah melihat ada yang aneh dari ekspresi Bima yang terlihat jelas sedang berusaha menahan senyuman.

"Kamu kenapa?" kata Rimbi saat sudah sampai di hadapan Bima.

Bima tersenyum manis, lalu mengeluarkan satu buket bunga mawar merah dari belakang punggungnya. Rimbi tertawa kecil kehilangan kata-kata karena tidak menyangka Bima akan memberikan kejutan manis untuknya.

When I See My First Love (again) Where stories live. Discover now