10 - Meet The Dreamies.

5K 944 270
                                    

Gwensa

"Aku mau bikin alurnya kayak drama Balukarna, Bang," ucapku pada Bang Ari, pelatih Teater Anomali. "Jadi bakal ada tiga babak pokok; kebahagiaan, derita, dan mimpi. Kisah cinta sama persahabatan kita masukin ke babak awal."

Lucas menepuk tangannya salut. "Ah! Kita bisa masukin Hivi buat opening tuh! Kan seru kalo bagian jatuh cinta kita bawain lagu Remaja."

"Nah, kalian bisa masukin patah hati sama naskah ruang BK kalian ke babak dua," ujar Bang Ari sambil mencoret catatan kami.

"Bener juga, Bang," angguk Lucas. "Kan sayang tuh naskah kami nggak tampil cuma karna kami keburu diterima di teater."

"Oke, plotnya mending langsung aja," kataku, menyatat plot yang ada di otakku. "Babak terakhir, soal harapan-harapan yang nggak kesampaian selama babak satu dan dua, misalnya tentang harapan bakal mendapat cinta sejati atau lainnya."

"Masukin buat plot Adu Rayu, Gwen," celetuk Lucas bersemangat.

Setelah aku mencatat plot untuk pertunjukan panggung tadi, Bang Ari langsung membacanya. Ia terlihat beberapa kali mengangguk dan mengembalikan buku catatanku. "Bagus. Tinggal kalian sesuaikan aja sama bintang tamu nanti. Pemerannya biar Abang aja yang casting."

Aku menghela napas lega. "Berarti tinggal kita setor pas rapat akhir minggu ini nih."

"Gue masih harus bikin denah panggung tapi." Lucas kemudian bangkit. "Jajan yok."

Aku menoleh pada jendela ruang latihan. "Ujan."

Lucas celingak-celinguk dan menatap Gaby yang tengah ngobrol dengan anak-anak teater di ujung ruangan. Ia lalu menghampiri Gaby. "Gab, pinjem payung."

Gaby lalu menyodorkan payung lipatnya. "Dua puluh ribu ya."

"Serius?"

"Ya enggak lah," kilah Gaby. "Calais aja satu. Roasted milk tea with pearl."

Lucas berdecak. "Nitip apa minta traktir itu tuh?"

"Ya kalo ada yang mau traktir, ngapain gue nitip."

"Ogah," celetuk Lucas lalu berjalan ke arahku. "Kuy jajan Calais. Ingetin gue beli roasted milk tea with pearl buat Gaby."

Aku memutar mataku seraya bangkit.

Kami pun berjalan menuju gerbang sekolah. Dekat sekolah kami memang ada tempat jajanan yang agak lengkap. Lokasinya dekat SMP Tetronida yang tidak terlalu jauh dari SMA Tetronida.

"Masih kepikiran ya?" tanya Lucas, mengacu pada aku yang sepanjang jalan tadi hanya diam. "Nggak usah ditanggepin."

Aku menendang kerikil di depan sepatuku. "Tapi tetep aja gue jadi ngerasa nggak pantes sama Doyoung. Kesannya gue hina banget punya pacar anak Tetronida yang notabene tajir mampus."

Lucas menatapku. Terlihat sekali ia merasa iba. Ia mengacak-acak puncak kepalaku lalu merangkulku. "Dah, hal nggak penting nggak usah dibahas. Mending kita jajan."

Di depan kami, terlihat enam anak dengan seragam SMP Tetronida yang terlapis jas hujan transparan sedang main hujan-hujanan. Dua anak yang terlihat paling kecil hanya tertawa di pinggir jalan sedangkan empat anak lainnya sedang main ciprat-cipratan air di tengah jalan yang kebetulan sepi.

Salah satu anak mendapati kami dan langsung berseru, "Bang Lucas!"

"Oy, Jaemin!" pekik Lucas seraya mengayunkan tangannya, mengajak mereka semua menghampirinya.

"Halo, Bang," sapa salah satu anak yang tadi Lucas panggil Jaemin. Ia lalu menilikku. "Eh, cie, Bang Lucas rangkul cewek!"

"Asyik asyik!" seru seorang cowok dengan eye-smile sambil loncat-loncat di sebelah Jaemin.

The TrouperWhere stories live. Discover now