14

3.7K 768 201
                                    

ATTENTION!

Disarankan menyetel semua playlist yang bikin jiwa melankolis kalian bergejolak agar part ini tidak hambar-hambar amat.

Selamat membaca.
.
.
.

Gwensa

Apa yang kalian rasakan saat melihat seseorang yang kalian sayangi mulai berkaca-kaca? Apalagi kalau itu karena ulah kalian?

Aku pribadi merasa amat berdosa, terlebih Doyoung tidak terlihat seperti orang jahat walau sering kali membuatku berakhir dengan cold pack dan obat memar.

Tapi aku tahu ia berusaha. Berkali-kali aku mendapati luka lebam baru di tubuh Doyoung setelah ia menghajarku. Tentu luka-luka itu karena ulahnya sendiri yang merasa bersalah dan menghukum dirinya.

Walau begitu, aku tetap tidak punya pilihan lain.

"Gwen..."

Wajah Doyoung seketika berubah panik plus kalut. Ia meraih tanganku lembut seraya mengelusnya pelan. "Gue tau gue banyak salah sama elo. Gue minta maaf, Gwen. Maaf karena berkali-kali bikin elo bonyok. Gue emang nggak pantes buat elo, tapi hati gue nggak bisa lepasin elo, Gwen. Maafin gue...."

"Enggak, Doy, gue nggak apa-apa soal itu," lirihku pelan seraya melepaskan tangannya. "Tapi gue ngerasa ini bukan waktu yang tepat aja."

"Izinin gue perbaikin semuanya, Gwen. Kita mulai dari awal asal jangan putus ya?" Doyoung kembali meraih tanganku dan mengecupnya pelan. "Bisa kan, Gwen? Ya?"

Sial, sial, sial! Jangan tunjukkan wajah nelangsa seperti itu, Doy...

"Bisa," sahutku pelan. "Tapi nggak sekarang... dan mungkin juga bukan sama elo."

Kini aku melihat mata nanar itu menatapku luar biasa putuh asa. Aku tahu Doyoung setengah mati menahan tangisnya dan masih berusaha meluluhkan keputusanku. Berkali-kali ia mengecup punggung tanganku dan memohon dengan suara serak yang membuatku nyaris gila. "Gwen... sekali aja kasih gue kesempatan. Gue mohon...."

Aku menggeleng lemah. "Jangan gini, Doy."

"Tapi gue sayang elo, Gwen."

"Gue juga."

"Ya udah, kita mulai dari awal ya? Iya, Gwen? Gue mohon, Gwen, jangan kayak gini..."

Perlahan, tangan Doyoung terulur dan menyapu air mataku dengan ibu jarinya. Lembut sekali. "Gue harus apa biar elo berubah pikiran, Gwen?"

Sebelum aku berubah pikiran karena melihat wajah Doyoung yang kini terlihat putus asa, aku bangkit tanpa peduli makanan yang hanya tersentuh seperempatnya. "Sori, Doy...."

Aku melangkah menjauh dan sejenak melirik ke belakang. Melihat Doyoung yang langsung menunduk dengan putus asa membuat air mataku makin mengalir. Aku melukainya. Aku melukai orang yang mencintaiku amat tulus dan yang bisa kulakukan hanya berlari menjauh.

Aku tahu ini tidak adil untuk Doyoung yang tidak tahu apa-apa, tapi aku harus apa? Aku tidak bisa memikirkan cara lain.

Doyoung, maafkan aku....

The TrouperWhere stories live. Discover now