17

3.7K 732 194
                                    

Doyoung

Senin yang sendu.

Jangankan untuk fokus. Untuk sekadar berjalan dengan benar pun rasanya aku masih harus kena remedial hari ini. Untungnya Lucas bersedia menoyorku setiap saat ketika aku mulai meleng.

Seperti saat ini ketika aku hampir saja menabrak Kak Yuta yang hendak masuk juga ke ruang rapat.

Lagi-lagi aku kena toyor. "Mikir apa elo anjir?! Sehari udah nubruk setengah penghuni Gedung A."

"Kak Yuta penduduk sah Gedung B, Cas," tukasku bete.

Ia malah memutar matanya. "Bodo. Intinya, plis, gue tau elo khawatir sama Gwen yang masih di RS. Tapi gue, Jahe, sama si Wiwing juga sama khawatirnya." Lucas merangkulku dan menepuk pundakku pelan. "Pulang dari sini kan elo juga bakal ketemu mertua sama calon masa depan lo lagi."

Kata-kata Lucas refleks membuatku mencebik. "Balikan aja gue ditolak mulu, bahas-bahas calon masa depan."

"Nggak apa-apa, siapa tau kepala si Gwen mulai membaik seiring pengobatan dia—-"

Lucas tiba-tiba mematung dan menatap lekat-lekat ke arah koridor di depan kami. Aku mengikuti arah pandang Lucas dan mendapati Gea bersama seorang temannya yang entah siapa berjalan ke arah kami.

Kusikut rusuk Lucas. "Gea noh!"

Seketika Lucas panik. "Gue harus apa?!"

"Sapa aja kek biasa."

"Oke."

Kami berdua langsung menoleh pada Gea yang hendak masuk ke ruang rapat. Lucas tersenyum kikuk dengan keringat yang entah sejak kapan mengalir. Ia melepaskan rangkulannya dan menyapa Gea. "Halo, emmm, Teh Gea?"

Mampus gue punya sahabat kok goblok banget ya Tuhan.

Jelas saja Gea kebingungan. Namun, ia mencoba tersenyum dan membalas, "Halo, emm, Kang? Akang Lucas?"

Jangan tanya seberapa keras telapak tanganku menghajar keningku sendiri.

Gea tersenyum seraya berjalan masuk. Namun sampai Gea duduk di bangku rapat, Lucas masih memandanginya dengan wajah terpesona. Ia lalu menatapku. "Gea cantik banget, Doy!"

"Bukan tipe gue tapi," sahutku tak peduli.

"Emang dasar ya elo, sudah dibutakan oleh bayang-bayang si pendek Gwensa sampe sebening Gea aja lewat."

"Bodo."

Aku menyender ke tembok sebelah pintu ruang rapat. Lucas ikut menyender dengan senyum yang tak kunjung pudar, seakan ia baru saja mendapat lotre makan gratis ayam geprek Pak Mamat depan sekolah.

Apa dia sadar barusan dia dipanggil 'Akang' karena kebodohan dan ketololannya ya?

Kali ini aku meliriknya. "Elo suka sama Gea?"

"Banget," jawabnya mantap. "Gue nggak pernah ngerasa sebahagia ini." Dengan wajah cerah, Lucas memegangi perutnya. "Tau nggak sih elo istilah butterfly in my tummy? Nah, itu yang gue rasain setiap ngeliat Gea."

"Sori, Cas," aku menunduk, menyiapkan diri menampar Lucas lewat kata-kataku, "tapi elo sendiri tau Gea dan elo... beda."

Seperti yang aku duga, wajah Lucas langsung berubah keruh. Ia menunduk dan mendengus. "Gue tau," lirihnya, kontras dengan ekspresinya tadi, "tapi Tuhan nggak mengharamkan perasaan cinta, kan?"

Kini aku mendongakkan kepalaku, menatap langit-langit koridor yang tampak membosankan. "Kadang cinta hadir untuk nguji kita, kan? Elo lebih cinta sama Dia atau ciptaan-Nya."

The TrouperKde žijí příběhy. Začni objevovat