18 - Symptoms of Symphony

3.8K 702 248
                                    

Gwensa

Pekikanku di rumah sakit tempo lalu memang luar biasa kurang ajar. Tak aneh jika Jahe sampai menggertakkan giginya seraya berujar, "Andai gue bisa nampar mulut lo, udah gue tampar, Gwen! Jaga bahasa lo! Gue tau Doy salah, tapi mulut lo itu keterlaluan!"

Dan detik kemudiam Jahe panik ketika mendapatiku menangis histeris.

Tak mungkin aku tega mengeluarkan kata-kata itu pada Doyoung. Tapi kenyataannya kata-kata itu keluar dari mulutku sebagai bentuk defensifku dan membuatku merasa amat berdosa ketika mendapati saat ini mata itu menatapku sendu dari depan kelas.

Entah karena ia ingin menceritakan apa yang terjadi padanya seminggu ini atau karena ia menantikanku bercerita padanya.

Doyoung mencoba menghindariku semata-mata hanya karena ia tidak ingin membuatku—dan dirinya—-hilang kendali. Hal ini membuatku menyesal setengah mati sudah berkata demikian ketika mendapati Doyoung kini tertekan dan tak berani bercerita padaku.

Aku baru beberapa hari masuk sekolah tapi gunjingan-gunjingan penghuni Tetronida seakan khatam kudengar. Mulai dari kabar putusnya aku dan Doyoung yang seketika jadi buah bibir. Tidak, bukan karena kami populer, hanya saja ini ulah Kak Val yang marah padaku—-ia menganggap penyebab kecelakaan Kak Johnny adalah aku meski memang begitu.

Gwensa si miskin yang sok, Gwensa si matre yang memutuskan Doyoung dan mengencani Jungwoo karena dinilai lebih kaya, Gwensa yang berteman dengan Lucas karena tahu dia anak ketua yayasan, dan Gwensa yang mengacaukan teater dalam satu pagi.

Aku tidak masalah. Beberapa gunjingan itu ada benarnya. Aku mengacaukan teater. Dalam satu pagi. Sangat jelas. Yang tidak bisa kuterima adalah gunjingan yang mereka lemparkan pada Doyoung.

Berkali-kali kulihat jalan Doyoung sempoyongan sambil membawa rancangan surat untuk promotor acara. Jalannya membungkuk, persis seseorang yang membawa beban puluhan kilo di punggungnya. Soal kantung mata, ia jelas juaranya. Hitam pekat yang sejalan dengan mata sayunya yang meminta untuk istirahat.

Tapi apa yang ia dengar?

Semua orang meragukan Doyoung. Bahkan beberapa orang menyangkutpautkan soal putusnya aku dan Doyoung sebagai bahan mempertanyakan kredibilitasnya.

"Orang dia diputusin! Udah jelas lah orangnya nggak bener! Masa masih berani ngaku ketua pensi?"

"Gue nggak mau ragu sama Kak Taeyong, tapi plis deh, anak kelas satu ingusan kek gitu masa aja jadi ketua pensi?"

"Sekolah Tetronida Internasional bakal berubah jadi Sekolah Teater Internasional nih, kan pengurus sampe orang penting di pensi isinya teater semua!"

Setelah lelah dengan semua urusan pensi, yang ia dengar untuk kerjanya YANG BAHKAN TIDAK DIBAYAR SEPESER PUN hanyalah gunjingan. Dan hal ini makin parah ketika The Lethals edisi bulan ini terbit. Kak Rachel memang paling ahli mengadu domba lewat media.

Doyoung kini memegang buku tulisnya dan siap membacakan puisi ciptaannya di depan kelas.

Terjangan angin dulu anugerah
Hujan badai pun tawa
Panas terik merupakan tangis bahagia

Sekilas, aku bisa melihat Doyoung melirikku. Tatapannya masih sendu, seolah memintaku mendengarkan bait selanjutnya.

Entah apa yang berubah
Kini semilir angin pun menebasku
Gerimis mematukku
Tengah hari jadi lubang sunyi tiada henti
Sejak kau berubah, angin tak sanggup mengusik sepi
Hujan tak mampu basahi asa
Sinar matahari tak mampu membendung rindu
Aku rindu dirimu
Yang kini menertawakanku dalam sunyi
Bersama rahasia yang tak pernah kuketahui

The TrouperWhere stories live. Discover now