25 - Super Trouper

3.4K 663 253
                                    

Doyoung

Pening seketika menyerang kepalaku tatkala silau menerjang pada celah mata. Hidungku langsung awas begitu bau obat-obatan menyengat terhirup. Kupindai sekeliling dan mendapati Mami duduk di sebelah ranjang.

Astaga, apa yang terjadi? Aku tidak ingat apa pun selain Papa yang membiusku.

"Akhirnya bangun juga," ucap Mami lembut. Ia membelai poniku seraya bertanya, "Masih kerasa sakit nggak?"

Aku menggeleng. "Nggak terlalu, Mam."

"Besok udah boleh pulang kok." Mami meraih sebuah mangkuk di atas nakas yang tertutup tisu. "Makan dulu ya? Mami suapin."

Aku langsung mengangguk antusias. Gila, perutku rasanya perih sekali saking laparnya. Lagian, aku kan sedang sakit. Tidak ada salahnya kan bermanja-manjaan dengan Mami?

"Gwensa mana?" tanyaku setelah satu sendok bubur masuk ke dalam mulutku.

Mami tidak menjawab, hanya melirik ke arah kakiku. Dari sini, aku bisa melihat Gwensa yang sedang tidur dengan mulut yang sedikit terbuka dan iler yang mulai mongering di pipinya. Tangannya masih memegangi kakiku tanpa tenaga.

Sial, pacarku lucu banget.

Eh, pacar?

"Nanti Mami suruh Gwen pindah ke sebelah Lucas aja di karpet," ucap Mami sambil menyuapkan kembali sesendok bubur.

Aku menepuk sebelah ranjangku yang agak kosong. "Gwen tidur di sini aja."

"Jangan macem-macem, tapi."

"Kan banyak yang tidur di sini. Mana berani Doy macem-macem."

Sejenak, kami berdua terdiam. Dalam diam, aku memperhatikan wajah Mami. Meski garis kerutan mulai tampak di sekitar matanya, beliau tetap terlihat cantik. Senyumnya manis, persis seperti Gwensa. Yang membuat keduanya berbeda hanya mata Gwensa yang sipit sedangkan Mami agak bulat.

Begitu bubur tandas, Mami menyimpan mangkuk di nakas dan mengelap bibirku dengan sapu tangan.

"Mam," panggilku pelan.

"Hm?"

"Doyoung sayang Mami."

Gerakan beliau terhenti. Ia menatapku dalam. Lembut sekali. "Mami lebih sayang Doyoung."

"Doyoung ngerepotin Mami ya?"

"Iya, kamu anak Mami paling ngerepotin!" seru beliau sambil terkekeh.

Aku langsung bergidik. "Ih, Doy bukan anak Mami!"

Seketika mata bulat Mami melebar. "Ih, kok gitu?"

"Kalo Doyoung anak Mami, entar gimana caranya Doyoung nikah sama Gwen?"

Sentilan Mami mendarat di keningku. Aku mengaduh, sedangkan Mami tertawa terbahak-bahak.

Mami beranjak, lalu dengan tega ia mengguncang tubuh Gwensa. "Bangun! Pindah sana ke sebelah Doyoung."

Gwen yang terlihat amat mengantuk hanya bergumam tanpa bergerak sama sekali. Hal itu langsung membuat Mami makin mengguncang tubuh Gwensa. "Entar skoliosisnya makin parah kalo tidurnya kayak gini! Cepet pindah!"

Dengan malas dan setengah sadar, Gwensa naik ke atas kasur dan meluncur ke sebelahku dengan posisi tengkurap. Wajahnya yang penuh iler menghadapku dan terdengar dengkuran halus dari mulutnya.

"Tidur lagi sana," titah Mami. "Mami mau cari kopi di Indomaret Point."

Setelah mengenakan jaket dan mengucir rambut, Mami pergi keluar ruangan, meninggalkan aku dan Gwensa (dan para kunyuk yang sejak tadi ngorok tidak kira-kira—apalagi dengkuran kurang ajar si Kulkas kampret yang mengganggu telinga) dalam ruang inapku.

The TrouperWhere stories live. Discover now