BAB 2 :. Kadal

1.8K 153 4
                                    

Salsha bergidik untuk kesekian kalinya saat bayangan bibir Dimas menempel kebibirnya kembali tercetak jelas dibenaknya. Ucapan Ebi dilewatkan begitu saja, rancangan rencana kerja Panorama tidak ada yang bisa Salsha resapi.

Beberapa kali dia juga menahan diri untuk tidak menoleh ke belakang karena merasa diperhatikan. Salsha berdecak pelan membuat Mala menatapnya bingung. "Kenapa Sal?"

Salsha menggeleng. Matanya dia alihkan ke depan menatap Ebi, berusaha sefokus mungkin pada penjelasan cowok itu.

Tapi, Salsha tidak tahan untuk tidak menoleh ke belakang. Setidaknya untuk memastikan.

Iya. Memastikan saja bukan mencuri pandang atau yang lain.

Dia hanya memastikan.

Salsha menoleh ke belakang, matanya bergerak mencari Dimas dan begitu dia menangkap sosok yang ternyata tengah memperhatikannya itu, dia sangat menyesal.

Dimas tersenyum miring lalu memberikan kedipan sebelah mata untuk Salsha.

Salsha melotot melihatnya. Cepat-cepat dia berbalik dan berakhir kesal sendiri kenapa dia harus memastikan Dimas segala.

Mala yang menangkap gerak-gerik aneh dari Salsha ikut menoleh ke belakang berusaha mencari apa yang merubah mood temannya itu, tapi dia tidak menemukan apa-apa.

"Ada yang mau ditanyakan?" Ebi mengedarkan pandangannya dia kemudian menatap laki-laki yang mengacungkan tangan. "Iya, Dimas."

Mata Salsha langsung tertuju pada cowok itu begitu juga dengan anggota yang lain.

Dimas berdiri, dia berdeham sejenak. "Gak ada peraturan spesifik kan, di Panorama?"

Ebi mengernyit. "Contohnya?"

Seraya mengedikkan bahu Dimas berkata, "larangan pacaran sesama anggota mungkin."

Sorakan langsung terdengar diiringi kekehan. Apalagi Ebi yang tidak mampu menahan tawanya mendengar pertanyaan adik kelas semasa SMA-nya itu. "Bebas, lo pada bukan bocah lagi yang mesti gue larang-larang."

Dimas tersenyum menang, cowok itu kembali duduk lalu berhigh five dengan Juna.

🐾

Usai pertemuan Panorama dibubarkan Salsha bersembunyi di dalam mobilnya yang terparkir di parkiran kampus. Tujuannya adalah untuk bicara dengan Dimas meskipun dia sendiri tidak yakin laki-laki itu memparkir kendaraannya di sini.

Sudah dua puluh menit Salsha menunggu terakhir sebelum keluar ruangan dia melihat Dimas sedang berbicara dengan Ebi.

Mungkin, kendaraan Dimas tidak parkir di sini. Salsha sudah akan menyalakan mesin mobilnya namun saat dia melihat laki-laki yang menyampirkan hem flanelnya dibahu melewati mobilnya, cewek itu segera turun.

Langkah kaki Salsha tampak buru-buru menyamahi langkah kaki laki-laki yang terlalu lebar. Hingga cewek itu berlari, detik kemudian menarik kuat-kuat kaos belakang laki-laki itu.

Dimas sedikit terkejut, cowok itu berbalik dan mendapati Salsha menatapnya tajam. "Maksud lo apa?!" semprot Salsha.

Dimas mengernyit. "Apa?"

"Bilang-bilang divonis ataxia! Gak lucu tahu gak?!"

Dimas terkekeh, seperti baru ingat akan hal itu. "Siapa yang ngelucu? Gue cuman pastiin lo inget sama gue, itu aja."

Salsha mengepalkan tangannya, geram sendiri dengan jawaban Dimas. Tentu saja dia ingat Dimas. Tentu saja dia ingat cowok lancang macam Dimas!

Merasa aneh ditatap seperti itu, Dimas menempelkan punggung tangannya ke dahi Salsha. "Lo sakit?"

About DimasWhere stories live. Discover now