BAB 33 :. Faros

594 88 3
                                    

"Aku minta maaf, Sal."

Satu kalimat yang keluar dari mulut Faros begitu Salsha tiba di kosannya, Gia yang berdiri di ambang pintu tampak siaga bersiap jika temannya itu membutuhkan bantuannya.

"Soal apa?" tanya Salsha ingin tahu kesadaran Faros mengenai apa yang telah ia lakukan padanya.

Faros menghela napas berat. "Semua."

Salsha menatap Faros lekat. Ada gejolak besar di hatinya ketika melihat tatapan sendu kekasihnya itu. "Kalau gitu kita putus."

"Sal." Faros menahan pergelangan tangan Salsha yang akan masuk ke dalam. "Aku tau aku salah, tapi aku juga ada di posisi yang rumit. Aku gak mungkin tinggalin orang tua aku gitu aja, Sal."

Salsha diam, perempuan itu membiarkan Faros menjelaskan semuanya. Dia ingin mendengar alasan apa yang akan laki-laki itu gunakan.

"Mereka orang tua aku, Sal," tekannya. "Gimana perasaan mereka kalau aku ngejar kamu. Gimana kalau Mama  sama Papa aku sakit hati?"

Salsha tersenyum getir. "Terus aku?"

"Aku tahu kamu sakit hati sama ucapan mereka, tapi bukannya dulu kamu tahan-tahan aja?"

"Faros!" bentak Gia tidak tahan lagi. Perempuan itu berderap menuju keduanya, melepas tangan Faros dari pergelangan tangan Salsha kemudian menarik sahabatnya itu masuk ke dalam kosan setelah berkata, "gak punya hati lo!"

***


"Mending lo putus dari Faros." Gia naik ke ranjang Salsha. Perempuan itu membawa segelas teh hangat dan menyodorkan pada sahabatnya itu. "Lagian kenapa balikan sih?"

"Ck! Namanya juga sayang."

"Terus temen gue?"

Gerakan tangan Salsha terhenti, perempuan itu tidak jadi menyeruput teh hangatnya. "Dimas?"

"Sadar juga kan lo, kalau suka sama dia?" katanya sambil tersenyum miring. "Mending sama Dimas ke mana-mana Sal. Ya ... meskipun masa depan lo nantinya gak secerah kalau sama Faros, tapi lo kan bahagia."

Salsha menggeleng. "Emang temen lo ini kelihatan banget ya, ngincer harta?"

Gia merangkul Salsha dari samping. "Bukan gitu, nanti nih kalau lo jadi sama Dimas. Lo bakal susah yang susah banget! Nah kalau udah susah banget nih, baru deh lo bahagia."

"Apa sih, Gi." Sembari Salsha merasakan hangat menjalar di kedua tangannya perempuan itu berkata, "gak mungkin kali gue jadi sama Dimas."

"Kenapa?"

"Kita beda."

Gia mengernyit, berpikir sejenak, dan perempuan itu tidak mendapati perbedaan di antara keduanya, malah hampir sama persis. Salsha terlalu bar-bar, Dimas juga. Salsha suka ke kelab malam, Dimas juga. Salsha suka fotografi, Dimas juga.

"Lo sama Dimas gak ada bedanya."

"Ada kali."

"Apaan? Beda keyakinan lo?"

Salsha berdecak. "Dih! Bukan itu, kali." Perempuan itu kemudian diam sejenak sebelum menoleh ke arah Gia. "Dimas islam kan?"

"Iya." Gia terkekeh geli. "Khawatir juga kan, lo?"

Salsha menarik napasnya dalam-dalam, perempuan itu memang tidak bisa mengelak dari sahabatnya yang satu ini. "Gue ada di antaranya, Gi. Dan gue gak tau condong ke mana. Ke Dimas atau ke Faros."

Gia duduk bersila, mengambil bantal untuk sanggahan badannya sambil menyimak cerita Salsha. "Hm, terus?"

"Di saat tertentu gue suka sama Dimas, gue sering khawatir, gue sering mik— Kenapa ekspresi lo gitu sih?!" protes Salsha ketika melihat Gia tersenyum mengerikan.

"Hehe. Lucu aja liat lo bingung gitu. Kayak dalem banget perasaan lo ke Dimas."

Salsha menghela napas berat. "Masalahnya gue ngerasain hal yang sama ke Faros."

"Lo cuma belum selesai aja sama itu cowok."

"Maksud lo?"

Gia menggedikkan bahunya. "Ya asumsi gue, sih. Karena lo sama dia waktu putus gak ada penjelasan dari Faros. Lo ngerasa diibohongin sama Faros dan lo takut semua orang mandang lo beda."

Salsha menggaruk kepalanya, tidak mengerti dengan maksud Gia.

"Intinya lo harus selesaiin sama Faros, sampai hati lo bener-bener ngerti kalau Faros bukan yang terbaik buat lo, sampai lo bisa terima keadaannya atau .... mungkin sebaliknya. Yang jelas lo gak bisa terus-terusan ada di antara mereka." Gia menepuk pundak Salsha. "Selesaiin satu-satu, Sal."

***

Berkat ucapan Gia, di sinilah Salsha berada. Berdiri di depan mobil Faros yang terparkir di kawasan kampusnya. Salsha tidak tahu jadwal laki-laki itu berakhir kapan karena dia malas menanyakannya jadi, Salsha memilih untuk menunggu.

Salsha berdiri bersandar di pohon mangga yang berdiri dekat di tempat mobil Faros terparkir sambil melihat para mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu-lalang. "Salsha?"

Salsha menoleh ke belakang. Perempuan itu terkejut mendapati Faros yang berdiri berdampingan dengan Citra. Ketiganya terdiam untuk beberapa saat sampai Citra mengamit lengan Faros.

"Apa-apaan sih, Cit?!" bentak Faros berusaha melepaskan diri.

"Katanya kita mau ketemu Mama sama Papa kamu."

Faros menatap Salsha yang masih diam memperhatikan keduanya. "Sal ini ga seperti yang kam—"

"Emang aku mikir apa?" sela Salsha.

"Gue sama dia bakal tunangan lagi," sahut Citra kali ini tidak menahan tangan Faros. "Perusahaan bokap dia butuh kerjasama sama perusahaan bokap gue, kita punya hubungan yang saling menguntungkan. Sementara lo ... lo bahkan gak—"

"CITRA!" Faros menghentikan ucapan perempuan itu. Dia kemudian menarik lengan Salsha, membawa perempuan itu pergi dari sana. "Aku bisa jelasin semua," katanya setelah mereka berada di samping kantin.

Salsha menarik tangannya. "Kalau gitu, jelasin."

"A-aku sama dia bener-bener udah nggak ada apa-apa, Sal, tapi bokap aku bener-bener butuh bantuan dari bokapnya Citra."

Salsha mengangguk-anggukan kepala. "Hmm, jadi, kamu bakal tunangan sama dia?"

Raut wajah Faros berubah sendu, laki-laki itu menatap Salsha dengan semua rasa bersalahnya. "Maaf, aku juga baru tau pagi ini."

Salsha menghela napas berat. Ada sedikit goresan di hatinya, tapi kelegaan Salsha lebih besar dari goresan itu. "Yaudah."

Faros mengangkat wajahnya, keningnya berkerut ketika mendengar kata itu terucap dari mulut Salsha. "Yaudah?" ulangnya.

"Mau gimana lagi? Kam— lo juga gak mungkin kan, buat berontak ke bokap lo dan bawa gue ke rumah lo?"

"Tapi, ini belum fix Sal. Gue mas—"

"Belum fix? Maksudnya gue lo anggap sebagai cadangan gitu?"

"Enggak gitu. Bukan gitu maksudnya." Faros berusaha meraih tangan Salsha namun, perempuan itu selalu menepis tangannya. "Aku serius sama kamu Sal, aku janji bakal balik lagi ke kamu."

"Bullshit." Salsha kemudian merogoh saku jaketnya, mengeluarkan cincin pemberian Faros dari sana. "Kasih ke Citra!"

About DimasWhere stories live. Discover now