BAB 38 :. Gue sayang sama, lo.

670 80 3
                                    

Salsha mengacak rambut untuk kesekian kalinya. Perempuan itu juga beberapa menghela napas berat tanpa alasan, emosinya sangat tidak stabil padahal hari ini bukan waktunya kedatangan tamu bulanan.

Matanya beralih menatap para pengunjung kelab yang sedang meliuk-liukan badan di dance floor. Salsha ingin bergabung guna melepaskan kegelisahan tidak berarti ini, tapi kakinya terlalu malas meopang badan.

"Kita ketemu lagi."

Salsha menatap seorang laki-laki mengenakan kaos hitam yang dipadukan celana jeans selutut, persis seseorang yang akan pergi mencari makan di warung bukan ke kelab. "Siapa?"

Laki-laki itu tersenyum, menampilkan sebelah lesung pipi miliknya. "Lando, inget nggak?"

Salsha tampak mengingat. "Ah! Lo yang godain gue waktu itu, kan?"

"Dan bantuin lo," tambahnya lagi. Salsha terkekeh geli mengingat kejadian itu. "Kok lo gak gabung sama pacar lo?"

Kening Salsha berkerut mendengar ucapan Lando. 'Maksudnya Dimas juga di sini?'

"Pacar gue?"

Laki-laki itu mengangguk lalu menunjuk seorang laki-laki yang duduk di table bawah. "Bener kan? Itu pacar lo?"

Salsha mengerjap, menatap Dimas yang duduk di sana sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, dia terlihat sangat berantakan. "Lo berantem?"

"Hah?" Matanya kembali tertuju pada Lando. "Enggak kok, kita gak apa-apa."

Lando hanya tersenyum tipis kemudian melenggang pergi setelah berkata, "gue duluan ya."

Berkat Lando kini mata Salsha tidak bisa beralih dari Dimas. Semua gerakan laki-laki itu terekam di benaknya yang sedang dipenuhi pertanyaan, mengapa Dimas terlihat se-frustrasi itu.

Dimas terus menenggak minumannya, berkali-kali hingga menghabiskan satu botol.

Dua lebih tepatnya, karena satu botol sudah kosong lebih dulu sebelum Salsha memperhatikan laki-laki itu. "Ck, ck, ck." Kepala Salsha bergerak pelan. "Gak ada kapoknya emang," gumamnya kala Dimas menaikkan tangan untuk memesan satu botol lagi.

Lama Salsha memperhatikan hingga laki-laki itu berusaha berdiri, matanya menatap botol alkohol terakhir yang tersisa setengah, seolah tidak tega, tapi apa boleh buat dirinya sudah terlalu mabuk dan memilih beranjak dengan sempoyongan.

Salsha refleks berdiri ketika Dimas menabrak seorang perempuan. Perempuan itu terlihat marah dan Salsha bisa membaca gerakan bibir Dimas yang mengatkan 'sorry.'

Laki-laki itu kembali berjalan, kali ini terlihat berusaha fokus menemukan pintu keluar.

Salsha mengepalkan tangannya, mendadak gemas sendiri melihat Dimas yang bertingkah konyol. Perempuan itu pun memutuskan untuk turun ke lantai dasar. "Permisi," tekan Salsha berkali-kali ketika para pengunjung kelab menghentikan dirinya.

Wajah jutek Salsha sukses membuat mereka mundur.

Salsha kembali berjalan, tatapannya tertuju pada Dimas yang mengacak rambut. Hingga dia berada tepat di belakang Dimas, perempuan itu mengembuskan napas panjang sebelum menarik lengan Dimas. "Oy!"

Salsha terus berjalan, tidak menghiraukan Dimas yang menepuk tangannya pelan sambil berbicara melantur. "Mbak, salah temen! Dih! Mbak, oy! Mbak halo? Jangan mentang-mentang saya mabuk, mbak bisa seenaknya bawa saya ya!"

"Ck! Congek lu!"

Salsha berbalik, menatap Dimas dengan wajah datar. "Lo mau balik kan?"

Mata Dimas menyipit, kepalanya condong ke depan untuk mengamati Salsha. Lalu ketika dia mengenali wajah Salsha, laki-laki itu segera menangkup wajah perempuan di depannya itu dengan erat. "Elo yang bikin gue galau," katanya tanpa sadar membuat pengakuan."

Sebelah alis Salsha terangkat naik. "Hah?"

"Elo!" Dimas melepaskan satu tangan dari wajah Salsha dan berganti menunjuk perempuan itu. "Kenapa datang lagi, sih?"

Salsha mendengus kesal, dia menyingkirkan tangan Dimas yang masih ada di pipinya kemudian kembali menarik tangan laki-laki itu, segera keluar dari kelab.

"Sal? Salsha?" Antara sadar dan tidak Dimas kini tengah sekuat tenaga mencoba untuk menghentikan mulutnya sendiri. "Salsha!"

"Apa sih?!"

Dimas tersenyum tipis bertepatan mereka yang sudah keluar dari kelab. "Galak amat."

Salsha kembali menatap Dimas. "Mobil lo di mana?"

"Mobil gue?" tanyanya dengan menunjuk diri sendiri.

"Iya. Buruan, di mana?"

Dimas mengangkat jari telunjuknya, menunjuk ke sembarang arah dengan dahi berkerut. "Hmm ... di mana ya?"

"Dim, serius." Salsha berdecak pelan. "Siniin kunci mobil lo," katanya sambil menengadahkan tangan.

Dimas menatap tangan Salsha dengan wajah serius. Hingga beberapa detik kemudian dia meletakkan jari telunjuknya di telapak tangan Salsha sambil menyengir lebar. "Siapa yang jaga?"

Salsha langsung menampis tangan Dimas. Perempuan itu kemudian meraba saku celana jeans Dimas kemudian hoodie yang laki-laki itu kenakan. "Ck! Pelecehan lu!"

"Diam, kenapa sih?!"

"Ssstt."

Salsha menatap Dimas yang menempelkan jari telunjuknya di depan bibir. Perempuan itu kemudian menggeleng pelan. Dia lupa kalau mabuk Dimas bisa semenyebalkan seperti ini.

Detik kemudian tangannya merasakan kunci di saku celana belakang Dimas. Perempuan itu segera menekan tombol di sana dan sebuah mobil segera mengedipkan lampu beberapa kali disertai bunyi 'bip.'

"Ayo, gue anter."

Kali ini Salsha tidak mendapat bantuan dari satpam apartemen Dimas, padahal di perjalanan tadi dia sudah merencanakan untuk meminta bantuan si satpam dan memberikan sedikit uang tutup mulut jika saja Dimas bertanya apa ada yang mengantarkannya semalam.

"Sal?" panggil Dimas yang sedang mengalungkan tangannya di leher Salsha. Memperhatikan perempuan itu dari jarak dekat membuat debaran halus di dalam dirinya mulai terasa. "Gue mimpi ya?"

Salsha yang fokus memapah Dimas, mengalihkan pandangannya sejenak. "Iya, lo mimpi."

"Oh. Bagus kalau gitu."

Salsha berhenti melangkah, napasnya mulai tersenggal-senggal padahal beberapa langkah lagi dia sampai di unit Dimas. Perempuan itu melepaskan tangan Dimas di lehernya, membiarkan laki-laki itu berusaha berdiri tegak namun tangannya masih menggenggam tangan Salsha sebagai pegangan, sementara Salsha bersandar di dinding sambil memejamkan mata. "Kenapa bagus?"

"Berarti gue mimpi indah."

Salsha terkekeh geli. Dimas benar-benar di luar kendali. "Ngac—"

Mata Salsha terbelalak kala dia merasakan benda asing menempel di bibirnya. Perempuan itu mengerjap ketika melihat Dimas sudah tidak berjarak dengannya. Salsha hanya bisa melihat separuh wajah laki-laki yang sedang memejamkan mata itu.

"Dim," panggilnya setelah mengalihkan kepalanya.

Mata mereka beradu. Yang laki-laki menatap perempuan dalam, sementara yang perempuan tidak mampu mengalihkan pandangannya. "Dim, gue—"

"Gue sayang sama lo, Sal."

About DimasWhere stories live. Discover now