BAB 30 :. Mama

658 87 4
                                    

Salsha tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana ketika dua saudara tiri itsu berdebat mengenai masalah yang Salsha sendiri kurang mengerti. Hingga akhirnya, Ratih menundukkan kepalanya dalam bahu perempuan itu mulai bergetar sedangkan, Dimas sendiri sudah pergi entah ke mana.

Salsha pindah tempat duduk ke dekat Ratih dia kemudian mengusap bahu perempuan itu. "Ratih?"

Ratih mengangkat kepala, mengusap kedua pipinya sambil berusaha tersenyum pada Salsha, tapi hal itu tidak berlangung lama. Ratih semakin menangis sesenggukan. Salsha segera menarik Ratih ke dalam pelukannya. "Aduh, Dimas bener-bener, deh!"

"Padahal ini permintaan Mama sendiri, Kak," kata Ratih di sela tangisnya.

"Ya?"

Ratih menegapkan badannya membuat pelukan Salsha terurai. Perempuan itu kembali mengusapi kedua pipinya. Salsha terus menepuk-nepuk bahu Ratih.

"Papa ... Om Alfredo harus milih mau selamatin bayinya atau Mama," ucap Ratih tiba-tiba. Pandangan perempuan itu terlihat kosong bahkan Salsha bisa merasakan kesedihan dan kegelisahan perempuan itu. "Aku emang gak ada ikatan darah sama Kak Dimas, Mama, atau Nenek. Aku emang gak berhak buat minta persetujuan Kak Dimas, tapi Mama sama Nenek minta aku buat bujuk Kak Dimas."

Sampai di sini Salsha makin bingung. "Om Alfredo?"

"Suami mamanya Kak Dimas yang baru."

"Bentar-bentar, jadi Mama kandung kamu nikah sama Papa kandungnya Dimas?"

Ratih menganggukkan kepala. "Sekarang tinggal di Australia."

"Terus yang hamil dan di rumah sakit sekarang Ibu kandungnya Dimas?"

Ratih mengangguk lagi. "Iya Kak, Ibunya Kak Dimas udah aku anggap kayak Mama sendiri karena Mama kandung aku pun sudah bahagia sendiri, gak inget sama anaknya," kata Ratih sambil mendengus kecil.

Salsha menarik napasnya dalam-dalam. Perempuan itu kemudian berdiri untuk membelikan teh hangat. Setelah kembali, Salsha menyodorkan gelas berisi teh hangat untuk Ratih. "Minum dulu."

"Makasih Kak."

Salsha menganggukan kepala. Dia menatap Ratih yang sedikit demi sedikit meminum teh hangat pemberian Salsha. Ratih menatap Salsha dalam. "Kak? Boleh minta tolong nggak?"

"Minta tolong apa?"

"Minta tolong buat bujuk Kak Dimas."

Salsha sempat ragu untuk sejenak, namun ketika Ratih menjelaskan bagaimana kondisi ibu Dimas, Indah. Perempuan itu pun terdorong untuk membujuk Dimas. "Mama hamil tujuh bulan, Kak. Mama gak pernah check up ke dokter kandungan, Mama selalu kelihatan baik-baik saja di depan aku sama Nenek sampai akhirnya minggu kemarin tiba-tiba aja Mama kejang."

Salsha menelan ludah susah payah. "Kejang?"

Ratih mengangguk pelan. "Dokter marahin kita karena gak pernah bawa Mama buat check up dan buat semuanya terlambat." Ratih menarik napasnya dalam-dalam, suara perempuan itu pun kembali bergetar. "Eklampsia, Mama kena itu Kak. Aku gak tahu eklampsia penyakit apa dan sebahaya apa sampai dokter semarah itu sama kita."

"Ternyata kondisinya sangat fatal, ginjal dan hati Mama sudah gak berfungsi dengan baik. Dokter saranin untuk operasi sesegera mungkin buat selamatin bayinya karena ... selamatin Mama pun rasanya percuma."

Salsha segera menarik Ratih ke dalam pelukannya ketika perempuan itu kembali menangis. "Dan ... kalau sampai Mama kejang lagi, kecil kemunginan bayinya bisa selamat. Dokter minta kita milih."

About DimasМесто, где живут истории. Откройте их для себя