Dua - (Menunggu)

915 51 0
                                    

.

.

.

"Dian lo kemana?" tanya Nada ketika melihat temannya Dian berjalan keluar.

Dian menatapnya, "ke ruang TU ngambil undangan rapat"

"Sekalian punya gue yah" Dian mengangguk bosan, "iya serah lu deh"

Nada kembali melanjutkan catatannya. Sedang temannya Yura malah asyik berduaan dengan pacarnya Juna.

Ia tak habis pikir dengan teman-temannya , pasalnya ia selalu sibuk dengan setumpuk tugas yang harus diselesaikan, tetapi teman-temannya sibuk dengan urusan masing-masing, contohnya saja Yura sibuk berduaan dengan Juna, Risan sibuk dengan gamenya, dan Dian ia yakini pasti selepas mengambil undangan rapat temannya itu akan kembali melanjutkan membuat video TikTok. Serta teman sekelasnya yang pada heboh dengan Oppa di BTS, EXO dan lain sebagainya yang tak diketahuinya.

Sedangkan dirinya tenggelam dengan segala macam rupa bentuk tugas, dan pasti selesai ini bukunya akan menjadi seperti gadis tomat-tomattan ralat cabe-cabean, dibawah kesana-kemari untuk disalin jawabannya.

Nada menghentikan gerakan polpennya. Ia kembali teringat akan kejadian satu minggu yang lalu, dimana tiga orang asing datang ke rumah dan menjodohkannya dengan anak mereka.

"Gimana kabar mereka yah?" gumam Nada pelan.

"Kabar siapa?" tanya Yura tiba-tiba. Nada memberikan deadglearnya, karna kaget dengan pertanyaan tiba-tiba gadis itu. Yura hanya tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Kabar keluarga gue" jawab Nada asal. Tentu saja ia tak akan mengatakan kepada temannya mengenai perjodohan itu, bisa-bisa ia akan diketawakan.

"Tumben ingat keluarga" Nada mengangkat sebelah alisnya, "iyalah gue juga kan manusia"

"Siapa bilang lo kuda nil" ucap mereka serentak, Yura, Dian, Juna dan Risan. Nada menatap mereka dengan kesal, lalu menatap Dian.

"Dimana undangan gue?" Dian tersenyum mengejek lalu mengibas-ngibaskan selembar kertas putih yang Nada yakini itulah undangannya, "harus lo yang ngambil sendiri"

"Gila cuma undangan rapat aja ngambil sendiri. Ribet banget ni sekolah"

"Makanya jangan sekolah disini" ujar Risan yang baru saja melepaskan ponselnya. Sepertinya lelaki itu sudah selesai bermain gamenya.

"Eh lo sendiri apa" cibir Nada, "malah gue kasihan sama lo. Udah mati-matian ngurus surat pindah dari sekolah elite eh malah pindahnya di sekolah ini" Risan menatapnya tajam, tak suka dengan ucapan pedas gadis itu. Nada tak mau kalah, ia juga membalas tatapan itu tak kalah tajam

Yura menatap keduanya secara bergantian, "eh udah-udah tatapannya. Nanti lo berdua saling tertarik loh.."

"Gak akan" ucap keduanya serentak.

"Tuh kan ngomong aja serentak"

Nada menatap Yura dengan kesal, "lo apa-apaan sih Yur. Urus tu sana laki lo" ucapnya tak lupa menunjuk Juna yang sedari tadi hanya diam menatap mereka dengan malas.

Juna mendengus bosan, "gue lagi"

Risan seketika berdiri dari duduknya, tak lupa menggebrak meja. Semuanya langsung terlonjak kaget sambil menatapnya bingung.

"Kenapa lo?" tanya Juna.

"Malam minggu kita ngumpul-ngumpul?" semua memutar matanya bosan, dikira apa ternyata ngajak ngumpul.

"Boleh juga sih. Tapi dimana?" tanya Juna. Dian mengancungkan telunjuknya, "cafe melati, gimana?"

"Ok" ucap semua serentak, dan selanjutnya mereka sibuk dengan urusan masing-masing.

.

.

.

Nada berjalan ke parkiran dengan bosan, bel pulang telah berbunyi, para siswa juga sudah apel pulang dan setelahnya mereka pulang ke rumah masing-masing, ada juga yang masih menunggu jemputan.

Nada menduduki dirinya di kursi tunggu, menatap kedua temannya Yura dan Dian yang sudah stand bye di atas motor bersama pujaan hati.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya, "Yura Dian, lo berdua tega banget..."

Dian tertawa kecil, "apaan sih. Lawong juga ada Risan yang ngantar lo pulang" Nada langsung saja berdiri dari duduknya, dan berjalan mendekati Risan, ia mulai memasang wajah imutnya.

"Risan gue nebeng yah"

"Boleh sih, tapi lo tungguin gue di sekolah dulu yah. Gue masih mau ke rumah sepupu gue, mau ngambil jaket" Nada memasang wajah berpikir, lalu mendengus dan memutar matanya bosan, "iya, tapi jangan lama yah, nanti gue diculik lagi"

Risan terkikik geli mendengar ucapan percaya diri gadis itu, "diculik? Malah ada lo yang nyulik anak orang. Lo gak liat tampang lo udah kayak preman terkuat di SMA ini"

Nada terdiam sambil memasang wajah datar ketika medengar teman-temannya tertawa karna ucapan Risan.

"Tau ah" dumelnya kesal, "udah-udah sana. Ribut tau"

Semua temannya langsung saja gasspol meninggalkan sekolah dan dirinya sendiri. Ia pun mulai berjalan keluar gerbang, berniat menunggu Risan di depan sekolah saja. Matanya menatap sepasang kekasih di atas motor yang lewat di depannya, mereka menggunakan seragam sekolah Smp.

Nada mengerucutkn bibirnya, "eee gue kalah sama anak Smp"

Gadis itu kemudian berjalan mendekati batu yang lumayan besar, lalu duduk di situ. Sedikit meringis ketika bokongnya bersentuhan dengan ujung batu.

"Ih gila sakit" umpatnya sambil mengelus-ngelus roknya.

Ia mengeluarkan ponselnya dari kantong, menatap malas benda tersebut.

"Lo kenapa mati disaat-saat seperti ini sih" ucapnya lemas. Ia tak tahu apakah hari ini ia akan sampai rumah atau tidak. Tapi ia tak boleh diam saja, ia harus mencari cara agar pulang dengan selamat.

Mendengus kesal ketika melihat jam menunjukan pukul tiga lewat dua lima. Ia pulang sekolah jam dua empat lima dikarenakan sekolahnya tidak fullday. Dan berarti ia menunggu hampir satu jam sampai sekolah sudah sunyi dan temannya Risan belum kunjung datang.

"Awas aja lo gak kesini, gue bakal buat lo gak bisa sekolah selama seminggu" ucap Nada dengan seringai iblisnya. Orang-orang yang melihatnya pasti berpikir bahwa ia setres.

"Ngomong sama siapa lo?" tanya seseorang tiba-tiba.

Nada tersentak kaget lalu mendongak menatap lelaki dengan seragam sekolah SMA yang baru saja berhenti, ia memakai helm, dan duduk di atas motor sportnya lalu menatap Nada dari balik helm.

Gadis itu mendengus kesal, berusaha menahan keterkejutannya karna lelaki tersebut, "bukan urusan lo"

"Galak amat jadi cewek" cibir lelaki itu, Nada menatapnya tajam. Memangnya kenapa kalau ia galak, lah dirinya sendiri kenapa lelaki aneh itu malah memusingkannya. Batinnya kesal.

"Eh gue yang galak kenapa lo yang sewot" lelaki itu tak menjawab, ia malah membuka helmnya lalu mengacak-acak rambutnya.

Nada menatapnya dengan kaget, ia menunjuknya, "lo..."

.

.

.

Bersambung,,

Jangan lupa ninggalin jejak

Real Dream (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora