Sepuluh - (Teringat)

615 39 0
                                    

.

.

.

Nada merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Menutup mata sejenak sambil memijat pangkal hidungnya. Ia baru saja menyelesaikan tugas seorang perempuan disore hari. Menyapu halaman, ruang tamu, cuci piring dan lainnya. Serta dilanjutkan dengan membersihkan diri karna badannya bau keringat. Memang istri idaman sekali.

Menarik nafas berat, ia sedang sendiri di rumah. Karena si pemilik rumah alias kakaknya sedang pergi ke acara keluarga. Awalnya mereka mengajaknya, tapi dasar Nada gadis mageran yang begitu memikat hati Denal malah menolak dengan beribu alasan. Kakaknya Rini pun hanya bisa memaklumi adiknya itu.

Menahan nafas ketika ponselnya berdering. Kemudian menghembuskan nafas ketika melihat nama yang tertera di layar benda mungil tersebut. Ia mengangkatnya dengan bosan.

"Hmm" gumam Nada tak jelas.

"Lagi ngapain?" tanya Denal lembut. Ia tahu memang gadis itu sedikit tak suka dengan dirinya, tapi mau apa lagi? Ia harus berjuang untuk mendapatkannya.

Nada menutup matanya sejenak, "bernafas"

Terdengar kekehan dari dalam ponsel tersebut, "ke rumah gue yuk"

"Ada wi-fi nya gak?" tanya Nada.

"Ada dong"

Gadis itu tersenyum lebar ketika mendengar ucapan Denal. Ini yang dicarinya setelah hotspot, yaitu wi-fi. Ditambah lagi kuota internetnya sudah habis kemarin, dan belum sempat dibeli karena keuangannya menipis.

"Yaudah jemput gue"

Denal bergumam tak jelas sambil mematikan telfonnya. Sedangkan Nada langsung saja beranjak dan mengganti pakaian secepat kilat. Setelahnya ia keluar mengambil sandal pom-pomnya. Lalu berjalan keluar pintu rumah dan menutupnya ketika dirasa tidak ada yang tertinggal.

Seperti dugaannya. Denal tiba ketika ia baru saja keluar pekarangan rumah. Entah ada kekuatan apa lelaki itu sehingga tak sampai 10 menit sudah sampai, padahal jarak rumah keduanya lumayan jauh.

Matanya menulusuri tampilan lelaki itu. Dia hanya memakai kaos oblong hitam dengan celana training donker. Walaupun begitu Nada mengakuinya, bahwa kekasihnya yang satu ini memang tampan. Lihat saja hanya dengan penampilan seperti itu saja sudah mempesona.

Denal balas menatapnya sambil menyuruh naik. Gadis itu tak bersuara, tapi tetap mengikuti perintah Denal.

Nada menaruh kedua tangannya di pundak Denal, ketika motor sudah berjalan. Lelaki itu meliriknya sejenak.

"Mending lo peluk gue aja, daripada megang bahu"

Nada menatap helmnya sinis dan detik berikutnya helm keren yang didalamnya ada kepala itu mendapatkan ketukan yang lumayan keras.

"Malas" gumam Nada sinis.

"Gak usah pake tabok kepala juga kali"

Mendengus malas ketika Denal mengeluh, Nada pun mengelus-ngelus helm itu, walaupun tak sampai mengenai kepala lelaki itu, tapi ia merasakannya.

"Tumben gak banyak ngoceh. Sariawan?"

"Gak" jawab Nada singkat.

"Oh gue tau. Lo pasti belum makan kan?" tebak Denal.

"Udah"

Denal mengerem motornya ketika di lampu merah. Ia membalikan kepala, menatap kekasihnya yang asyik melamun.

"Jangan diem mulu, ngomong dong. Gue udah kayak boncengin patung aja"

Nada yang tadinya melamun. Kini membalas tatapan lelaki itu. Terjadilah aksi tatap-tatapan selama beberapa detik. Hingga mereka tersentak kaget ketika mendengar bunyi klakson dari belakang. Denal langsung saja kembali memutar lehernya menatap ke depan. Lampu telah berwarna hijau. Dengan cepat ia menjalankan motornya. Sedikit merasa risih ketika ditatap tajam oleh orang yang mengklaksonnya tadi. Padahalkan ini jalan bukan milik mereka.

Real Dream (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang