Tigabelas - (Pukulan)

565 40 1
                                    

.

.

.

Dian yang mendengar cerita dari Nada ikut sedih, bahkan ia sudah ikut menangis. Beda dengan Risan, lelaki itu memasang wajah datarnya.

Tangisan Nada kembali menjadi-jadi. Ia menutup mulutnya agar tak keluar isakan dari bibir mungilnya. Entah kenapa tangisan itu tak mau berhenti padahal ia sudah lelah menangis dari kemarin.

Menepuk dadanya berkali-kali, "hiks kenapa ini sakit banget sih"

Risan tiba-tiba berdiri dari duduknya. Melirik sejenak pada dua gadis itu. "Dian lo jagain Nada. Gue mau keluar sebentar"

Nada mendongak sambil menatap penasaran wajah Risan yang terlihat sedang menahan emosi, "lo mau kemana?"

Lelaki itu tersenyum singkat untuk menutup emosinya, lalu mengelus lembut kepala gadis itu, "keluar bentar doang. Lo baik-baik di sini yah" ucapnya kemudian berjalan keluar kelas.

Nada dan Dian menatap kepergian lelaki itu dengan penuh tanya. Detik berikutnya Dian langsung mengingat sesuatu, cepat-cepat ia mengambil ponselnya dan menelfon kekasihnya Dani yang entah sekarang ini berada dimana.

"Kenapa lo telfon Dani?" tanya Nada bingung.

"Gue nyuruh dia sama Juna buat ngawasin Risan. Lo tau dia kan kalau udah emosi gimana"

"Maksud lo?"

"Lo masih gak paham dengan Risan yah. Dia pasti bakal nyamperin Denal dan kasih pelajaran sama pacar lo itu" Nada terdiam atas ucapan Dian dalam hati hanya bisa berdoa semoga semuanya baik-baik saja.
.
.
.
.
.
Risan memasuki gerbang sekolah elite tersebut dengan senyum sinisnya. Diikuti Juna dan Dani yang berdiri di kedua sisi lelaki itu. Jangan tanya kenapa bisa mereka masuk dengan aman tanpa ada kendala apapun. Itu semua karena paman Risan bekerja sebagai guru di Sekolah ini. Jadi ia hanya berkata ada perlu dengan salah satu siswa di sekolah ini, dan pamannya akan membantunya masuk tanpa ada kendala sama sekali.

Langkah mereka terhenti ketika melihat orang yang dicari tengah asyik bermain basket dengan teman-temannya. Ia mendengus kesal melihat lelaki itu yang tertawa, sedang kekasihnya tengah menangis sakit hati di sekolah. Dasar lelaki brengsek, batin Risan sambil melangkah mendekati lapangan basket tersebut.

Menghentikan langkahnya tepat di hadapan Denal. Membuat lelaki itu terheran-heran ketika mendapati kehadiran Risan di sekolah ini. Entah ada urusan apa.

Denal tersenyum singkat, tapi sia-sia ia mengeluarkan senyumannya jika pada akhirnya Risan malah memberikannya bogem mentah. Sehingga membuatnya terjungkir di lapangan itu.

Ia meringis ketika merasakan ujung bibirnya berdarah. Kemudian mendongak menatap tajam lelaki yang memukulnya tanpa alasan itu. Denal lalu berdiri, mengatur keseimbangannya sejenak, dan memberikan balasan pukulan pada wajah lelaki itu.

"Apa maksud lo mukulin gue tanpa alasan?" tanya Denal dengan suara beratnya.

Risan mengelus sejenak pipinya yang berdenyut akibat pukulan Denal. Menunjuk lelaki itu dengan tajam, "lo bener-bener gak tau diri, pengecut"

Denal yang tak terima dirinya dikatakan pengecut pun mulai emosi, ia melayangkan tangannya untuk kembali memukul Risan, tapi terlambat lelaki itu lebih dulu menendangnya hingga dirinya terkapar di lapangan basket. Semua siswa mulai ricuh ketika melihat pangeran sekolah mereka dipukul oleh siswa asing.

Juna dan Dani segera menahan Risan yang mulai mengambil ancang-ancang untuk kembali memukul Denal. "Tenang bro. Kita kesini cuma untuk kasih Denal pelajaran, bukan mau membunuhnya. Lo mau kita di pukul abis-abisan sama Nada kalau pacarnya kenapa-napa" jelas Juna sambil menepuk pundak Risan.

Real Dream (END)Where stories live. Discover now