Limabelas - (Memalukan)

562 32 0
                                    

.

.

.

Nada melepaskan pelukannya lalu menatap wajah menyesal kekasihnya dengan mata sembabnya. Ah dia terlalu banyak menangis sampai matanya menjadi sipit. Rasanya ia ingin menangis lagi. Setelah mendengar penjelasan Denal. Denal tak salah, tapi ia dengan egoisnya tak ingin mendengar penjelasan Denal. Kasihan lelaki itu, sudah mendapatkan pukulan dari Risan, sampai sini juga ditolak olehnya.

"Maafin aku yah" gumam Denal lembut. Nada mengangguk pelan,"iya gue juga yang salah karena gak mau dengerin penjelasan lo, dan dengan bodohnya menangis tanpa mastiin kalau semuanya betul atau gak"

"Gak papa. Hmm ngomongnya bisa aku kamu aja gak" Nada menunduk malu sambil mengangguk malu. Denal hanya terkekeh melihat tingkah kekasihnya.

Seketika Nada mendongak. Ia baru mengingat sesuatu. Cepat-cepat ia berdiri. Lalu berjalan ke tempat kotak P-3K. Membuat Denal terheran dibuatnya.

Gadis itu kembali dengan membawa baskom kecil berisi air dan kotak P-3K yang diambilnya tadi. Ia menyuruh Denal untuk duduk di ranjang UKS. Sedang dirinya sibuk dengan kotak tersebut.

"Angkat muka kamu" Denal menurutinya. Nada mulai membersihkan sisa darah di ujung bibir lelaki itu dan mengompres wajahnya yang sedikit membiru.

"Aww pelan-pelan"

"Keterlaluan memang Risan. Kalau sampai wajah kamu kenapa-napa gimana. Dia bisa ganti iya?" omel Nada seperti ibu tiri. Sepertinya gadis itu telah kembali ke mode monsternya.

"Gak papa sayang. Aku juga kalau jadi Risan pasti kayak gitu"

Nada memberikan deathglear pada lelaki itu "kenapa kamu jadi belain dia"

"Eh iya-iya Risan salah kok"

"Kamu juga salah"

"Ah itu maksud aku kita berdua salah" ucap Denal takut-takut. Bisa-bisa ia dihadiahi pukulan lagi di dadanya dari gadis itu. Karna menurutnya lebih baik pukulan dari Risan, biarpun sakit itu sudah jelas dari laki-laki, lah ini pukulan Nada sudah sakit dari perempuan lagi.

"Denal. Clara tinggal dimana?"

"Kenapa memangnya?"

"Aku pengen gampar wajahnya karena udah berani ngerebut kamu dari aku. Enak aja dia pikir aku ini takut sama dia" Denal langsung gelagapan mendengar ucapan menakutkan kekasihnya.

"Gak perlu sayang, aku udah kasih pelajaran sama dia kok"

"Kamu udah tapi aku belum"

"Iya tapi kan mending gak perlu balas dendam. Doakan yang terbaik aja, supaya dia baik-baik selalu"

Mengerucut bibirnya sejenak lalu menangguk, "iyadeh"

.

.

.

Denal melirik kekasihnya yang tengah asyik menonton di ponselnya. Matanya yang masih sembab itu fokus pada layar ponsel milik Denal, entah apa yang dilakukannya. Denal pun merangkul bahunya dan memberinya kecupan singkat di pipi.

Saat ini mereka sedang berada di rumahnya  Denal. Tadi setelah aksi maaf-memaaf, lelaki itu memilih membawa kekasihnya ke rumah setelah terlebih dahulu meminta izin pada wali kelasnya dengan alasan tidak enak badan.

"Lagi apaan sih. Serius amat" ucap Denal memecahkan keheningan.

Mata gadis itu tetap pada layar ponsel sambil menjawab pertanyaan kekasihnya, "nonton Drakor"

"Judulnya apa?" Nada memutar bola matanya, ketika Denal terus mengganggunya dengan pertanyaan tak berguna tersebut.

"Tau ah Denal. Jangan ganggu aku" Denal tersenyum geli melihat raut kesal gadis itu. Sangat menggemaskan, pikirnya.

Real Dream (END)Where stories live. Discover now