-2-

2.1K 240 25
                                    


Aku hanya kembali, namun tidak pernah merasa pulang.

Jam menunjukan pukul 5 pagi saat aku terbangun karena bunyi ketukan pintu kamarku yang sebenarnya hanya diketuk pelan, tapi tetap saja membuatku terbangun meskipun aku baru tidur tiga jam lalu.

"Aden, bangun den! Sudah pagi" terdengar suara yang sangat familiar melebihi suara kedua orangtuaku atau bahkan adikku. Suara yang terdengar lembut seolah sosok pemiliknya tidak pernah sekalipun merasa marah. Tapi menurut pengalamanku memang beliau tidak pernah marah sekalipun. Ahh... pernah, pernah sekali, dan aku tau betul apa alasannya.

Itu Pak Iman, sopir keluarga kami. Namanya memang terdengar kurang familiar dikalangan orang-orang korea. Jelas saja karena Pak Iman merupakan orang Indonesia aseli. Beliau sudah bekerja pada ayahku bahkan sebelum ayahku menikah dengan ibuku. Umurnya sudah menginjak lima puluh tahun lebih, dan 17 tahunnya dia habiskan untuk mengurusku, tanpa menikah, tanpa berkeluarga.

"Aden kan udah bapa anggap anak bapa sendiri, ganteng nya saja sudah mirip begini." Ucapnya dengan nada jenaka dengan senyum renyah yang menghiasi wajah keriputnya. Sebuah kalimat yang selalu membuatku merasa memiliki seseoranng yang perduli dan bahagia atas kehadiranku. Bukan orangtuaku bukan adiku, tapi Pak Iman.

"Iya pak, Felix udah bangun ini, bapa tunggu dibawah saja." jawabku sedikit terlambat karena sedikit melamunkan bagaimana kisahku 17 tahun kebelakang ini. Tidak terlalu indah untuk di ingat-ingat, dan tidak terlalu menarik untuk diceritakan.

Jika biasanya aku bisa bangun sekitar jam enam pagi atau bahkan lebih saat berada di Indonesia, tapi disini tidak. Ada orang-orang yang harus kuhindari setiap pagi. Bukan karena aku membenci mereka, tapi karena aku hanya akan merusak suasana sarapan pagi dari sebuah keluarga yang harmonis. Aku ini sangat tahu diri, cukup aku membuat mereka tidak nyaman dengan kehadiranku disini, jangan sampai aku juga menghilangkan selera makan mereka, sarapan pagi itu sangat penting. Pak Iman yang bilang.

Sudah lebih dari seminggu aku berada di rumah ini, tapi tetap saja belum terasa nyaman dan terbiasa. Padahal dulu aku memang tinggal disini, setidaknya sampai umurku menginjak usia sembilan tahun. Keadaan ku belum seburuk sekarang jika dibandingkan dengan delapan tahun lalu, aku masih dianggap sebagai anak meskipun terkadang diacuhkan. Aku masih mendapatkan fasilitas yang sama dengan adiku, aku masih bisa meminta makananyang aku mau, dan mainan yang saatitu sedang menjadi trend.

Tapi kembali lagi, aku selalu tidak beruntung. Tidak mungkin seseorang dibeci tanpa alasan bukan? Hari-hariku sebagai anak angkat yang tidsk tahu diri dimulai sejak hari itu.

******** 

Aku dan adiku Seungmin seperti biasa sedang memakan bekal yang sudah disiapkan asisten rumah tangga keluarga kami untuk jam istirahat, agar kami tidak jajan sembarangan, karena itu berbahaya, atau apalah aku tak ingat karna itu sudah lama sekali. Aku menikmati makananku dengan lahap seperti biasa, tapi seungmin nampaknya kurang suka dengan menu makanannya hari ini, terlihat dari dia yang hanya memainkan makanannya saja tanpa ada yang masuk kemulutnya sama sekali.

Maka akupun bertanya apa alasannya, karena tidak biasanya Seungmin memainkan makanan kesukaannya.

"Umin kenapa? Ngga enak, atau ada batu di nasinya? Mau tukar dengan Felix?" Aku tidak lagsung mendapatkan jawaban dari mulut Seungmin, tapi kemudian dia mengambil sebuah kertas dari dalam tas nya,aku tahu betul itu apa, kertas ulangan Bahasa inggris yang baru saja dibagikan.

"Lixie sayang pada Umin kan? Tukar ya, nilai umin jelek, nanti Umin dimarahin Mamah, Lixie tidak kasihan pada Umin?" Jawabnya yang ternyata diluar prediksiku.

Wajar saja Seungmin takut dimarahi, karna memang ibu kami sangat serius jika menyangku dengan hal-hal yang berkaitan dengan sekolah dan pendidikan kami. Mamah yang marah bukan hal yang baik, dan sulit untuk diterima bagi kami saat itu. Akupun takut, jadi aku pun menolak permintaan Seungmin saat itu. Berharap bahwa Seungmin pun akan mengerti keadaan ku. Tapi ternyata tidak.

Dia berlari kearah loker dan mengambil tas ku yang berada di dalamnya. Kemudian mengambil kertas yang sama seperti yang dia pegang, kemudian menukarnya. Aku tentu saja kaget, aku tidak berpikir Seungmin akan sejauh itu, akupun berusaha merebut balik hasil ulanganku. Harusnya aku mengalah saja saat itu.. harusnya.

Tapi tetap saja, apa yang bisa dipikirkan oleh anak umur sembilan tahun yang sama-sama takut dimarahi ibunya. Maka aku tidak sengaja mendorong tubuh seungmin demi merebut hasil ulanganku yag berada di tangannya, namun ternyata hal buruk terjadi. Seungmin terjatuh kebelakang dan kepalanya membentur sudut loker yang tajam dengan cukup keras. Dia pun terjatuh dengan mata yang sudah tertutup dan darah dikepalanya.

Pihak sekolah langsung menghubungi orangtuaku, kami langsung melarikan Seungmin kerumah sakit, saat itu keadaan belum menjadi semakin buruk, aku sangat bersyukur dalam hati, sekaligus merasa sangat bersalah pada adiku.

Dan ternyata tuhan sangat baik, Seungmin sadar dengan cepat, aku sangat bahagia dan sangat bersyukur karenanya. Tapi ternyata satu kalimat yang yang keluardari mulut sungmin saat itu merubah derastis kehidupanku. Dia berkata bahwa aku sengaja mendorongnya karena aku tidak suka padanya. Satu tamparan keras saat itu memecah keheningan, caci maki tentang anak angkat yang tak tau diri menggema ditelingaku. Tak ada kesempatan menjelaskan, taka da kekuatan untuk membela diri.

Dan akhirnya aku dikirim pindah ke Indonesia bersama Pak Iman, tujuannya agar mereka tidak perlu melihatku setiap harinya, si anak angkat yang tidak tahu diri. Si kakak yang menyakiti adiknya sendiri.

*********

Aku kira akan selamanya menetap di Indonesia bersama Pak Iman, tapi ternyata tidak. Dua bulan lalu aku mengalami sebuah kecelakaan yang menyebabkan tulang kakiku retak dan berakhir dengan sebuah operasi. Kedua orangtuaku terpaksa menjemputku untuk kembali ke korea bukan karena mereka khawatir dengan keadaan ku, tapisupaya mereka tidak dianggap orangtua yang menelantarkan anaknya oleh orang-orang.

Kehadiranku dirumah ini selalu disambut dengan tatapan yang penuh dengan ketidak sukaan, terutama dari adiku Seungmin, dan itu menjadi semakin parah pagi ini.

Karena salah satu teman sekolahnya, yang setiap hari menjemputnya untuk berangkat sekolah tiba-tiba mengabaikan omongan panjang lebar dari Seungmin pagi ini karena terlalu sibuk memandangi seorang anak laki-laki yang sedang mengikat tali sepatu di depanya.

Ya tepat sekali, anak laki-laki yang sedang mengikat tali sepatunya adalah aku, Lee Felix. Dan seseorang teman yang terus memandangiku adalah Seo Changbin, yang merupakan teman kesayangan dari adiku Seungmin.

Seo Changbin ( Teman kesayangan Seungmin)

Seo Changbin ( Teman kesayangan Seungmin)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Désolé - Changlix -Where stories live. Discover now