9. masa yang indah

3.1K 159 35
                                    

Terkadang bersamamu membuat ku lupa akan waktu

°°°°
Masih kamar Farel

"Segaaar."
kata yang keluar dari gadis itu, setelah satu jam lamanya bergelut dengan percikan air, membuat sang tuan rumah jengah menunggu.

Pintu terbuka, tatapan dingin mengarah pada Larisa.

"Mandi apa tidur bego." ucap Farel sinis.

"Tidur, pinter." sengaja menekan kata akhir dari ucapannya, ingin adu mulut tapi lawannya adalah beruang kutub, yang ada nanti dirinya sendiri akan semakin kesal.

Kini berganti Larisa yang berbaring di kamar Farel, sengaja menatap langit-langit kamar Farel yang didesain seperti melihat rotasi bintang di angkasa, dingin AC membuatnya bergelung nyaman dengan selimut dan berakhir terlelap.

°°°
"Cantik." ucap Farel saat baru saja keluar dari kamar mandinya, tatapannya mengarah pada gadis yang sejak tadi terlelap, mengelus pelan dahi putih tanpa goresan, tak lama elusan itu berubah menjadi jitakan keras membuat sang empu terbangun meringis.

"Ihh sakit,, hobi banget sih jitakin gue." tangannya mengusap bekas merah dahinya, mulai duduk walaupun matanya masih terasa sangat berat.

"Ngebo Mulu, gue anter pulang."

Larisa kesal, kakinya ia hentakkan dengan malas menatap pria dingin yang berdiri tegap dengan tampang tak berdosannya.

"Udah dingin, ngeselin, datar Mulu mukanya." bibirnya tetap menggerutu pelan.

"Gue denger bego." Tatapannya tetap mengarah kedepan.

Sepi, seperti tak berpenghuni gambaran rumah Farel saat ini, hanya ada beberapa pekerja yang sibuk membereskan rumah.

"Bunda keluar sama ayah." Ucap Farel yang bisa menebak ekspresi bingung Larisa.

Keheningan dalam mobil membuat suara sepelan apapun akan tetap terdengar. seperti saat ini, suara perut Larisa yang berdemo, namun tak berhasil membuat perhatian Farel teralihkan. Sungguh makhluk apakah disampingnya ini.

"Turun!" ucap Farel datar, setelah beberapa menit tak ada pembicaraan yang keluar.

Namun Larisa tetap diam, menatap kosong pandangan di luar, pintu terbuka secara tiba-tiba membuat ia terkejut, menandakan dirinya sedari tadi melamun.
Farel yang kini menunduk mencoba melepaskan sabuk pengaman Larisa, membuat gadis itu diam, menatap Farel yang begitu dekat dengan wajahnya membuat jantungnya bekerja semakin keras.

Tarikan pada pergelangan tangan sangat lembut hingga tak sadar dirinya sudah memasuki cafe yang berdesain sangat elegan dan mewah.
Semua perabotan yang terbuat dari kayu, dinding ber cat cokelat muda, pemandangan berupa pohon-pohon bambu kecil meliuk indah tertiup hembusan angin, menambah kesan homy cafe ini.

"Pesan apa?" tanya Farel, menyodorkan deretan menu yang tersedia.

Perasaan gadis itu kini tak karuan, senang luar biasa itulah gambarannya, dirinya juga merasa bingung mengapa harus senang dengan situasi ini.

Jari telunjuk itu terus meneliti kebawah mencoba mencari apa yang dinginkan oleh perutnya.

"Salad buah sama milk shake." Putus Larisa.

Waiters kini telah bertanya pesanan kedua remaja itu.

"Pesan apa?" ucapnya sangat ramah, bahkan waiters menampakkan senyum manisnya.

"Beef steak , potato chips, chicken nugget, milk shake, lemon tea." Pesan Farel, menutup buku menu itu.

Larisa menatap Farel bingung, untuk siapa makanan sebanyak itu, lantas kemana kah salad buahnya.
Dirinya juga bingung mengapa sang waiters sejak tadi menampilkan senyumannya.

"Mbak, kenapa senyum Mulu sih?" tanya Larisa geram sebelum waiters itu pergi, tak dipedulikan lagi salad buahnya.

"Seneng dong bisa ketemu model ganteng, mas Farel kan ya? boleh minta foto-nya mas?"

Bahkan sang waiters kini terlihat seperti anak kecil yang sedang minta es krim pada kakak-nya.

Tanpa menunggu persetujuan Farel, waiters itu menyodorkan ponselnya meminta agar Farel memegang lantaran selfie bersama.

Tujuan utama Larisa kesini adalah untuk makan bukan untuk menunggu acara pemotretan dadakan. Lebih kesalnya apakah dia tak mengenal bahwa dirinya juga seorang model.

Setelah menunggu 15 menit lamanya, tatapan takjub Larisa berikan pada hidangan yang sudah disajikan membuat tak sabar untuk segera melahapnya, tapi bagaimana jika ia akan gemuk dengan semua itu.

"Makan!" ucap Farel.

Melihat gadis itu masih melayang dengan pikirannya membuat Farel sedikit geram.

"Badan udah kayak tusuk sate masih aja diet bisa kurang gizi Lo." Tandas Farel, tangannya mulai sibuk dengan ponselnya.

Ucapan yang cukup menohok hati Larisa, kini garpu dan pisau telah berada dalam genggaman nya dan mulai memotong beef steak yang sejak tadi menggoda ingin segera di santap.

Niat nya hanya memakan beberapa suap untuk mengganjal rasa lapar ia urungkan bahkan hidangan itu telah dihabiskan sendiri, tidak memperdulikan Farel yang hanya meminum lemon tea saja.

"Gak makan berapa hari neng, itu piringnya sekalian dihabisin!" senyuman tipis kembali terukir di wajah Farel.

"Ihh gue tu biasanya gak makan sebanyak ini tau gak, Lo sih pesan banyak kan kebuang sia-sia kalau gak dihabisin." Bela Larisa.

Tanpa sadar Farel mengelap ujung bibir Larisa dengan jarinya, membuat beo cantik itu kini terdiam.

"Makan yang bener." Seraya menurunkan tangannya.

Sentuhan hangat itu masih terasa jelas di birbirnya, pikirannya melayang mencoba mencerna apa yang terjadi.

"Ayo pulang." Ajak Farel setelah membayar pesanannya.

Rasa canggung Larisa rasakan saat ini, sedangkan Farel seperti tak terjadi apa-apa.

°°°

Purnama bercahaya terang mengalahkan sinarnya bintang, hawa dingin tak membuat pria dingin itu merasa terusik.

Kini Farel berdiri di balkon kamarnya, menatap foto gadis cantik yang pergi tanpa jejak sejak 2 tahun yang lalu.

Rasa rindu itu kini sudah mulai mengering, mencoba untuk melupakan semua kenangan indah bersama gadis itu.

Satu hal yang ia harapkan saat ini, semoga gadisnya yang dulu selalu baik-baik saja.

"I Miss you sya." Ucap Farel pelan, memasukkan ponselnya ke dalam saku, begitupun dia sendiri juga masuk kedalam kamarnya.

***

Satu kata buat part ini?

Cerita ini gak bakalan berarti tanpa kalian );

See you
next chapter?

Larisa and The Ice BoysWhere stories live. Discover now