52. Tuan Puteri

914 65 27
                                    

Jangan menyuruhku pergi, karena kata itu terlalu menyakitkan untuk ku dengar
-Farel putra wijaya-

***
Hari semakin sore, semburat jingga kini terlihat dari jendela kamar Larisa, gadis itu tengah membersihkan dirinya di kamar mandi, seorang lelaki yang masih setia menemani gadisnya tengah duduk di atas tempat tidur Larisa seraya memainkan ponselnya.

Perasaan nya kini lebih tenang karena masalah pertengkarannya sudah berhasil ia selesaikan.

Ceklek,,,

Suara pintu kamar mandi terbuka menampilkan gadis manis yang kini nampak segar dengan baju santai bermotif panda itu nampak lucu di tubuh Larisa, Farel sepertinya belum menyadarinya, Larisa dengan susah payahnya karena belum terbiasa memajukan kursi rodanya hingga berada di depan lelakinya.

"Rel,,udah?" Ucapnya tepat di hadapan lelaki itu.

Farel mendongakkan kepalanya, lantas memasukkan ponsel itu ke dalam sakunya.

"Udah makan?" Tanya Farel lembut, tangannya mengelus pelan tangan putih gadisnya.

"Belum."

Terdengar geraman pelan dari bibir Farel, tanpa banyak berkata lelaki itu segera merendahkan tubuhnya, jongkok di hadapan Larisa.

"Naik," perintah yang terdengar begitu dingin memasuki pendengaran.

Tanpa mengeluarkan rengekannya Larisa segera mengalungkan tangannya ke leher kekasihnya, tubuh ringannya berada di atas punggung kekasihnya, Farel membawanya menuruni tangga dan menuju dapur.

Di sana terlihat bi Inah tengah menyiapkan beberapa makanan untuk menu makan malam, namun masih banyak yang belum terselesaikan, di atas meja hanya tersedia nasi dan sup jamur yang asapnya masih mengepul.

Farel mendudukkan Larisa di atas kursi dengan sangat pelan, lantas lelaki itu beranjak mengambil mangkuk kecil untuk memindahkan sedikit supnya agar cepat hangat.

Setelah menuangkan sedikit sup kedalam mangkuk kecil, kini langkahnya menuju keranjang buah yang berada di hadapan Larisa.

"Mau jus apa?" Tawar Farel lembut.

"Apel," jawabnya antusias.

Farel segera mengambil dua buah apel dan mengupasnya, tangan kokohnya terlihat lihai memegang benda tajam itu, potongan apel yang terlihat begitu rapi padahal nantinya akan di masukkan kedalam blender.

Larisa tak henti-hentinya menatap punggung lelakinya, garis rahangnya seolah terpahat dengan indah, lengan kemeja yang di gulung keatas membuat penampilannya semakin keren saja.

Lama bergelut dengan lamunannya hingga tak sadar jika yang dipandang kini sudah berada di hadapannya.

"Lihatin apa?" Tangan Farel yang sejak tadi dipandang Larisa, kini berada diatas kepalanya dan mengacak pelan surai hitamnya.

Larisa tersenyum menghilangkan kegugupannya, mulutnya terbuka kala Farel menyuapkan sesendok nasi, kali ini Larisa benar-benar diperlakukan seperti seorang ratu, mulutnya tak dibiarkan kotor oleh sang raja, belepotan sedikit saja tangan Farel akan dengan sigap mengelapnya.

Larisa and The Ice BoysWhere stories live. Discover now