30. Baikan

2.2K 105 11
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu, Larisa masih belum meninggalkan SMA Nusa Bangsa, ia masih berdiam di kelas, menunggu Farel selesai dengan latihan basketnya, ia sengaja tidak ke lapangan karena matanya sangat muak melihat muka Icha di sana.

Keindahan sinar jingga menjadi pemandangan Larisa di jendela kelasnya, alunan musik location mengiringi keheningan yang tercipta, tangannya mengetuk-ngetuk pelan kaca di depannya mencoba menghilangkan rasa bosan.
Larisa tidak ingin mengabaikan Farel lagi, mungkin benar, bukan sepenuhnya salah lelakinya, jadi sore ini Larisa ingin hubungannya dengan Farel membaik seperti sebelumnya.

45 menit sudah Larisa berdiam di depan jendela, dari kejauhan terlihat beberapa siswi keluar dari arah lapangan basket, sudah bisa ditebak jika latihan sudah usai, Larisa turun dari meja yang didudukinya, ya sejak tadi gadis itu bukan duduk di atas kursi melainkan di atas meja.

Langkahnya sedikit ragu menghampiri kekasihnya yang kini tengah berjalan di koridor kelas menuju ruang ganti laki-laki, beruntungnya Farel tidak bersama temannya, mungkin mereka masih berduduk ria di tengah lapangan mengistirahatkan otot-ototnya.

Farel yang hendak berbelok ke ruang ganti dikejutkan dengan seorang gadis yang rambutnya di biarkan tergerai, kepalanya menunduk ke bawah dan kedua tangannya di rentangkan menghadang lelaki di depannya, siapa lagi jika bukan Larisa, gadis yang sangat dirindukan lelakinya.

"Maaf." Satu kata yang keluar dari bibir Larisa, kepalanya terus menatap ke bawah, kedua tangannya sudah diturunkan.

Farel memandang dingin gadis di depannya, tangannya terulur menyentuh dagu Larisa, membuat kepala gadisnya kini tidak lagi menunduk.

"Harusnya aku yang minta maaf." Ucap Farel seraya mengelus pelan pipi Larisa, tatapannya mulai menghangat.

"Harusnya aku percaya sama kamu, bukannya percaya sama foto sialan itu." Terlihat jelas masih terselip kekesalan di mata gadisnya.

Lelaki itu sedikit menarik garis bibirnya keatas, hanya sedikit mungkin Larisa tak menyadari jika kekasihnya tengah tersenyum saat ini.

Farel mengacak rambut gadisnya, mendorong pelan agar gadis itu duduk di kursi yang terletak di pojok depan ruang ganti, Larisa faham maksud Farel, ia disuruh agar menunggu Farel yang akan mengganti baju yang basah akan keringat.

Garis senyum Larisa tak pernah luntur dari wajahnya, gadis itu merasa senang lantaran hubungannya dengan Farel sudah seperti sebelumnya.

Farel yang baru saja keluar ruang ganti, menggandeng Larisa untuk menuju parkiran, keadaan sekolah yang sudah sepi membuat keduanya tak harus menyembunyikan keromantisannya.

"Bawa mobil?" tanya Farel begitu singkat.

"Bawa, itu di pojok." Jari telunjuknya mengarah ke titik dimana mobilnya terparkir.

Farel menghubungi seseorang, dan tak lama meminta kunci mobil Larisa lantas menyerahkannya pada lelaki paruh baya yang baru saja datang.

"Pulang bareng, Bunda ngajak kamu makan malam di rumah." Terang Farel yang mengetahui jika gadis disampingnya mulai merasa kebingungan.

Memang sejak pagi tadi Bundanya menyuruh agar mengajak Larisa ke rumah, namun Farel belum bercerita jika sebelumnya hubungannya dengan Larisa sedang ada masalah, dan baiknya sekarang ia sudah bisa mengajak Larisa ke rumahnya sehingga Farel tak harus menjelaskan kepada wanita paruh baya itu.

"Beneran? Tante Wirna nyuruh aku makan di sana?" Mata Larisa berbinar, seperti anak kecil yang baru saja di belikan mainan oleh ibunya.

Farel tak menanggapi gadisnya, lelaki itu memilih masuk ke dalam mobilnya, meninggalkan Larisa yang kini mulai kesal lantaran diacuhkan begitu saja.

°°°
Sang mentari sudah berada di sisi barat, bahkan kini sudah terlihat separuhnya saja, hari sudah semakin sore, dan jalan raya terlihat begitu sesak lantaran saat ini adalah jam-jam pulang kerja membuat Farel tak bisa melajukan mobilnya dengan kecepatan standar.

Larisa yang malas sekali menatap pemandangan di depannya memilih menatap lelaki di sampingnya, daripada ia harus menatap jejeran mobil lebih baik ia memandang kekasih tampannya.

Tepat setengah enam keduanya tiba di rumah Farel, Larisa yang sudah merasa pegal berlama-lama duduk, segera saja ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam rumah bernuansa putih itu bersama kekasihnya.

"Hei,,cantik baru nyampek." Sapa Bunda Farel hangat.

"Iya Tante." Jawab Larisa seraya menampilkan senyum manisnya.

"Yaudah bersih-bersih dulu sana, capek pasti ya." Titah Wirna seraya bangkit dari duduknya dan bersiap menuju dapur.

Larisa mulai melangkah menaiki tangga mengikuti Farel yang berjalan lebih dulu, tanpa rasa ragu gadis itu ikut masuk ke dalam kamar kekasihnya.

Gadis itu membaringkan tubuh lelahnya di atas ranjang lelakinya, Farel duduk di samping gadisnya, menyingkirkan helaian rambut yang menutupi mata Larisa.

Selang beberapa menit Farel beranjak dari duduknya, dan memilih untuk menyegarkan tubuhnya.

Larisa yang tak ingin dirinya terlelap memilih bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju balkon kamar lelakinya.
Pemandangan kota dengan penerangan lampu terlihat begitu menarik, ramainya jalan di gelapnya langit malam yang menunjukkan kesibukan warga ibu kota, Larisa tetap betah memandangnya, bahkan hawa dingin tak dihiraukannya.

Sebuah tangan bertengger manis di pinggangnya, bau mint mulai menyeruak di indra penciuman, Larisa menolehkan pandangannya dan langsung berhenti lantaran hidungnya bersentuhan dengan hidung lancip kekasihnya, Larisa terpaku dengan wajah dingin lelaki di depannya.

Farel mulai gemas sendiri dengan gadisnya, ia memajukan bibirnya lantas mencium pelan hidung Larisa.

"Mandi gih sana." Ucap Farel, seraya melepaskan pelukannya dari gadisnya.

Larisa mengangguk pelan dengan pandangan yang sulit diartikan, bisa saja pikiran gadis itu masih melayang lantaran tindakan manis kekasihnya.

°°°
Meja makan yang lumayan luas hanya terisi empat orang saja, bermacam-macam hidangan tersaji begitu lengkap, padahal Bunda Farel memasaknya seorang diri, rumah ini juga memiliki koki sendiri namun wanita paruh baya itu ingin membuat makan malam sepesial lantaran Mr. Wijaya baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya.

Larisa yang tadinya berniat membantu ter-urungkan lantaran makanan sudah siap begitu cepat.
Gadis itu kini duduk manis di samping kekasihnya, rasa canggung mulai hinggap di dirinya lantaran Mr. Wijaya sejak tadi memandangnya.

"Ini yang namanya Larisa?" Mr. Wijaya mulai membuka obrolan, lelaki paruh baya itu masih terlihat tampan seperti putranya, namun garis wajah Mr. Wijaya terlihat lebih ramah dibandingkan Farel yang terlihat begitu dingin.

Larisa mengangguk pelan, bingung harus merespon seperti apa dirinya.

"Pinter juga kamu nyari pacar Rel," lanjut ayahnya seraya menatap putranya yang memasang ekspresi datarnya.

"Larisa nya diambilin nasi juga dong Rel," Ucap Wirna yang melihat Farel hanya mengambil nasi untuk dirinya sendiri.

"Loh kok cuma dua sendok Rel?" tanya Wirna ketika putranya hanya menaruh sedikit nasi di piring Larisa.

"Diet dia Bun," ucap Farel dengan entengnya.

Sontak Larisa mencubit lengan Farel, bagaimana bisa lelakinya berkata seperti itu di depan Tante Wirna dan Mr. Wijaya, membuat dirinya malu saja.

Dua orang paruh baya itu hanya mampu tersenyum melihat tingkah remaja di depannya.

Makan malam berlangsung dengan obrolan-obrolan ringan, selepasnya Farel langsung mengantarkan gadisnya pulang agar tak semakin larut.

***

Makasih banyak buat yang udah baca :*

Vote dan komentarnya jangan lupa ya :"

Oh ya, maaf bukannya banyak minta, kalau komentar jangan cuma next doang dong :" kasih semangat juga :)
Pendapatnya tentang cerita ini juga boleh banget :)

Tandai jika ada typo

See you

Larisa and The Ice BoysWhere stories live. Discover now