22. Sunday

2.2K 103 14
                                    

Entah mengapa aku tak rela melihatmu bersama lelaki lain selain diriku.

***
Secercah cahaya masuk ke dalam kamar Larisa, membuat sang empu sedikit terusik, dan memilih bangkit dari tidurnya, membersihkan diri agar rasa malas segera pergi dari tubuhnya.

Duduk termenung di atas ranjang dan menatap keadaan luar dengan jendela kamar yang terbuka adalah kebiasaan barunya. Gadis ini merasa bosan, jika saja dirinya mempunyai pacar mungkin ia bisa keluar, nonton bioskop, atau mungkin hanya sekedar duduk-duduk di taman.

Tangannya meraih benda pipih dan membuka salah satu notif dari sekian banyak notif, yang kebanyakan berisi komentar dari para penggemarnya, dibukanya sebuah pesan dari Nathan, teman sekelasnya sekaligus kapten basket Nusa Bangsa yang pernah mengajarkan Larisa cara bermain basket dengan benar.

Nathan:
Ris, keluar yuk?

Satu pesan yang sangat jelas tanpa ada basa-basi di dalamnya, baru pertama kali ini ada teman sekelasnya yang berani mengajaknya keluar dengan mengirimkan chat pribadi ke pada Larisa, bahkan gadis ini juga bingung ketika Nathan yang baru pertama kali mengirimkan pesan dan langsung saja mengajak keluar, memang saat ini Larisa ingin pergi namun tidak dengan Nathan, gadis ini akan merasa kurang nyaman jika berpergian dengan sosok yang tak begitu dekat dengannya.

Larisa:
Kemana?

Hanya dalam beberapa detik langsung mendapat balasan dari sang penerima.

Nathan:
Kemana aja, 10 menit lagi aku jemput.

Padahal Larisa belum mengiyakan ajakan lelaki itu, tapi Nathan justru sudah mengambil kesimpulan sendiri, bahkan dari mana dia mengetahui alamat rumahnya, mungkin dari teman sebangkunya siapa lagi jika bukan Clara yang memberikan itu.

Segera saja Larisa mengganti pakaiannya dengan kaos lengan pendek berwarna putih, celana jins yang panjangnya sedikit di atas lututnya, serta jaket Levis berwarna denim dan sepatu sneaker putih.

Terdengar suara bel pintu berbunyi, dan tak ada yang membukakan pintu lantaran bi Inah masih berada di pasar, dan Mama nya yang tidak ada kata libur untuk pergi ke kantor.

Larisa segera turun dan membuka pintu, namun sosok yang dilihatnya bukanlah Nathan, melainkan lelaki dingin yang belakangan ini membuat hatinya berdebar.

"Faa,,rel?" sapa Larisa sambil terbata.

"Mau keluar?" tanya Farel tanpa basa-basi, karena gadis dihadapannya sudah rapi, dan terlihat jelas setelan yang di gunakan bukanlah setelan rumahan.

Larisa hanya menganggukan kepalanya, entah mengapa dirinya gugup saat ini, seperti pacar yang sedang kepergok akan selingkuh.

"Sama siapa?"
Pertanyaan yang membuat Larisa semakin enggan menjawabnya.

Kedua remaja itu mengalihkan pandangannya saat terdengar derum mobil Pajero berhenti di halaman rumah Larisa, dan pintu mobil terbuka mampu menjawab pertanyaan Farel.
Nathan melangkahkan kakinya dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya.

"Eh ada Farel, hai Rel." Sapa Nathan dengan sangat santai, bahkan tidak ada embel-embel sebutan kak dalam sapaannya, padahal sudah jelas-jelas Farel kakak kelasnya bahkan ketua OSIS Nusa Bangsa.
Jika saja itu Larisa yang memanggilnya, Farel tak akan mempermasalahkan hal itu, karena sudah biasa terdengar di telinganya.

Namun saat ini bukan itu yang terpenting, hatinya bertanya-tanya kemanakah Larisa dan Nathan akan pergi, terbesit rasa kesal di hatinya ketika gadis yang sudah mampu sedikit meluluhkan sifat dinginnya, kini gadis itu akan pergi bersama lelaki lain.

Ingin sekali Farel melarang Larisa pergi, namun apa dia berhak berlaku seperti itu.

"Ayo Ris, keburu makin siang ntar." Ucap Nathan.

Tanpa mengeluarkan satu katapun Farel pergi meninggalkan keduanya, derum mobil Lamborghini mulai menjauhi halaman rumah Larisa.

Rasa bersalah hinggap di hati Larisa, padahal di sini dirinya tak bersalah, dia tidak tau jika Farel akan datang, dan mengapa lelaki itu pergi begitu saja, apakah cemburu?

Sebuah tangan menggenggam jemarinya membuat Larisa menolehkan pandangannya, ingin sekali gadis ini membatalkan kepergiannya dengan Nathan dan pergi ke rumah Farel, jika saja ia boleh memilih, sudah jelas gadis ini akan memilih pergi bersama Farel, namun nyatanya tak semudah itu.

Mobil yang dikendarai Nathan mulai membelah ibu kota, jalanan yang terlihat sesak sudah biasa terjadi.

"Mau kemana Ris?" tanya lelaki di sebelahnya.

"Makan aja." Jawab Larisa seadanya, moodnya sedang dalam keadaan tidak baik, pikirannya terus mengarah pada lelaki yang pergi begitu saja.

"Gak mau nonton? ada film bagus loh."

"Lain kali aja ya, nanti siang udah ada pemotretan." Alibi Larisa, padahal tidak ada jadwal pemotretan untuk Minggu ini.

"Yaudah iya lain kali nonton ya!"

Larisa hanya menganggukkan kepalanya, dan pandangannya kembali menatap keluar jendela.

***
Farel Pov

Lelaki yang baru saja sampai rumah itu terlihat menahan amarahnya, aneh sekali bagaimana bisa dia terlihat uring-uringan hanya karena melihat Larisa berasama Nathan.

"Farel, kok udah di rumah? Katanya tadi mau keluar." Sapa Wirna yang baru saja keluar dari dapur dan melihat putranya duduk di sofa, padahal baru saja tadi berpamitan akan keluar.

"Gak jadi." Jawabnya singkat seraya beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju dimana kamarnya berada.

Membuat sang Bunda hanya terdiam heran melihat putranya yang pergi tanpa memberikan penjelasan, mengapa sifat dinginnya tak pernah berubah, sejak gadis yang pergi dua tahun lalu yang mampu membuat Farel betah dengan sikapnya saat ini. Bahkan Bunda nya sendiri rindu dengan kehangatan putranya dulu.

***
Thanks for reading :)
Konflik berat masih di simpan ya, belum saatnya muncul :)

Yang baca sama yang vote beda jauh, jadi gak semangat update :'(

Terimakasih banyak buat yang sudah nyempetin tekan bintang dan kasih komentar penyemangatnya ^^

Tandai jika ada typo ^^

Please vote :')

Komentar dari kalian selalu aku tunggu :)

Larisa and The Ice BoysWhere stories live. Discover now