28. Dia sakit

2.4K 107 8
                                    

Udara berhembus ringan menerpa apa saja yang dilaluinya, cahaya sang mentari yang mengubah hawa dingin sisa-sisa hujan menjadi lebih hangat, tetesan air dari dedaunan menjadikan udara ibu kota lebih sejuk.

Seperti rencananya semalam, pagi ini Farel menjemput gadisnya, lelaki itu baru saja keluar dari pintu mobilnya dan mulai melangkah memasuki rumah Larisa.

Terlihat Widyah Mama Larisa tengah sibuk berkutat dengan peralatan dapur.

"Pagi Tante." Sapa kekasih putrinya.

"Pagi Rel, nyari Larisa ya?" Jawab Widyah tersenyum ramah.

"Iya Tan,"

"Naik aja, lagi demam tuh Rel," terang Mama Larisa.

Farel menganggukkan kepalanya dan mulai melangkah ke kamar Larisa, raut wajah cemasnya berhasil disamarkan dengan baik oleh ekspresi dinginya.

Terlihat gadis cantiknya tengah duduk di kasurnya dengan senderan bantal di punggungnya, tangannya tengah sibuk bermain dengan ponselnya.

Kedatangan Farel masih saja belum disadari Larisa, hingga Farel menarik kursi dari meja belajar gadisnya, dan memposisikan di samping ranjang.

"Fa,,rel," sapa Larisa sedikit terkejut.

"Aku kemaren bilang apa sama kamu?" tanya Farel tanpa menjawab sapaan gadisnya, dengan ekspresi dinginnya membuat Larisa sedikit takut.

Larisa mengingat-ingat kembali apa yang di katakan lelakinya, namun segera teringat akan ucapan yang sangat manis menurutnya.

"Jangan sakit." Cicit Larisa pelan, sebenarnya ia sedikit takut akan ekspresi lelakinya.

"Terus sekarang apa?" Nada suaranya sedikit meninggi, tatapannya seolah menyorot tajam gadis di depannya.

Larisa hanya diam, tidak berani menjawab pertanyaan Farel, hingga sentuhan hangat di pipinya membuat gadis itu kembali tersenyum.

"Udah makan?" tanya Farel, tatapan matanya menghangat.

"Udah kok, udah minum obat juga." Terang Larisa yang tak ingin membuat lelakinya cemas.

Farel hanya mengangguk meng-iyakan, dia melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 06:45.

Farel beranjak dari duduknya, membuat Larisa sedikit kecewa.

"Mau kemana?" tanya Larisa dengan polosnya.

"Sekolah."

"Nanti kesini lagi ya!" perintah Larisa penuh harap.

Farel hanya diam tak menjawab, jelas saja membuat gadis itu marah, dan menahan pergelangan tangan lelakinya.

"Rel, nanti kesini ya?" tanya Larisa sekali lagi, dan masih tetap menahan pergelangan Farel.

Farel melepas pelan genggaman tangan Larisa dari pergelangan tangannya, dan membawa punggung tangan putih gadisnya ke depan bibirnya, mengecup pelan punggung tangan itu.

"Iya." Jawab Farel singkat seraya menurunkan tangan Larisa.

Larisa dibuat tersipu akan tingkah manis di balik sikap dingin lelakinya.

"Hati-hati di jalan! jangan ngebut!" teriak Larisa pelan sebelum lelaki itu benar-benar hilang dari pintu kamarnya.
Dan Farel hanya pergi begitu saja tanpa menjawab perintah gadisnya.

°°°
Teriakan kaum hawa kembali terdengar memenuhi tribun, kapan lagi mereka akan melihat tim basket berlatih sesering ini jika tidak ada perlombaan.
Entah alasan apa, hari ini jam pulang sengaja dipercepat, dan para siswi memilih tetap berada di kawasan Nusa Bangsa untuk meramaikan tribun penonton, apalagi dengan kehadiran Surya dan Kevin yang kini ikut terjun di lapangan membuat teriakan terdengar bervariasi tidak hanya nama Farel yang disebutkan, karena kedua teman gesreknya itu juga memiliki wajah yang bisa dikatakan tampan.

Larisa and The Ice BoysOù les histoires vivent. Découvrez maintenant