30

18.8K 1.2K 304
                                    

"Elf? Peri?" Tanya Rachel.

"Benar, tapi mereka sangat sulit ditemukan. Banyak yang sudah mencoba untuk mencari keberadaan Kerajaan Elf, tetapi hasilnya selalu nihil. Mungkin hanya para leluhur yang pernah bertemu dengan Elf. Bahkan, raja-raja besar pun tak dapat menemui mereka. " Jawab Kael.

Mereka terdiam sejenak sembari berpikir.

"Kalau tidak salah, Kerajaan Elf itu terletak di daerah Lewo. Aku pernah mendengar ini ketika para tetua kerajaanku sedang berbincang." Ucap Arnold yang sedari tadi diam.

"Kenapa tidak bilang dari tadi?!" Kesal Axel kepada Arnold yang hanya dibalas cengiran tak berdosanya.

"Aku baru ingat." Ucap Arnold sedikit datar.

"Sudah-sudah, jangan bertengkar." Ucap Ratu Quisin menengahi.

"Mungkin ini akan menjadi perjalanan yang sangat panjang bagiku. Tidak-kah ini terlalu berat untuk-ku?" Helaan nafas keluar dari mulut Rachel.

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Rachel dan mereka hanya menatap Rachel sedih. Mereka tahu jika ini terlalu berat untuk Rachel yang masih asing dengan semua ini. Tapi inilah jalan satu-satunya agar Rachel menemukan jati dirinya yang sesungguhnya.

Orang tua mana yang tega dipisahkan kembali dengan anaknya setelah terpisah bertahun-tahun dan kini mereka harus berpisah sekali lagi.

"Ayah, Ibu, bagaimana kalau nanti Rachel tidak berhasil? Apakah Rachel akan mati disana?" Rachel tertunduk sedih.

Pertanyaan Rachel lagi-lagi dianggap sebagai angin lalu membuat Rachel merasa ragu, apakah ia harus melakukan perjalanan ini atau tidak.

"Tenang saja, Rachel tidak akan sendirian. Axel, Arnold dan Kael akan menemanimu saat perjalanan." Ucap Ratu Quisin sembari mengusap rambut Rachel.

"Benar, kami akan ikut bersamamu. Tentu saja aku tidak akan membiarkan adik kecilku menemui bahaya sekecil apapun." Axel berucap dengan sungguh-sungguh membuat hati Rachel menghangat.

"Terima kasih." Senyum Rachel perlahan terbit kembali membuat Arnold terpana sejenak.

"Arnold!!" Teriak Axel dengan sengaja.

"E-eh, iya apa?" Arnold terkejut dan gelagapan karena ketahuan memperhatikan Rachel.

"Aku tahu adik tersayangku memang cantik tapi ngeliatinnya biasa aja dong." Semua yang ada di ruangan itu terkekeh mendengar ucapan Axel yang menurut Arnold itu ngawur.

"Baiklah, berhubung hari sudah semakin larut lebih baik kita istirahat dan untuk Kael, kau tetap berada di sini agar saat segel itu kehilangan fungsinya kau sudah siap." Titah Raja Veron.

"Baik."

Mereka mulai meninggalkan kamar Rachel dan sekarang hanya ada Kael dan Rachel saja di dalamnya.

"Kalau kau mengantuk, tidur saja. Aku tidak apa-apa." Rachel memulai pembicaraan.

"Tidak, lebih baik kau yang tidur. Aku tahu kamu sangat lelah hari ini."

"Aku tidak lelah." Sangkal Rachel.

"Tidak perlu berbohong, aku tahu pikiranmu sangat lelah dan tubuhmu juga butuh istirahat. Tenang saja, kamu tidak sendirian disini." Tatapan Kael melembut.

Kamu tidak sendirian disini.

Entah kenapa ucapan Kael mampu membuat air mata Rachel luruh begitu saja. Rachel memeluk Kael erat, dan Kael dengan senang hati menerimanya.

"Aku tahu kenyataan ini terlalu berat untukmu dan kamu belum bisa menerima semua ini begitu saja. Tapi ini semua demi kebaikanmu, Rachel."

"Aku tahu. Aku akan berusaha sebaik mungkin. A-aku hanya takut, Kael."

"Kamu tidak perlu takut, semua orang sangat menyanyangimu dan siap untuk melindungimu, Rachel." Kael menatap manik Rachel dalam.

"Kael..., tanganku..." Rachel merasa jika segel itu mulai tidak berfungsi menyebabkan sedikit mati rasa dan sinar hitam muncul sedikit demi sedikit di tangannya.

Tatapan Kael berubah serius dan dengan sigap membuat Rachel duduk membelakanginya.

Kael menutup matanya dan mengarahkan kedua tangannya ke punggung Rachel dan sinar putih mulai menyelubungi tubuh Rachel mencegah sinar hitam itu semakin menyebar.

Rachel menggigit bibirnya menahan sakit, ia tidak ingin menganggu konsentrasi Kael.

Saat sinar hitam itu perlahan menghilang tiba-tiba jendela kamar Rachel terbuka lebar. Seberkas sinar hitam berukuran sedang melaju dengan cepat menuju Rachel dan menghancurkan sinar putih dari Kael sehingga sinar hitam itu menghantam Rachel dengan keras.

BANG!

Kael yang  sedang berkonsentrasi terkejut dan membuka matanya ketika mendapati adanya hantaman keras yang merusak sinar putihnya.

Kael terbelalak melihat Rachel tergeletak di depannya dengan mulut yang mengeluarkan darah.

"Rachel!" Seru Kael.

Rachel mengerjapkan matanya dan tersenyum kepada Kael. Kael memeluk Rachel erat sembari memberikan tenaga dalamnya kepada Rachel agar dia bisa bertahan.

"Maafkan aku, Rachel." Satu tetes air mata jatuh mengenai pipi Rachel.

"Tidak Kael, ini bukan salahmu dan jangan menangis. Aku tidak apa-apa." Rachel tersenyum menyakinkan Kael.

"Apanya yang tidak apa-apa, Rachel! Kau terluka dan aku tidak menyadari adanya serangan itu!" Kael gagal menjaga Rachel sekali lagi.

"Kael--" ucapan Rachel terputus saat dia tiba-tiba memuntahkan seteguk darah membuat Kael bertambah panik.

"PENJAGA! CEPAT PANGGILKAN TABIB!" Kael berteriak keras dan itu sukses membangunkan semua anggota kerajaan dan membuat mereka mendatangi kamar Rachel dengan tergesa.

"RACHEL!" Raja Veron dan Ratu Quisin berseru kaget dan segera menghampiri Rachel yang masih berada di pelukan Kael. Raja Veron segera membaringkan tubuh lemah Rachel ke ranjang.

"Kael, apa yang terjadi?" Tanya Ratu Quisin sedih sembari membersihkan darah di mulut Rachel.

"Saat segel itu kehilangan fungsinya, aku mulai menyalurkan tenaga dalamku tetapi saat sinar hitam itu hilang tiba-tiba ada sinar hitam lain yang menyerang kami tetapi sinar itu mengincar Rachel. Maaf, aku tidak becus menjaga Rachel." Kael tertunduk sedih.

"Ini bukan salahmu, ini semua salah kami karena tidak memberikan pelindung untuk kamar Rachel." Ucap Raja Veron sembari melihat ke arah jendela yang terbuka lebar.

"Ayah, ibu, Rachel kenapa?" Tanya Axel yang baru datang bersama Arnold.

"Ada yang menyerang kamar Rachel." Jawab Raja Veron singkat karena tabib sudah tiba.

Tabib segera memeriksa Rachel dan raut wajahnya menunjukkan kepanikan membuat mereka berdebar.

"Ada apa, tabib?" Ratu Quisin bertanya dengan hati-hati.

"Serangan itu telah mengenai jantung Putri Rachel." Tabib menjawab dengan lirih.

Raja Veron bergegas memeriksa Rachel dan ternyata membenarkan ucapan tabib.

Mereka tidak ingin mempercayai ini.

"Lalu, bagaimana tabib?" Axel tak bisa menyembunyikan kesedihannya.

"Hamba sudah memberi ramuan untuk Putri Rachel, tetapi ramuan itu tidak menjamin apapun. Ramuan itu bekerja setelah lima jam. Jika Putri Rachel sadar itu artinya dia bisa diselamatkan, tetapi jika Putri Rachel tetap tidak sadar sampai melebihi batas waktu, itu artinya Putri Rachel tidak terselamatkan." Tabib menjelaskan dengan jelas.

DEG!

¤¤¤¤¤¤

👉TBC👈

Hai haiiii😉

Tumbler Academy is back!😄
Segini dulu yakkk😁
Maap baru bisa next hari ini hehe:)

Btw..

Happy 120K!🍓
Woahhh seneng bangettt😍💙

See ya next chap!

Pai-paii, jumpe lagi yakk^-^

Tumbler AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang