DELAPAN BELAS

507 80 3
                                    

"Sabrina," seseorang memanggilku. Kurasakan dia begitu dekat. Semakin lama suara itu semakin jelas.

Satu nama yang bisa kuucapkan. "Ayah."

Kurasakan seseorang mengelus pipiku. "Sabrina."

Kali ini suara itu menyadarkanku. Aku tahu kalau aku sedang berbaring. Aku tahu kalau aku tengah tertidur.

"Bri...."

Aku membuka mata. Terlihat samar, tapi kutahu itu Sadam. Dia menggenggam jemariku.

"Ayah," kataku lagi. Entah kenapa aku tiba-tiba merindukan Ayah.

"Sabrina," suara Adera mampu mengalihkan perhatianku. "Sekarang ayahmu ...." Dia bertatap muka dengan Sadam sesaat. Tampak seperti menyembunyikan sesuatu dariku.

Aku berkedip pelan. "Ayah kenapa?"

"Om Anugerah enggak apa-apa kok, Bri," jawab Sadam cepat. Tentunya jawabannya masih memberikan tanda tanya bagiku. Dia mengambilkan teh hangat di nakas lalu membantuku minum. "Lo tenang istirahat dulu biar tenaga lo balik lagi. Abis itu baru kita pulang."

Aku terdiam sejenak. Tiba-tiba air mataku menetes. "Gue harus pulang sekarang, Dam." Aku menyibakkan selimut, lalu berusaha bangun.

"Bri, ngapain? Entar aja pulangnya."

Aku berhasil bangun sendiri setelah menepis tangan Sadam. Tapi sialnya kepalaku sakit di bagian yang ditarik Mikha tadi. Sebenarnya mau apa sih tuh cewek? Argh....

"Sabrina," panggilan Adera sukses membuatku mengangkat kepala. "Ayah enggak ada di rumah."

"Maksudnya?" Tadi Ayah memang tidak ingin bekerja karena ingin beristirahat. Tapi, kenapa sekarang tak ada di rumah?

Adera tampak ragu mengatakannya.

"Kak...," aku merengek, "kenapa?"

Tiba-tiba, aku ditarik ke dalam pelukan Sadam. "Bri, tenang dulu, ya." Dia mengusap-usap kepalaku, membuatku semakin kacau. Argh...

"Gimana gue mau tenang, Dam?!" Aku melepaskan diri darinya. "Gue nanya keadaan Ayah gimana, enggak ada yang jawab."

"Sadam, lo aja deh yang nyampein," kata Adera, "Gue enggak tega."

"Kak, kenapa, sih?" Mataku sudah mulai berkaca-kaca.

"Om Anugerah di rumah sakit, Bri," kata Sadam pada akhirnya.

"Om Anugerah di rumah sakit, Bri," kata Sadam pada akhirnya

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

"Apa?" Pandanganku kembali ke arah Sadam. Lalu aku menggeleng kepala keras-keras.

"Tadi ayahmu jatuh dari tangga. Beliau pingsan."

Tanpa menunggu lanjutan dari Adera, aku langsung lompat turun dari brankar, menyambar tas, dan berlari.

***

Air mataku tak berhenti menetes, bahkan sampai di depan ruang rawat inap Ayah.

Aku mengintip dari kaca kecil di pintu. Di dalam ada Mama dan Mia. Bagaimana kalau aku masuk? Bagaimana kalau ternyata mereka malah mengusirku?

MAHKOTA KERTAS (terbit Storial)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن