DUA PULUH ENAM

319 79 8
                                    

Sesuai jadwal yang diumumkan sewaktu upacara hari Senin, tanggal 17 Agustus 2019 bertepatan di hari Sabtu dan lusanya adalah acara O2SN dimulai. Entah kenapa sejak kemarin aku merasa enggak percaya diri. Apa aku bisa mewakili SMA Arcapella dengan baik atau kenyataannya menjadi lebih buruk?

"Hayooo, mikirin gue ya?!" Sadam memberiku es teh, lalu duduk di sampingku.

Aku sedang melihat ke arah lapangan yang tengah ramai dengan pertandingan basket hanya bisa mendelik tajam

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

Aku sedang melihat ke arah lapangan yang tengah ramai dengan pertandingan basket hanya bisa mendelik tajam. "Ih, ngapain juga gue mikirin lo? Kan lo enggak kenapa-napa."

"Ya sekali-kali bikin gue seneng, Bri. Bilang 'iya, gue lagi mikirin lo. Lo mau makan apa?' gitu."

Aku tertawa. "Oh, ternyata Sadam Syailendra lagi kelaperan toh." Aku menyenggol bahunya. "Pantesan mukanya lecek gitu."

Sadam tersenyum. Tapi kutahu itu senyum formalitas saja. Sebenarnya dia sangat lelah. Bagaimana enggak? Rapat OSIS berlangsung setiap hari ketika kelas usai. Untung saja ada aku yang selalu mengingatkannya untuk beristirahat. Dan untungnya dia mau menurut.

Bukannya aku membanggakan diri di sini karena sudah mendapatkan tempat kedua secara cuma-cuma, tapi aku di sini juga membalas budi terhadap Sadam dan Tante Gina. Mereka sudah memberiku hal yang kubutuhkan selama ini, yaitu kasih sayang.

By the way, ini sudah hari kelima aku tinggal di rumah Sadam. Aku cukup nyaman di sini. Sadam pun sudah mengambil semua baju dan peralatan sekolahku di rumah, jadi aku bisa tenang. Entah apa reaksi Ayah saat mengetahui barang-barangku sudah enggak ada di kamar. Kemarin saat Sadam ke rumah, rumah sedang kosong. Hanya ada bibi. Katanya, Ayah dan Mama sedang diajak pergi oleh Om Riko, sedangkan Mia tentu saja pergi dengan Adera. Ah, semoga saja enggak terjadi apa-apa dengan hubungan mereka. Jadi, penyakit ketakutannya enggak kambuh.

"Kok bengong, Bri?"

"Eh, enggak. Entar gue bikinin ayam goreng tepung deh buat lo." Aku menyeruput es teh. "Oh ya, gimana hasil rapatnya? Semuanya beres?"

"Udah kok, Bri. Ketua yayasan udah nyetujuin proposal kami untuk mengenai waktu, dana, dan susunan acara. Tapi ya enggak gabung tingkatan."

Kepalan tangan kiriku terangkat. "Semangat!"

Sadam tertawa dan mengacak-acak rambutku. "Lo juga semangat ya O2SN-nya!"

"Pasti!" jawabku. Senyumku menciut ketika pandanganku melihat sosok Mikha yang baru saja keluar dari ruang OSIS. Cewek itu terlihat lebih murung dari hari kemarin. "Sadam, itu Mikha enggak apa-apa, kan? Jadi ikutan sedih gue ngelihatnya."

Sadam melihat ke arah pandanganku. "Kenapa jadi lo yang baper? Biarin aja. Itu semua gara-gara ulahnya sendiri."

"Tapi kan—"

"Udah. Enggak usah pake tapi-tapi." Sadam berdiri dan mengulurkan tangannya kepadaku. "Yuk, pulang. Gue mau tidur."

Aku hendak berdiri, tapi ponsel di saku rokku bergetar. "Bentar dulu, Dam."

Kuambil ponsel dan memeriksa notifikasi. "WA dari Adera, Dam. Gue boleh baca, kan?"

"Silakan kalau lo mau."

Aku berpikir sejenak. Pasti ini berhubungan dengan Ayah. Pasti Ayah yang menyuruhnya menghubungi dan mengajakku pulang. Maaf, Ayah. Aku enggak bisa untuk itu.

"Jadi baca enggak?"

"Eh, iya. Jadi kok jadi...."

ADERA: Bri, bisa ketemu enggak? Ada yg mau aku omongin.

SABRINA: Ada apa, Kak?

ADERA: Ini ttg Mia. Bisa ketemu skrg?

SABRINA: OK. Kafe Ice Cream, ya.

"Sadam."

"Ya?"

"Kayaknya kita enggak jadi makan ayam goreng tepung deh."

***

Kami duduk di tempat terakhir Ayah mengajakku bicara. Di hadapanku sudah terdapat jus jeruk, yang sudah kuminum setengah untuk menutupi rasa grogiku. Argh... rasanya aku ingin pulang saja daripada harus duduk berhadapan lagi dengan Adera.

"Bri, gue duduk di sini dong!" kata Sadam. Dia datang membawa nampan berisikan es teh, nasi, dan ayam goreng tepung. Sepertinya dia benar-benar kelaparan. Sedangkan Adera memesan es kopi yang aku yakin itu rasanya hambar. Sampai-sampai aku bergidik ketika melihatnya menyeruput minumannya.

"Ngapain?" tanyaku.

"Ya elah, Bri. Gue tahu, kok."

Dengan kerutan di kening yang semakin dalam, aku menggeser posisi duduk. Dia tahu dari mana?

"Jadi, kenapa Kak Dera nyuruh Bri ketemuan?" Sadam berkata dengan nada ketus. Sampai aku harus menyikut lengannya dan melototinya. "Eh, sorry, Kak. Gue enggak sopan kalau kelaperan."

Benar-benar ada yang enggak beres dengannya hari ini. Lo cemburu? Udah basi kali, Dam....

Adera menghela napas sembari tersenyum. "Sabrina, aku udah enggak sama Mia."

"Kenapa?" tanyaku.

"Aku udah enggak bisa lagi."

"Ya kenapa?"

"Semuanya terasa sia-sia, Bri. Aku udah enggak rasa sama dia."

"Semudah itu Kak Dera ngelepasnya?"

"Maaf, Bri. Setelah acara malam itu, semuanya berantakan. Aku malu sama orang tua ku. Kami langsung pulang beberapa saat setelah ngelihat perlakuan Mia kayak gitu ke kamu. Mia nangis-nangis pun itu udah enggak ngaruh. Malunya udah enggak bisa diilangin lagi. Maaf banget ya, Bri. Aku enggak mau orang tua ku sedih karena punya menantu kayak Mia."

Aku menggeleng. "Maafin aku, Kak. Semua gara-gara aku. Harusnya aku enggak usah nemenin Kak Dera waktu itu."

"Kamu enggak salah. Niatmu kan baik." Adera menyesap minumannya lagi. "Mia aja yang enggak bisa nerima baik niatmu itu." Dia mengulas senyum tipisnya. Dan pada detik ini aku baru menyadari sepertinya dia terlalu lelah.

"Kak Dera enggak apa-apa?"

"Enggak apa-apa, kok. Cuma kurang tidur aja karena ngerjain skripsi." Adera menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, lalu menatapku dan Sadam. "Kalian berdua hati-hati, ya." Dia memainkan kunci mobilnya di meja. "Bri, maaf aku gagal nolongin kamu." [] 

❤❤❤

Hmm, part ini pendek yaa? 🤔
Intinya sih part ini menceritakan ttg pertemuan Sabrina dengan Adera pasca acara tunangannya Mia 🙃

MAHKOTA KERTAS (terbit Storial)рдЬрд╣рд╛рдБ рдХрд╣рд╛рдирд┐рдпрд╛рдБ рд░рд╣рддреА рд╣реИрдВред рдЕрднреА рдЦреЛрдЬреЗрдВ