1. Sakit

163K 10.4K 668
                                    

Teriknya matahari semakin terasa jika berada di ruangan terbuka. Apalagi sambil berdiri di tengah lapangan, dengan posisi wajah yang mendongak ke atas di tambah lagi tangannya dalam posisi hormat ke bendera. Lengkap sudah penderitaan bagi orang yang merasakannya.

Mungkin hari ini Metta termasuk kedalam orang yang kurang beruntung bahkan sangat kurang. Tadi pagi ia sudah merasa mual dan sangat lemas sekali, kepalanya pusing, wajahnya pucat pasi, bahkan untuk berjalan saja Metta perlu bantuan pegangan. Dan sekarang, ia harus berdiri dibawah teriknya matahari karena hukuman dari ketua OSIS yang memergokinya telat tadi.

Kalau saja tadi pagi ia tidak merasa mual, kalau saja tadi pagi kepalanya tidak pusing, pasti sekarang ia tidak akan dihukum karena telat seperti ini.

Tampaknya sinar matahari semakin panas sehingga tubuhnya semakin terasa lemas, kalau saja ketua OSIS itu tidak memantaunya, sudah sedari tadi ia kabur dari hukumannya.

Metta sudah merasa bahwa tubuhnya tidak bertenaga sedikitpun. Kepalanya sudah terasa tidak bisa diam dan seakan semua ini berputar di kepalanya. Keringat dingin mulai bercucuran di pelipisnya, jantungnya pun ikut serta dengan menambah kecepatan kinerjanya. Lengan kiri Metta meremas ujung roknya, dalam hatinya ia berkata kalau ia harus kuat. Matanya sudah sedari tadi terpejam karena sudah tidak kuat menampung cahaya matahari, sampai akhirnya napasnya memburu dan setelah itu ia merasa tubuhnya jatuh dan kemudian semuanya gelap.

------------------

Setelah dari kamar mandi, Fauzan berjalan kembali untuk pergi ke kelasnya. Sengaja ia memilih jalur yang sedikit jauh dengan alasan ia sangat malas untuk segera datang ke kelasnya. Bukan apa-apa, kalau saja guru yang tengah mengajar di kelasnya itu bukan bu Indi, mungkin sedari tadi juga ia tidak perlu berbasa-basi ijin ke toilet.

Fauzan berjalan melewati lorong yang dekat dengan lapangan. Awalnya ia biasa saja ketika melihat seorang perempuan yang tengah berdiri di bawah panasnya matahari, tapi ketika melihat siapa gadis itu ia sedikit memelankan langkah kakinya.

Ia melihat Metta sedang berdiri sambil hormat ke bendera, ia berasumsi bahwa gadis itu tengah di hukum karena tidak jauh dari gadis itu ada Alga---ketua OSIS yang sedang memantaunya.

Fauzan bisa melihat bahwa wajah Metta sudah penuh dengan keringat, matanya terpejam, keningnya mengkerut, bibirnya pucat pasi, bahkan Fauzan bisa memastikan bahwa gadis itu sudah tidak bisa menahan. Fauzan juga melihat bahwa tangan kiri gadis itu meremas ujung roknya.

Setelah kejadian itu, pikiran Fauzan tidak pernah lepas untuk memikirkan gadis yang tengah dihukum itu. Ada banyak rasa yang hadir dalam hatinya, dari marah, sedih, takut, hancur, luka, bahkan rasa kecewa pun ikut serta bersemayam dihatinya. Namun dari rasa itu semua ia merasa bodoh karena sampai sekarang ia tidak bisa mengambil keputusan. Jangankan mengambil keputusan, untuk meminta maaf saja ia belum bisa mengucapkannya. Bahkan ia sering kali menghindar ketika waktu dan tempat seakan bekerja sama untuk mempertemukan mereka.

Fauzan menghela napas, ingin rasanya ia membuang jauh-jauh masalah ini semua. Persetan dengan rasa kecewa kepada dirinya sendiri, sebenarnya ada rasa yang lebih menyita ruang dalam pikirannya. Rasa takut, selalu rasa itu yang ia pikirkan, selalu ketakutan yang ia lamunkan. Takut, ia takut jika kejadian itu membuahkan hasil yang nantinya akan menambah masalah baru baginya.

Berhenti sejenak dalam pikiran itu, Fauzan kembali melangkahkan kakinya. Walaupun mencoba tidak peduli, tapi sesekali matanya melirik gadis yang ia pastikan sudah tidak mempunyai tenaga itu.

"Bego. Udah gak kuat masih aja ditahan," gumamnya, sudah pasti kepada Metta---gadis asing yang sudah masuk tanpa ijin ke dalam pikirannya, mungkin suatu saat gadis itu juga mampu masuk kedalam kehidupannya.

FauzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang