38 - Panas Dingin

97.7K 9.2K 1.9K
                                    

SELAMAT 1 JUTA PEMBACA BOS🖤


Long time no see, how are you gais?

Siap melerai rindu masing-masing?

Siap ketemu ArkaRisa?

Jadi, siapa yang bacanya suka pelan-pelan karena takut ketemu kata to be continue?

Arti kata 'Hand' yg dikirim pa bos ke bu bos itu menurut kalian apa?🤣

Jangan tanya knp jrg up, urusan di DuTa sangatlah padat😭








HAPPY READING🖤








Pandangan di pagi hari yang mungkin akan ia rindukan kelak adalah, ketika melihat Fauzan dengan baju sekolahnya. Meskipun kemeja sekolahnya tidak dimasukan, ujung lengan bajunya dilipat, dua kancing teratasnya sengaja dibuka, cowok itu tetap kelihatan rapi dimatanya. Ditambah lagi dengan topi hitam bertuliskan nama gengnya yang tak pernah absen bertengger di kepalanya.

Dulu, Metta memang sudah mengagumi Fauzan. Sekarang, rasa kagum itu semakin meningkat, apalagi dengan kondisi mereka yang tinggal satu atap.

Benar-benar kenyataan yang sedikit menyedihkan namun lebih terasa membahagiakan.

Terkadang, kesedihan memang bentuk awal dari kebahagiaan.

Ya, semoga saja. Metta berharap lebih untuk itu.

"Berangkat, ya?"

Metta mendongak ketika Fauzan sudah berdiri di hadapannya. "Iya."

Sebenarnya ada yang mau Metta bicarakan, namun ia sedikit merasa ragu untuk mengatakannya.

"Kenapa?" tanya Fauzan ketika melihat Metta yang terlihat gelisah di tempatnya.

Metta menggaruk tengkuknya karena gugup. "I-itu."

"Apa?"

"Mau minta izin."

"Izin mau ngapain?"

Metta berdehem sebentar. "Mm ... Ke rumah sakit."

"Masih ada yang sakit?"

Metta menggeleng pelan. "Gak ada."

"Terus?" tanya Fauzan heran.

Metta menarik napasnya, kemudian mengembuskannya secara perlahan. Oke, tidak usah takut. Ia yakin, Fauzan pasti akan memberikan izin untuknya.

"Aku mau jenguk Risa di rumah sakit."

Fauzan tidak menjawab, hal itu membuat Metta kembali bersuara. "Kalo kamu gak izinin, gak apa-apa."

"Sama siapa?" tanya Fauzan lagi.

"Mungkin sendiri, soalnya Qila sibuk persiapan ujian."

Fauzan termenung sebentar sebelum akhirnya ia menghela napas seraya mengangguk pelan. "Oke."

Metta menarik sudut bibirnya seraya menatap Fauzan. "Beneran?"

"Iya. Tapi ada syaratnya."

"Apa?"

Fauzan kembali menghela napasnya pelan. "Bareng gue ke sananya."

Metta mengernyit heran. Ia merasa senang, namun, apakah Fauzan tidak sibuk hari ini? Bukannya seluruh kelas akhir melakukan persiapan ujian?

FauzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang