39 - Cium?

103K 9K 3.5K
                                    

MAU NANYA, GIMANA COVER BARU? :V

Kenapa sih rasanya dari malam minggu ke malam minggu itu cepet banget?

Siap-siap, disini uwunya banyak:v

Udah ada yg masuk Zayeoune Crew di fb? SELAMAT BERGABUNG YA.

Penuhin setiap paragraf dengan komen versi kalian👌

HAPPY READING

Hari ini, hari pertama ujian kelulusan di sekolahnya. Tidak, lebih tepatnya mantan sekolahnya. Hal itu membuat seorang Mettani Amalia sedikit minder dengan semuanya. Cewek yang tidak memiliki ijazah SMA, apakah akan berguna? Persetan dengan statusnya yang sekarang, Metta lebih khawatir tidak akan bisa menjadi ibu yang baik untuk anaknya kelak.

Patut dijadikan pelajaran, namun tidak boleh selamanya dirundung penyesalan.

Saat ini, cewek yang memakai daster rumahan itu tengah duduk bersantai seraya menonton sinetron kesukaannya di televisi. Sesekali mulutnya bersuara kala adegan sinetron itu tidak sesuai dengan harapannya.

Tidak apa, meskipun kadangkala Fauzan menertawakannya karena senang menonton sinetron, ia tetap menyenanginya.

Kalau sudah suka, akan susah untuk melepasnya.

Ngomong-ngomong Fauzan, Metta jadi teringat dengan beberapa hal. Tentang masalah Fauzan dengan kekasih Risa, tentang cowok itu yang pergi menemui Laura dan Bianca. Ia penasaran, namun sampai saat ini tidak ada keberanian untuk menanyakannya.

Satu lagi, dengan sikap cowok itu yang akhir-akhir ini mulai berbeda. Kejadian tadi pagi sebelum cowok itu berangkat benar-benar membuatnya tidak percaya. Dimana Fauzan menghampirinya ke dapur dan menyuruhnya untuk melakukan sesuatu yang sedikit menghangatkan perasaannya.

"Kalo ujian, seragamnya harus rapi, ya?"

Metta yang tengah sibuk memasak menoleh ketika mendengar penuturan Fauzan. "Iya. Kenapa emang?"

Fauzan berdiri di samping Metta, ia menyodorkan  dasi yang ada di tangannya. "Pakein ini, bisa kan?"

Metta mengernyit heran. Namun ia tidak bisa menampik kalau hatinya merasa senang. "Emang kamu gak bisa?"

"Gue gak pernah pake ginian. Kalo lo gak mau ya, udah." Fauzan bersiap untuk pergi namun ucapan Metta kembali menghentikannya.

"Ya udah, sini."

Fauzan menatap Metta yang tingkahnya sudah mulai berbeda. "Ya udah sini deketan."

Metta mengangguk. Ia mengecilkan api kompornya kemudian mendekati Fauzan. Setelah meraih dasinya, ia segera memasangkannya di kerah baju Fauzan. Dengan susah payah ia menutupi rasa gugupnya, namun ia yakin kalau cowok itu tetap menyadarinya. Yang ia takutkan, detakkan jantung yang tidak bisa diajak kompromi ini bisa terdengar sampai ke telinga Fauzan.

Malu.

"Gak usah gugup gitu."

Metta mengangguk tanpa menatap Fauzan yang mungkin kini tengah menatapnya. "Iya."

"Mau dipanggil Met atau Ta?"

Metta berdeham. "Mm ... terserah."

"Ta?"

Metta mengangguk.

"Gue manggil bukan ngasih pendapat."

Dasi sudah terpasang rapi, namun Metta belum juga pergi dari hadapan Fauzan.

FauzanWhere stories live. Discover now