5. Kenyataan

102K 7.7K 696
                                    

"Beneran gak mau di anter?"

Metta menghela napasnya. Sudah tidak bisa ia hitung berapa kali Qila menawarkan diri untuk mengantarnya, sahabatnya itu memang terlalu berlebihan.

"Gak usah Qil, gue cuma ke rumah sakit doang, kok."

Qila mendengus. Keras kepala itu memang sudah menjadi ciri khas Metta. "Ya udah, gue duluan, ya. Lo naik angkot, kan?"

Metta mengangguk.

"Lo hati-hati, kalo ada apa-apa lo harus telpon gue!"

Metta memutar bola matanya malas. "Iya Aqila! Udah, sana."

Qila terkekeh. Tidak merasa khawatir kepada Metta itu tidak pernah ada sama sekali di dalam pikirannya. Qila mulai menyalakan motor matic nya, kemudian gadis itu langsung menjalankannya. Tidak lupa dengan lambaian tangan dan menyuarakan klaksonnya sebelum benar-benar meninggalkan Metta.

Metta mengembuskan napasnya, perempuan yang mengikat rambutnya jadi satu itu mulai melangkah menuju halte.

Sebenarnya tidak ada hal penting baginya untuk menuju rumah sakit,  Metta hanya akan memeriksa tubuhnya yang akhir-akhir ini terasa berbeda saja. Ya, seperti yang Qila khawatirkan, Metta juga takut kalau ada penyakit serius dalam tubuhnya. Apalagi kalau mengingat ia yang sudah telat datang bulan selama dua minggu ini, rasa takut dan khawatirnya sudah tidak bisa ia tahan lagi.

------------------

Fauzan menepikan motornya kala ponsel yang ada dalam sakunya berdering secara tiba-tiba. Laki-laki berjaket kulit itu membuka helmnya, kemudian langsung mengangkat telpon dari nomor yang tidak ia kenal.

"Hallo?" Fauzan mulai bersuara.

Tidak ada jawaban, hanya gelak tawa yang Fauzan dengar.

Sekali lagi Fauzan mengucapkan kata Hallo, kalau tidak ada jawaban juga, laki-laki itu akan menutup telponnya saja. Mungkin itu hanya orang iseng yang tidak punya kerjaan.

"Hallo?"

"Apa kabar Zayeoune?"

Fauzan mengernyit, siapa orang ini? Dari suaranya ... Fauzan seperti teringat pada seseorang.

"Siapa lo?"

Lagi-lagi Fauzan mendengar gelak tawa di ujung telepon sana, hal itu tentu saja membuat dirinya semakin penasaran dengan siapa yang menelponnya itu.

"Buang-buang waktu."

"Wuihh!! Tunggu dulu, dong! Lo masih inget gue, gak?"

"Gue gak suka basa basi!"

"Ternyata lo emang gak ada berubahnya dari dulu. Gue Aksa, lo, inget?"

"Gak"

"Oke-oke, intinya, aja. Gue mau tantang lo buat balap, gimana?"

"Gak ada waktu."

Fauzan memutuskan sambungan itu. Aksa, Fauzan ingat nama itu, namun ia tidak mau memperdulikannya lagi. Untuk sekarang ia ingin mundur sementara dalam dunia perbalapan. Kecuali dalam keadaan mendesak.

-----------------------

"Kamu, masih sekolah?"

Metta mengangguk. Dokter perempuan itu  menatapnya, bukan tatapan biasa. Tanpa mau menunggu lagi, Metta langsung saja bertanya bagaimana hasilnya kepada Dokter itu.

"Saya, sakit apa ya, Dok?" tanyanya.

Dokter itu menghela nafas, entah apa penyebabnya. Metta jadi takut, perasaannya gelisah memikirkan hasil pemeriksaannya.

FauzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang