6. Anak baru

95.7K 7.1K 240
                                    

Setelah dua hari tidak masuk, hari ini Metta kembali bersekolah. Perempuan itu tengah berjalan melewati koridor untuk menuju kelasnya.

Lesu tanpa semangat. Memang itulah yang tengah Metta rasakan. Semenjak kejadian di gudang itu, tiada malam tanpa menangis untuknya. Bukan hanya malam, dua hari kemarin saat perempuan itu sendirian di rumah pun perempuan itu mengisi waktunya dengan menangis. Ya, menangisi sesuatu yang seharusnya tidak harus di tangisi.

Setelah kepergian Fauzan di gudang itu, Metta tidak pulang ke rumahnya. Bahkan perempuan itu bermalam di gudang yang bahkan dihindari banyak orang. Ya, Metta lemah. Perempuan itu menangis semalaman sembari meracau tak jelas. Sesekali perempuan itu membanting sesuatu dan berteriak guna melepas semua keluh kesahnya, melegakan semua kekacauan yang ada pada dirinya.

Seakan tidak merasa lelah, sampai pagi pun Metta masih tetap dalam posisinya. Menangis dan melamun, itulah yang perempuan itu lakukan semalaman. Tanpa memikirkan lelah, tanpa memikirkan tidur, bahkan perempuan itu tidak berpikir bagaimana dengan nasib nyawa yang ada dalam perutnya. Sungguh, perempuan itu lemah dalam hal berpikir dan menerima kenyataan.

Sempat merasa tidak berguna, Metta mencoba membanting apapun yang ada di dekatnya. Menangis, meraung, bahkan tertawa pun sempat perempuan itu lakukan. Sampai akhirnya, perempuan itu lelah dan merasa ada yang tidak beres dengan perutnya. Metta berteriak meminta tolong meskipun ia tahu kalau sedikit kemungkinan orang akan menolongnya. Mengingat  hari yang sudah pagi dan pasti sudah ada orang di sekolah ini, apakah tidak ada orang yang mau menolongnya sama sekali? Kalau iya, mereka semua tidak berguna.

Lalu, jika Metta berpikir seperti itu, apakah perempuan itu lupa dimana ia sekarang?

Lemas. Perempuan itu merasa bahwa sakit di perutnya sudah tidak bisa di tahan lagi. Mungkin itu efek dari menahan lapar semalaman atau mungkin ada masalah lain di perutnya. Berjalan saja tak mampu, perempuan itu kembali menangis untuk yang ke sekian kalinya. Berharap ada seseorang yang datang untuk menyelamatkannya.

Bagaimana bisa Metta berharap akan ada orang yang datang untuk menolongnya? Apakah perempuan itu lupa, kalau tidak akan ada orang yang tahu tentang keberadaannya?

Tuhan memang selalu mendatangkan seseorang untuk menjadi penolong disaat waktu yang tepat. Metta lega, ada seseorang yang menyadari keberadaannya di gudang itu. Perlu perempuan itu ingat bahwa dengan baik hatinya Risa dan kedua sahabatnya itu menolongnya, meski sempat berpikir 'aneh' kepada dirinya.

Metta sudah sampai di depan kelasnya. Tanpa menunggu apa-apa lagi perempuan itu langsung saja memasuki kelasnya. Beruntunglah ia karena belum ada guru yang masuk di sana.

"Lo, udah sembuh?" ujar Qila.

Metta duduk di sebelah Qila, "udah."

Metta masih belum memberitahu Qila mengenai kandungannya. Perempuan itu hanya memberitahu kalau ia sakit dan tidak bisa masuk sekolah kemarin.

Qila menghadap ke arah Metta, "gimana kata dokter?"

Apakah ini waktu yang tepat? Tapi Metta merasa takut.

Metta masih belum menjawabnya. Ragu dan bingung. Perempuan itu ragu untuk bercerita dan bingung akan mulai dari mana.

Bukannya Metta sudah berniat untuk memberitahu Qila sejak pulang dari rumah sakit waktu itu?

Ya, mungkin Metta harus cerita. Semoga saja Qila akan tetap mau berteman dengannya.

Metta menoleh, "gue mau cerita. Tapi jangan sekarang, pulang sekolah aja, ya?"

"Lo, bener gak papa kan? Lo gak sakit serius, kan?"

Metta menggelengkan kepalanya, karena memang perempuan itu tidak sakit karena penyakit serius. "Enggak, ini masalah lain."

FauzanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang