21 - Hati-hati

87.2K 6.7K 334
                                    

Masa-masa sebelum ujian itu adalah masa-masa yang sangat bermanfaat bagi sebagian murid. Dimana mereka bisa melakukan hal pada saat jam pelajaran tanpa takut kena hukuman. Benar-benar masa kebebasan.

Tujuh inti Zayeoune, mereka memanfaatkan waktu dengan berkumpul seperti biasa dipojok belakang kelas. Duduk melingkar dengan makanan yang ada ditengah-tengahnya. Sesekali mereka tertawa ketika mendengar lelucon yang disampaikan oleh salah satu dari mereka.

Pertemanan yang sangat ideal.

Sengaja, mereka tidak suka berkeliaran diluar kelas kalau tidak ada hal yang berkepentingan. Mereka lebih suka nongkrong ditempat yang jauh dari keramaian, dipojok kelas bisa jadi salah satunya.

"Bos, pulang sekolah ke rumah lo, yuk!" seru Odel.

Fauzan berpikir sejenak. Sekarang, ia tidak tinggal bersama keluarganya lagi, bagaimana kalau mereka kepo soal itu? Alasan apa yang harus ia berikan? Terus-terusan mengelak malah semakin membuat mereka curiga, bukan?

"Gak bisa. Gue sore ada urusan," jawab Fauzan, cowok itu masih menikmati kacang yang sedang dinikmati oleh teman-temannya juga.

"Tumben ada urusan, biasanya lo gak suka banyak urusan," timpal Bonek.

Fauzan menghela napas pelan. Sampai kapan ia harus berbohong seperti ini? Tidak adakah cara lain selain berbohong? Tidak ada, karena ia pun masih belum siap untuk menceritakan semuanya.

"Iya, dong. Sekarang gue orang sibuk," jawabnya.

"Lagak lu! Palingan sibuk ngurusin cewek," ujar Regan dengan nada mengejek.

Fauzan menatap Regan sinis seraya melemparkan cangkang kacang kepada cowok berambut gondrong itu. "Gak usah ngebalikin fakta, lo sendiri apa kabar?"

"Gue?" Regan menunjuk dirinya sendiri. "Masih sibuk, sih, tapi sekarang lebih ke satu cewek."

Semua mata beralih menatap Regan. Mereka heran, sangat mustahil sekali jika seorang Regan hanya bertahan pada satu perempuan saja, pasalnya, cowok yang senang dengan rambut gondrong itu tidak pernah puas dengan satu perempuan saja. Selalu ada yang baru di setiap minggunya.

"Udah move on sama mantan?" sindir Adit.

Regan mengangguk cepat. "Udah dari dulu."

"Syukuran, dong?" sambung Kido seraya tersenyum penuh arti kepada Regan.

Mendengus keras, Regan memutar bola matanya malas. Selalu ada kesempatan dalam kesempitan bagi teman-temannya untuk berusaha menguras isi dompetnya. Tidak apa-apa, baginya itu tidak masalah. Membayar jajanan teman-temannya tidak akan menguras isi dompetnya.

Regan punya segalanya, biarkan ia menyombongkan dirinya untuk itu. Tetapi, kalau masalah keluarga, cowok itu nyerah dan lebih baik menghindar dari topik itu saja.

Regan tidak punya hal yang membanggakan untuk itu.

"Ya, bolehlah. Sekalian ngurangin beban dompet gue, terlalu banyak isi soalnya," ujar Regan menyombongkan diri.

Semuanya bersamaan mendengus keras seraya memutar bola matanya malas. Tidak ada yang salah, menyombongkan diri dengan keadaan yang sebenarnya memang tidak ada masalahnya. Yang ada masalah adalah ketika menyombongkan diri tetapi tidak sesuai dengan keadaan yang nyata.

"Bos, ayolah ... gue kangen kumpul di rumah lo," ujar Odel masih dengan topik yang sama seperti tadi.

"Kangen rumahnya atau kangen penghuni rumahnya?" tanya Bonek.

"Sedikit kangen rumahnya, lebih besar kangen penghuninya," balas Odel seraya cengengesan.

"Kangen siapa? Keano atau mamih nya?" tanya Adit ikut menimpali obrolan Odel dan Bonek.

FauzanDove le storie prendono vita. Scoprilo ora