(18)Berubah

321 55 111
                                    


"Lo sakit apa sih sebenernya?" tanya Bintang melirik Airin yang sedang mendongak dan menyumpal hidungnya dengan tissue yang tadi dibelikan Bintang.

Airin menggeleng sebagai jawaban.

Kini keduanya sedang duduk berhadapan di pos kampling yang ramai setiap malam, tapi sepi saat siang begini.

Bintang mengendikan bahu saja, tidak menuntut jawaban Airin yang tak memuaskan baginya. Cowok itu lebih memilih meneguk air mineralnya.

"Jadi kita balikan?" tanya Airin.

Bintang mengusap bibirnya yang basah sehabis minum tadi dengan punggung tangannya,
"Nggak," jawabnya santai.

Airin menoleh, agak membelalak matanya.
Nih cowok plin plan banget dah kek cewek, batinnya.

Airin mengalihkan wajah ganti menatap sepatunya. Kakinya ia selonjorkan, bersebrangan dengan kaki Bintang. Cewek itu diam. Sibuk dengan pikirannya sendiri. Bukan masalah tentang  hubungannya dengan Bintang. Melainkan masalah pada diri sendiri yang Airin bingungkan.

Bintang juga diam. Menyandarkan tubuhnya pada tembok pos. Bermain bola tenis dan mengendong Airin sambil berlari membuatnya lelah. Ia jadi berfikir, kenapa dirinya cemas saat Airin mimisan tadi.

Apa Bintang mulai peduli dengan Airin?

Dari awal Bintang peduli kok. Inget waktu Airin tiba-tiba minta nebeng pas Bintang nganterin kue? Bintang dengan lapang dada membiarkan gadis itu.

Dan kejadian di belakang rumah sakit? Bintang menemani Airin yang sedang menangis sendirian.

Kurang peduli apa coba.

Bintang mah sama siapa saja peduli.

Apa jangan-jangan.

Ah. Bintang jadi teringat tindakannya tadi pagi. Yang hampir saja mengakui. Tentang perasaannya yang belum pasti. Untung saja tidak jadi. Ia perlu memikirkannya kembali. Agar tak menyesal nanti.

"Gue ... capek," lirih Airin memecah keheningan, lalu terdengar helaan nafas panjang cewek itu.

Bintang membuka mulut ingin menjawabi tapi seketika bungkam ketika dilihatnya cewek itu menunduk lesu, memandang sepatunya sendiri dengan pandangan yang kosong.

Bintang menipiskan bibir. Ia tahu bukan lelah karena sehabis bermain tenis yang dimaksud Airin. Melainkan karena lelah menghadapi kehidupan.

"Perkataan lo kemarin bener Bin." Airin tersenyum sedih. "Gue jadiin mereka pelarian. Tanpa tahu perasaan mereka," cewek itu menggigit bibir bawahnya sesaat.

"Gue gak pernah pake hati saat berhubungan. Karena mereka juga gak tulus sama gue. Gue tahu mereka juga main-main sama gue. Mereka pacarin gue buat pamerin ke temennya, bangga-banggain punya cewek yang cantik, famous, gaul, hits, dan tajir kayak gue." Airin mendengkus, teringat biadab cowok-cowok yang pernah ia pacari.

"Lo gak berfikir kalau semua cowok sama kan?" Bintang agak menegakan tubuh melirik Airin.

"Entahlah. Lo beda jauh sama Shawn Mendes," jawab Airin.

"Gak lucu!" cibir Bintang.

"Gue nggak lagi ngelawak. Gue cuma ngejawab." Airin mengendikan bahu tak peduli.

"Kayaknya gue mesti berubah," ujar Airin.

"Apa? Jadi mermaid?" Bintang menimpali. "Mau gue bantu siram?" tawarnya sudah siap membuka tutup botol air mineralnya.

"Gue serius!" ketus Airin, matanya mendelik kesal pada Bintang. Kemudian cewek itu beranjak dari duduknya. "Tau ah! Gue pulang, bye!"
Airin sudah tidak mood lagi dengan Bintang. Cowok itu benar-benar menyebalkan.

BintangWhere stories live. Discover now