2. Bertengkar dengan papa

6.9K 549 0
                                    

Hidupku seperti berjungkir balik setelah mama meninggal. Rumah terasa begitu sepi, tidak ada teman berbagi cerita dan berdebat tentang ini itu.

Perbedaan yang begitu mencolok juga tampak di antara aku dan papa. Entah kami sama-sama tidak enak satu sama lain, atau karena kami merasa kehilangan penengah kami, tetapi segalanya terasa begitu canggung antara aku dan papa.

Hingga suatu ketika, aku menemukan jawaban dari kecanggunganku dan papa. Yang menjadi jalan kehancuranku selanjutnya.

Lebih setahun mama meninggal, papa memperkenalkanku pada seorang wanita paruh baya yang sudah memiliki 2 orang anak perempuan. Aku marah. Aku begitu marah besar. Aku merasa papa adalah penghianat yang sudah menghianati mama yang sudah pergi.

"Papa kejam sama mama! Baru setahun mama meninggal, papa mau nikah lagi?! Mama pasti bakalan kecewa sama, papa! Pokoknya, aku nggak setuju! Aku nggak mau papa nikah lagi!"

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku meneriaki papa seperti itu. Membuat papaku yang sangat baik hati dan dermawan itu terdiam seribu bahasa.

Ia tidak memarahiku yang kurang ajar ini. Justru ia membiarkanku pergi, mengerti akan keadaan dan perasaanku yang hancur ini.

Di saat terpuruk seperti ini, aku masih sangat bersyukur punya sahabat yang baik seperti Lia. Teman sedari kecil yang sangat ku andalkan.

Di dalam kamar, aku menangis di pelukan Lia. Menumpahkan perasaan sakit hati dan kecewaku.

"Lo bayangin aja, papa mau nikah lagi?! Dia nggak ngehargai mama sama sekali. Mama baru pergi setahun Lia," aku menangis begitu pilu. Seakan setahun yang sudah berlalu, terasa baru sehari yang lalu aku kehilangan.

Lia mengusap rambutku. "Iya, ndi. Gue paham kok gimana perasaan lo." Balas Lia. "Tapi, lo juga harus ngerti gimana maksud bokap lo. Dia sayang banget sama lo, ndi."

Aku tidak terima dengan ucapan Lia. Karena apa yang ia katakan, tidak sesuai dengan apa yang ku pikirkan dan kenyataan di depan mataku. "Kalau dia sayang sama gue, harusnya dia ngerti perasaan gue. Ngapain coba nikah lagi," aku tetap pada pendirianku.

"Lo tau nggak," Lia mulai bercerita dengan pelan. "..bokap lo tuh khawatir banget sama lo."

"Enggak!" Sangkalku.

"Setiap hari dia nemuin gue, nyuruh gue ngehibur lo. Nyuruh gue ngajak lo pergi ke sana kemari. Biar lo tuh nggak murung terus di rumah!"

"Bokap lo, nikah lagi, bukan karena keinginan dia yang terniat banget pengen cari istri lagi. Nyokap lo nggak bakalan terganti di hati dia, ndi. Dia nikah lagi buat lo. Biar lo punya teman di rumah, biar lo nggak ngerasa kehilangan lagi, biar lo nggak kesepian dan murung terus. Apapun yang dia lakukan, itu semua buat lo, Cindy!"

Hatiku seperti di ketuk mendengar ucapan Lia. Nyatanya, papa merasa canggung selama ini karena memikirkan perasaan kehilanganku ini. Sedangkan aku, dengan egoisnya hidup dalam kesedihan dan menghalangi niat baik papa.

Hari itu, aku berlari kepelukan papa. Aku menangis, aku memeluknya dengan erat dan ku ucapkan kata maaf berulang kali. Kami sama-sama kehilangan, kami sama-sama terluka. Tetapi bedanya, luka papa di tambah dengan perbuatanku.

Sambil menangis kukatakan padanya. "Papa, nggak apa kalau papa mau nikah lagi. Aku ikhlas, aku bisa terima. Maafin aku, pa," ucapku menyampaikan keputusanku.

Sebuah keputusan, yang jika boleh ingin ku tarik kembali. Karena keputusanku itu, merupakan pintu masuk penderitaanku yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

......

Segini aja dulu..
Siapin tisuu yaa.. 😂😂 buat lap ingus 😛

Jangan lupa vote dan komen yaa..
Makasih 💜

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now