14. Berlindung

4.4K 562 16
                                    

"Saya nggak tahu pak," itulah kalimat yang berulang kali keluar dari mulut wanita paruh baya yang di bawa oleh Mahesa dan rekannya.

Mahesa menanyakan tentang ponsel Cindy yang berada di tangan anak pemilik warung. Dan keberadaan Cindy saat ini. Tetapi, tetap saja jawaban yang sama yang Mahesa terima.

Sementara mengenai ponsel, mereka mengaku mendapatkan ponsel itu tergeletak di dekat warung.

Mahesa tentu tidak bisa percaya begitu saja. Karena itu, ia mengambil laptopnya menunjukkan sesuatu kepada kedua wanita itu.

Wanita paruh baya bernama Ratna itu membulatkan matanya melihat rekaman video cctv yang di tunjukkan oleh Mahesa. Sementara sang anak menoleh ke ibunya.

Disana ditunjukkan, bahwa Cindy di bekap mulutnya. Wanita itu pingsan dan di bawa pergi menggunakan mobil. Setelah mobil pergi, Ratna datang dan mengambil ponsel Cindy begitu saja.

"Kalian pasti tahu, siapa laki-laki itu?!" Tanya Mahesa dengan tegas.

Wajah pemilik warung sudah memucat. Buliran bening sudah menghiasi keningnya.

"Sa..saya nggak kenal pak,"

Braakk!!

Mahesa emosi dan menggebrak meja dengan keras. "Cepat! Jawab yang jujur! Jangan sampai kami berbuat kasar untuk buat ibuk mengaku!" Seru Mahesa kasar. Nada suara yang tinggi, kadang jadi ancaman untuk membuat mental lawan kalah.

"Jelas-jelas ibu berbicara lama sekali dengan pria itu! Cepat katakan dengan jujur. Kalau ibu bisa di ajak kerja sama, kami mungkin akan meringankan hukuman ibu Ratna. Tetapi kalau ibu tetap mencoba tutup mulut dan berbohong, hukuman yang ibu terima akan semakin berat dan berlipat ganda."

Ratna menangis. Begitu juga dengan sang anak. "Buk," ucap sang anak meremas ujung baju ibunya.

Perasaan Ratna jadi berkecambuk. Di satu sisi ia tahu bahwa dengan jujur, ia akan mendapat ganjaran yang besar. Sementara jika ia berbohong dan tutup mulut, tetap juga hukuman itu ia terima. Bahkan putrinya pun akan ikut terseret.

"Pak, lepasin anak saya. Anak saya nggak tahu apa-apa. Saya tahu dimana perempuan itu." Ucap Ratna pada akhirnya sambil menangis pilu. Bagaimana pun, ia memiliki hati seorang ibu. Melindungi putrinya, adalah hal naluriah yang bisa ia lakukan.

...

"Dimana Panji?" Begitulah kalimat yang tertulis di notes kecil milik Cindy. Ia bertanya pada pria yang bertugas menjaga gerbang kediaman pria itu.

"Bos Panji pergi!" Jawab pria berambut gondrong itu dengan suara sarkas. Ia terlihat kurang bersahabat dan melirik Cindy pun tidak.

"Pergi kemana?" Kembali Cindy bertanya.

"Hari ini ada pertemuan besar partai. Bos Panji wajib hadir." Jawabnya datar.

Cindy mengangguk paham. Kemudian ia berbalik hendak kembali masuk ke dalam rumah. Namun, baru beberapa kali Cindy melangkah, pria itu pun berkata, "biaya pertemuan hari ini, di bawa lari sama bokap lo." Ucapnya membuat Cindy seketika menghentikan langkah dan menoleh.

"..bos Panji rugi besar. Semua biaya pertemuan hari ini harus dia tanggung lagi."

Cindy menghelakan napasnya dalam. Ia kembali menghampiri pria itu dan mulai menulis di notes kecilnya. "Memang berapa biaya pertemuan itu? Berapa uang yang papaku udah larikan?"

Cindy sungguh penasaran, biaya pertemuan seperti apa yang jumlahnya sangat besar. Yang membuat Cindy harus terkurung disini.

Pria itu tampak mengenyam bibirnya sendiri. "Yang bos Panji permasalahkan itu bukan uang, tapi pertanggung jawaban. Bokap lo lari dari tanggung jawab, makanya sekarang lo di jadikan jaminan. Biar si keparat itu datang menghadap bos Panji."

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now