21. Rapunzell

6.1K 612 38
                                    

Cindy menatap sendu papanya yang terbaring lemah di atas ranjang rawat inap. Cairan infus menetes, mengalir ke tubuh Jefri. Suasana ruangan begitu hening.

Maafin aku, papa. Harusnya aku bilang langsung saat aku tahu gimana jahatnya tante riris. Harusnya aku nggak sakit hati waktu papa marah dan nampar aku. Harusnya ku abaikan semua itu dan yakinin papa.

Cindy menghelakan napasnya dalam. Semua yang sudah terjadi, tidak akan bisa di putar kembali. Cindy sudah kehilangan suaranya. Sedangkan sang papa terbaring lemah karena penyakit jantungnya. Dan sekarang, tante Riris dan anak-anaknya, terkurung dalam penjara karena perbuatannya. Mungkin, memang seperti inilah jalannya.

Tetapi, satu masalah yang belum bisa teratasi. Tentang janji Cindy kepada Panji. Ia harus memenuhi perjanjian itu, karena sudah ada perjanjian tertulis di atas materai yang di buat.

Cindy kembali menghelakan napas lelahnya. Ia harus merelakan masa depannya sekarang. Menjadi budak seorang preman yang bernama Panji. Entah kenapa takdir menyeret Cindy menjadi seperti ini.

"Cindy," Cindy tertegun seketika saat mendengar suara lemah itu.

"Papa," ucap Cindy yang tak mungkin di dengar oleh sang papa. Cindy menatap antusias wajah Jefri dan menggenggam tangannya.

"Papa udah sadar, pa? Papa baik-baik aja, pa?" Tanya Cindy tanpa suara. Hanya air matanya yang menggenang di pelupuk mata yang berbicara akan isi hatinya.

Hati Jefri begitu pilu melihat keadaan putri tercintanya. Membuat jantungnya yang bermasalah pun harus menanggung rasa sakit yang lebih.

Ia begitu sedih melihat Cindy yang tak bisa mengucapkan sepatah katapun. Barang memanggil papa sekalipun.

Jefri tidak tahu, sebesar apa cobaan yang sudah di hadapi Cindy sampai ia kehilang suara seperti ini. Segalanya membuat Jefri menyesal. Segalanya membuat Jefri merasa gagal, karena tidak bisa menjaga dan membahagiakan satu-satunya putri yang ia punya.

"Maafin papa, ya. Papa akan sembuh. Papa akan jaga kamu." Ucap Jefri yang membuat kepiluan di hati Cindy semakin menjadi.

Bagaimana papanya akan menjaganya setelah ini. Sementara Cindy telah menjual dirinya untuk kebebasan sang papa. Cindy bungkam. Cindy hanya menganggukkan kepalanya menahan getir tiada terkira yang sedang mengguncangnya.

...

Sudah satu minggu lamanya Jefri menetap di rumah sakit. Sudah satu minggu pula, Cindy menemani sang papa disana. Membagi keceriaan. Menghibur satu sama lain. Mengembalikan kehangatan antara ayah dan anak yang sempat hilang dari keduanya.

Jefri tidak sampai harus di lakukan penanganan seperti operasi atau pemasangan ring di jantung. Ia hanya perlu sering kontrol dan mengikuti seperti anjuran dokter.

Jefri pun sudah di perbolehkan untuk pulang hari ini. Sebuah kabar bahagia, yang membuat gigi Cindy gemetar. Karena hari ini, ia tidak akan bisa merawat sang papa lagi. Ia harus kembali kepada Panji.

"Bik, tolong jaga papa dengan baik. Kalau terjadi sesuatu, langsung hubungi aku. Aku harus pergi." Begitulah kelimat yang Cindy tulis di notesnya.

Bi Narti mengangakan mulutnya sembari menatap Cindy. "Non Cindy mau kemana? Bapakkan sudah sehat, ya non Cindy pulang. Jagain bapak." Ucap bi Narti tidak habis pikir.

Mata Cindy berkaca-kaca dan kepalanya tertunduk. Ia pun sangat ingin kembali ke rumah. Menjaga sang papa dan hidup dengan normal. Tetapi mau bagaimana lagi, ia harus kembali kepada Panji.

"Nggak bisa, bi. Aku harus pergi. Tolong jaga papa baik-baik. Aku percaya sama bibik. Kalau papa tanya, bilang kalau aku bakalan segera balik. Aku harus bayar hutangku."

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now