27. Ketahuan

5.3K 610 42
                                    

"Panji," suara lemah dan samar itu terdengar di telinga Ayu. Membuat firasatnya jadi bertanya-tanya suara siapakah itu. Dan perasaannya semakin penasaran, saat putra bungsunya Panji tidak menjawab pertanyaannya.

Hal inilah, yang membuat Ayu membulatkan tekad dan mulai melangkahkan kaki mencari sumber suara. Membuat Panji lantas segera menghadang jalannya.

"Buk.. buk mau kemana?" Tanya Panji sembari membuka lebar kedua tangannya.

"Itu yang panggil kamu siapa?" Tanya Ayu menatap Panji dengan dahi mengkerut.

"Nggak ada, buk. Nggak ada yang manggil." Elak Panji. Namun sayang, suara itu kembali terdengar, beriringan bersama suara pukulan pintu.

Ayu mengenyam mulutnya menatap sinis Panji. Ia kembali melanjutkan langkahnya, tanpa bisa Panji hadang lagi. Ia menyusuri tangga dan Panji mengekor dari belakangnya.

Suara itu semakin jelas. Membuat rasa penasaran Ayu semakin menjadi. Saat ia membuka kamar Panji, tidak ada siapapun di sana. Tapi ia tahu, dari mana suara itu berasal.

Ayu menatap pintu kamar mandi yang ada di dalam kamar Panji. Gagang pintu tampak bergerak-gerak. Dari dalam sana, terdengar suara wanita yang sedang memanggili nama Panji dengan suara lemah dan menggedor pintu.

Ayu menatap Panji dengan tajam. Sementara Panji langsung membalikkan badannya dan mengacak rambutnya sendiri. "Buka pintunya," perintah Ayu dengan tenang namun tegas.

Panji berdecak lidah dan mendesah pasrah. Ia merogoh saku celana pendeknya dan mengambil kunci dari sana. Dengan perasaan buruk, ia pun membuka kamar mandi yang ia kunci. Dan Ayu langsung mendorong pintu kamar mandi itu.

Mata Ayu seketika melebar. Ia tercengang, terkejut bukan main melihat seorang wanita di dalam kamar mandi anak lajangnya. Hanya menggunakan selembar handuk putih yang melilit tubuhnya. Menatapnya dengan wajah terkejut dan heran.

Ayu kehabisan kata-kata. Saat Cindy mencoba menutupi lehernya, justru membuat Ayu tahu bahwa sesuatu di lehernya harus Ayu lihat.

Sementara Panji, sudah mengumpat-umpat sendiri di dalam hatinya.

...

Ayu benar-benar tidak habis pikir melihat putranya. Dalam hati ia bersungut-sungut, bagaimana bisa ia melahirkan kedua putra yang begitu brengsek. Yang satu mencampakkan istrinya sendiri, dan yang ini malah tinggal dengan wanita yang bukan istrinya.

Berulang kali Ayu mendesah pasrah dan berdecak lidah sambil menatap jengah Panji dan Cindy yang saat ini sudah duduk di hadapannya.

"Jelaskan sama ibuk. Dia ini siapamu? Kenapa.. ck!" Bahkan Ayu merasa lidahnya sungguh malu untuk melontarkan pertanyaan. "Perempuan ini siapa, Panji?" Akhirnya itu saja pertanyaan yang bisa ia ucapkan.

Cindy menoleh ke arah Panji yang tak menjawab dan hanya berdecak lidah di situ. Ia ingin tahu, apa jawaban Panji. Dirinya sebenarnya siapa bagi Panji? Apa iya, Panji akan menjawab bahwa Cindy adalah mainannya kepada sang ibu.

Atau, bolehkan Cindy berharap bahwa Panji akan menjawab bahwa Cindy adalah kekasihnya?

"Teman, buk,"

Wajah Cindy jadi merah padam seketika. Ia mengenyam perasaan pilu untuk jawaban Panji. Kembali, belenggu bersarang di dadanya. Cindy pun membuang wajahnya, menahan perasaan kecewa dan malu yang saat ini sedang ia rasakan.

Ya, akukan cuma mainannya..
Teman?
Hah! Itu cuma alasan. Karena ia tidak bisa berucap bahwa aku adalah mainannya.

"Teman?!" Mata Ayu melebar menatap tajam Panji. "Teman, tapi tidur bersama?! Begitu?!" Tanya Ayu tegas. Ayu menghelakan napas menahan emosi yang ingin mencuat.

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now