12. Bagaimana?

4.1K 476 23
                                    

Aku menggenggam pisau di tangan kananku. Kemudian, mengiris bawang di atas nampan. Inilah nasibku saat ini, mau tidak mau aku harus menjadi pembantu dari preman sialan itu.

Aku menoleh ke kananku, dimana ada preman lain yang berdiri di sampingku. Ku kira, pembantu yang sedang memasak di dapur yang pria bertato itu katakan, seorang wanita paruh baya. Tahunya, seorang pria yang tampak periang dengan senyuman lebarnya.

"Yana, udah siap ya?" Tanyanya sambil tersenyum lebar. Aku tidak tahu apakah ia memang orang yang ramah atau dia sedang senang sampai ia rajin sekali tersenyum seperti itu. Tetapi, karena baru mengenalnya aku masih merasa asing.

Aku pun menganggukkan kepalaku dan menyerahkan irisan bawang yang ada di nampan.

Ia menerima nampan itu dan memasukkan irisan bawang itu ke dalam wajan. "Yana tenang aja, bos panji itu memang keras. Tapi dia baik kok." Ucapnya dan tentu saja aku tidak percaya.

Jika dia baik, dia tidak akan mungkin menculikku dan mengurungku di rumah ini. Dia sama saja dengan sampah di luar sana. Kejam dan materialistis.

Aku mengambil notes kecil dan pulpen yang ada di sakuku. Pria bernama Panji itu memberikanku notes kecil dan pulpen. Katanya agar bisa berkomunikasi denganku yang bisu. Yah, ini cukup membantu memang.

"Apa yang udah papaku lakukan? Kenapa Panji sampai nyulik aku?" Tanyaku dengan menuliskan itu di notes kecilku.

Wajah senangnya itu sedikit berubah. Justru ia tersenyum tak acuh ku lihat. "Bos panji belum bilang?" Tanyanya balik. Dan aku langsung menggelengkan kepalaku.

"Papamu korupsi." Ucapnya membuat mataku melotot galak seketika. Kami tidak kekurangan uang, lalu kenapa papa korupsi?

"Dia bawa lari uang partai. Dia udah sia-siakan kepercayaan bos Panji. Padahal bos Panji udah kasih kesempatan untuk menyelesaikan semuanya dengan baik-baik. Tapi papamu malah kabur dan lari dari tanggung jawab. Jadi wajar aja kalau bos Panji marah, Yana." Jelas Gerald.

Aku tercenung seketika. Apa benar papaku melakukan hal itu? Rasanya sungguh tidak mungkin.

Tapi jika memang benar seperti itu, pasti begitu banyak uang yang papa larikan hingga Panji jadi marah seperti itu. Dan.. apa mungkin inilah alasan kenapa papa tidak bisa dihubungi? Karena ia sedang melarikan diri dan bersembunyi.

Ya Tuhan, kenapa papaku jadi seperti ini? Pikirku. Aku sampai memijat pelipisku sendiri karena tidak habis pikir. Apa mungkin tanpa sepengatahuanku, perusahaan papa mengalami kendala.

Aku kembali mengambil notesku. "Memang, berapa uang yang papaku larikan?" Tanyaku.

Gerald mengaduk saos asam manis buatannya. Kemudian ia mengangkat kepalanya sembari berpikir. "Hmm, nggak tahu sih tepatnya berapa. Tapi kalau sampai kamu di bawa kesini, udah pasti jumlahnya besar." Ucap Gerald.

Ya, pasti jumlahnya sangat besar. Jika hanya uang satu dua juta, tidak mungkin hal seperti ini akan di lakukan Panji.

"Kelompok benteng industri itu kelompok besar, Yana." Ucapnya.

Kelompok benteng industri? Pikirku. Tidak pernah mendengar sama sekali tentang nama kelompok itu.

"Semua perusahaan yang ada di daerah perindustrian di kota ini, gabung di kelompok benteng industri. Dibawah kelompok besar ini, ada satu partai besar yang kita dukung. Jadi, kalau ada aliran uang, udah pasti jumlahnya pun besar."

Aku sungguh tidak mengerti masalah kelompok-kelompok dan partai seperti yang di jelaskan Gerald. Justru sebelum Gerald menjelaskan hal itu tadi, aku pikir partai adalah kelompok terbesar. Nyatanya sebuah partai besar pun di naungi sebuah kelompok lagi. Ah, kepalaku sakit memikirkannya.

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now