20. Menculik Papa

4.6K 600 28
                                    

Cindy duduk terdiam di samping Panji. Kepalanya ia tekuk dan terkadang ia tolehkan ke samping. Ia tidak berani menatap Panji dan melirik pun ia merasa takut.

Bayang-bayang akan perbuatan panji kemarin siang membuat isi perut Cindy terasa berputar. Ia mencium Cindy sesuka hatinya, membuat bibir Cindy jadi memerah.

Hampir semalaman Cindy menangis karena ciuman pertamanya di rebut oleh si sialan Panji. Dan sebentar lagi, seluruh diri Cindy pun jadi milik si sialan itu. Cindy benar-benar menyesal membuat kesepakatan dengan Panji. Tetapi mau bagaimana lagi, ia harus menyelamatkan sang papa segera.

Saat ini, ia dan Panji serta beberapa orang Panji sedang dalam perjalanan ke rumah sang papa. Mereka dalam misi untuk menculik papa Cindy dari rumah.

Tak lama, mobil yang mereka tumpangi pun sampai. Panji turun dari mobil dan menatap kediaman megah Janiarta. Pantas saja kulit Cindy secantik itu, nyatanya calon mainan Panji itu seorang tuan putri.

Gerbang kediaman Janiarta pun di buka selebar mungkin oleh orang-orang Panji. Ambulance pun sudah ia siagakan. Dan kali ini, Cindy berjalan masuk dengan yakin ke rumahnya. Walau deru di dadanya terus bergemuruh cepat.

"Non, siapa orang-orang ini?" Tanya bi Narti menghampiri Cindy. Tetapi Cindy tidak menjawab. Ia terus berjalan menuju ke kamar papanya dan di ikuti oleh Panji dan orang-orangnya.

"Cindy," lenguh sang papa yang melihat kehadiran Cindy di sana. Tangan pria itu terus bertengger di dadanya yang terasa sakit.

Jefri heran menatap para pria yang ikut masuk ke dalam kamarnya. Mereka bahkan membawa tandu untuk mengangkat Jefri.

Papa panggil Cindy dengan sedih. Ia mengusap wajah sang papa dan menahan tangisnya sebisa mungkin. Sekarang kita pergi ya, pa ucapnya kemudian mengecup kening sang papa.

"Bawa segera!" Perintah Panji dan orang-orangnya langsung menjalankan perintah. Mereka mengangkat tubuh Jefri dan menaruhnya di atas tandu. Kemudian, mengangkat tandu itu, untuk segera di bawa menggunakan ambulance.

Tarikan napas dalam Cindy bergetar. Akhirnya, ia bisa menyelamatkan sang papa. Akhirnya, ia bisa membawa papanya keluar dari rumah. Walau masa depannya yang sudah ia rancangkan, harus ia korbankan dan ikhlaskan.

Saat kaki Cindy dan Panji mulai menyusuri lantai marmer itu hendak keluar, mereka heran kenapa para pria yang membawa tandu itu berhenti. Dan saat mereka tahu siapa yang berdiri di depan sana, Cindy langsung meremas jaket Panji dan bersembunyi di belakang pria itu.

Tante Riris batin Cindy. Tangan Cindy bergetar dan ia sungguh takut akan menghadapi iblis itu.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN?! KENAPA KALIAN BAWA SUAMI SAYA?!" dengan lantang tante Riris bertanya. Ia membesarkan matanya seakan tak gentar menghadapi orang-orang yang ada di hadapannya.

"TURUNKAN SUAMI SAYA! SIAPA KALIAN INI?!" Bentaknya.

Panji langsung menghampirinya. Membuat tante Riris terkejut melihat kehadiran Cindy disana.

"Cindy," gumamnya membesarkan matanya menatap Cindy.

"Jadi lo mama tirinya dia?" Ucap Panji dengan santai.

"Kamu siapa?!" Bentak Riris berani. "Pasti kamu yang sudah pengaruhi anak saya sampai dia kabur dari rumah?!" Tuduhnya.

"Sekarang kamu mau apakan suami saya hah?!" Serunya mendorong dada Panji. Membuat Panji langsung menepis tangannya itu dengan kasar. "Kembalikan suami saya ke kamar sekarang juga! Atau saya laporkan kamu sama polisi!" Ancam Riris.

"Mending lo minggir. Jangan bikin gue habis kesabaran," ucap Panji pelan dan terkesan malas menghadapi wanita yang ada di hadapannya.

Tetapi, Riris tampaknya tidak mendengar apa yang Panji katakan. Justru ia berteriak histeris, "mas! Mas!" Hendak menghampiri Jefri. Tetapi Panji menghalangi.

Riris terus berusaha. Membuat kesabaran Panji habis dan dengan enteng mendorong tubuh wanita itu. Hingga Riris terjolak ke belakang dan melenguh kesakitan.

Tubuh Cindy bergetar. Ia melihat sang papa yang memegangi dadanya sambil menahan rasa sakit. Tampaknya kekacauan yang terjadi membuat jantungnya yang lemah jadi bereaksi. "Akhh.. akhh," Jefri menahan rasa sakitnya.

Papa.. papa.. Cindy menatap cemas kondisi sang papa. Seluruh tubuhnya bergetar dan air matanya mengalir deras. Ketakutan besar itu pun melingkupi jiwa Cindy.

Sementara itu Riris mulai bangkit dan kembali berhadapan dengan Panji. "Heh! Preman sialan! Lepasin suami saya sekarang juga! Ini tindakan kriminal!" Serunya penuh emosi.

Riris merogoh tasnya dan mengambil ponselnya. Ia hendak menghubungi Mahesa, keponakannya. Tetapi, saat ia mulai berusaha, sebuah mobil tampak berhenti di depan rumah Cindy.

Itu Mahesa. Ia dan rekannya turun dari mobil dan berhadapan langsung dengan Panji.

"Mahesa, Mahesa tolong tante, nak. Laki-laki ini mau bawa om kamu." Ucap Riris dengan histeris.

Cindy yang melihat kehadiran Mahesa semakin takut. Tangannya yang gemetar itu menangkap tangan Panji dan menggenggamnya erat. Tangan Cindy begitu dingin. Mengisyaratkan betapa takutnya ia saat ini.

Mahesa pasti menghalangi mereka. Sementara sang papa sudah sangat menderita di situ. Cindy begitu frustasi dan menangis segugukan.

Mahesa dan Panji saling bertatapan dengan sengit. Keduanya tampak berani dan dominan satu sama lain. Sementara Riris terus berseru minta tolong kepada Mahesa.

"Tante," ucap Mahesa kemudian menoleh ke arah Riris. "..maaf. kami harus bawa tante ke kantor polisi." Ucap Mahesa membuat Riris seketika tercengang. Matanya terbelalak dan mulutnya membuka lebar.

Cindy pun sama terkejutnya. Ia sampai hampir lupa cara bernapas mendengar ucapan pria itu. Mahesa nangkep tante Riris? Batinnya tak percaya.

"Mahesa," cicit Riris dengan lemah. Riris benar-benar tidak percaya mendengar ucapan keponakannya itu.

"Bawa tante Risna sekarang. Setelah ini kita jemput kedua anaknya di sekolah." Perintah mahesa.

Riris langsung berteriak histeris. "Mahesa! Mahesa! Kenapa saya di tangkap Mahesa?! Saya nggak bersalah!" Ia mencoba berontak saat polisi menggiringnya ke dalam mobil. Sementara Mahesa menulikan pendengarannya dan membekukan perasaannya.

Sementara itu, Panji menoleh sekilas ke belakang. Dan orang-orang Panji langsung melaksanakan tugasnya. Mereka membawa Jefri, ayah Cindy masuk ke dalam ambulance. Kemudian melarikan pria itu ke rumah sakit segera.

Panji menggenggam tangan Cindy. Lalu ia berjalan melewati Mahesa yang masih berdiri di situ. Di ikuti oleh Cindy yang di genggam tangannya.

"Cindy," suara berat Mahesa membuat langkah Panji dan Cindy terhenti seketika. Cindy hanya menajamkan pendengarannya tanpa menoleh sama sekali ke arah Mahesa. Sementara Panji menoleh untuk melihat raut wajah Cindy.

"..gue harap kesalah pahaman di antara kita udah selesai. Gue cuma bertindak sesuai porsi gue." Ucap Mahesa menjulurkan tangannya kepada Cindy. Mencoba berdamai dengan wanita itu.

Cindy hanya diam. Justru ia menatap mata Panji yang menatapnya dengan tajam. Untuk menelan salivanya pun terasa sakit bagi Cindy.

Akhirnya, Cindy memilih untuk melangkahkan kakinya. Mengabaikan apa yang Mahesa katakan. Mengabaikan uluran tangan yang pria itu berikan. Membuat Panji langsung menaikkan sebelah alisnya dan mengikuti langkah Cindy.

"Mahesa.. terima kasih. Tetapi aku bukan Cindy yang kemarin lagi. Lebih baik tidak ada lagi kata dan interaksi di antara kita." Ucap Cindy di dalam hatinya.

Mahesa menatap mobil yang di tumpangi oleh Cindy dan Panji berlalu. Ia mengusap tangannya sendiri yang di tolak oleh Cindy.

Mahesa, kalah satu langkah dari Panji. Ia hadir saat Panji menyelesaikan tugasnya. Ia membuat keputusan, saat Panji telah menjadi penolong bagi Cindy. Menjadikan dirinya sebagai pangeran dari sang cinderella. Menggantikan Mahesa, yang bertemu Cindy pertama kali.

Harusnya, aku memaksanya ikut denganku waktu itu.

Harusnya, aku memberi penjelasan dan tak membiarkan dirinya salah paham.

......
Kalah satu langkah itu, rasanya nyesek cuy. 😫

Pernah nonton drakor surplus princess nggak? Disitu pangerannya juga kalah 1 langkah 😥

Jangan lupa vote dan komen yaa..
Makasih 💜

Cinderella Escape || Panji ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang