25. Tidak bicara

5.5K 610 41
                                    

Cindy berbaring lemah di atas ranjang empuk milik Panji. Memang di atas ranjang ini terasa lebih nyaman untuk berbaring di banding dengan ranjang yang ada di kamar Cindy. Leher Cindy masih terasa sakit, bekas pukulan Panji tadi. Entah kenapa hal itu membuat seluruh tubuh Cindy jadi lemah seperti ini.

Cindy sendiri terkejut bisa mendengar suaranya lagi. Entah kenapa ia bisa berbicara lagi, di saat harapannya untuk melanjutkan hidup hampir pupus. Bahkan hampir saja ia menyayat nadinya sendiri. Jika bukan karena di buat pingsan oleh Panji, mungkin Cindy tidak akan berbaring di tempat tidur ini saat ini. Mungkin di atas ranjang rawat inap rumah sakit, atau tidur di selimuti kain kafan.

Cindy menggerakkan matanya melihat kehadiran sosok Panji di kamar itu. Wajah segar pria itu karena baru selesai membasuh diri, tampak semakin segar dengan senyuman sumringah di wajahnya.

Panji langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, membuat ranjang itu berguncang. "Aakhh," lenguhnya. "..entah kenapa gue lagi senang," gumamnya seorang diri.

Ia menyampingkan tubuhnya menatap Cindy. Satu tangannya bertopang di kepalanya. Sementara Cindy menatapnya dengan tatapan lemah.

"Jadi lo udah bisa ngomong?" Ucapnya sok akrab. Tapi sayang, Cindy hanya menatapnya dalam diam.

"Coba coba.. gue mau dengar suara lo lagi. Ngomong coba," Ucap Panji dan Cindy pun tetap diam.

Panji jadi gemas sendiri. Ia menjepit pipi Cindy dengan gemas. "Ayo ngomong kaya tadi. Gue mau dengar suara lo." Suruh Panji lagi. Dan Cindy pun memukul lengan Panji yang menjepit pipinya.

"Biarin aku mati," ucap Cindy yang membuat Panji langsung membekap mulut wanita itu.

"Udah..udah.. nggak usah lo ngomong! Lebih suka gue lo bisu. Tiba-tiba bisa berkicau langsung minta mati. Enak aja lo minta mati. Lo masih jadi mainan gue! Gue yang tentuin lo boleh mati atau enggak!" Omel Panji panjang lebar.

Panji melepas bekapannya dan melirik sinis Cindy. Mood Panji jadi rusak. Ia memilih untuk membelakangi Cindy dan memejamkan matanya.

Sementara Cindy masih diam di situ. Tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Selama aku membisu, aku lebih banyak menggunakan telingaku untuk mendengar. Aku lebih banyak menggunakan mataku untuk melihat.

Cindy menoleh kearah Panji. Dimana, hanya rambut dan punggung pria itu yang bisa ia tatap. Karena Panji sedikit marah dan tidur membelakangi Cindy.

Cindy menatap punggung Panji dalam diamnya. Punggung yang beberapa kali sudah melindungi dirinya.

Aku memang terlalu bodoh karena menyerahkan diri untuk orang seperti dia. Tapi.. di balik punggung orang ini, aku mendapatkan 'Panjiku'. Keadilanku, kenyamananku, keamananku dari setiap panah yang sedang mengejarku.

Memang, mulutnya kasar. Memang dia pun sudah bertindak tidak adil terhadapku. Tetapi itu pun, tidak bisa di katakan tidak adil karena aku pun menyetujuinya. Prigayannya pun bagai preman. Tapi.. saat dia menolongku, saat dia membelaku, saat dia mengusap kepalaku, menggenggam tanganku, mengucapkan kata penenang dari mulut kasarnya.. dengan bodohnya.. perasaanku melemah dan aku terlena.

Cindy menyampingkan tubuhnya ke arah Panji yang ada di kirinya. Tangan kanannya yang rapuh itu, perlahan ia angkat. Menelusup di lengan Panji. Memeluk pria itu dari belakang. Menempelkan wajahnya di belakang tengkuk Panji. Membuat mata Panji langsung terbuka dan menatap tangan yang menyentuh dadanya itu.

Bunuh aku Panji. Sebelum aku jatuh terlalu dalam.

...

Mata Gerald berulang kali bergerak kesana dan kemari. Ia heran saja, kenapa pagi ini bosnya Panji tidak banyak bicara. Dan Cindy yang sudah bisa berbicara kembali pun, tidak mengeluarkan sepatah kata pun juga.

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now