17. Mencari Papa

4.1K 521 39
                                    


Panji menatap tangan Cindy yang mulai melepas jari jemarinya. Wanita itu pamit padanya, setelah mereka turun bersamaan di tangga. Panji terkejut saat tadi wanita itu menangkap jemarinya.

Dia hampir goyah. Sebagai pria normal, matanya tentu saja tahu yang mana yang menarik. Entah sudah berapa kali ia meneguk salivanya sendiri setiap kali berhadapan dengan wanita itu.

Tetapi ia harus melepaskan wanita itu. Cindy bukan wanita yang boleh ia ajak bermain. Cindy bukan wanita yang boleh hidup di lingkaran kehidupan seorang Panji. Karena itu, dari pada terus melihatnya, Panji lebih membiarkan wanita itu pergi.

Jangan balik lagi kesini! Artinya.. pergilah. Tempatmu bukan di sini.

Panji menghelakan napasnya dalam. Setelah wanita itu undur diri, Panji juga beranjak dari sana. Ia berdiri menghadap jendela, ingin melihat wanita itu saat keluar dari rumahnya.

Tetapi, apa yang ia lihat? Si sialan Gerald malah memeluknya. Membuat darah Panji langsung mencuat. "Sialan!" Umpatnya menggertakkan giginya. Napas Panji terdengar kasar.

Dengan menggenggam kuat jerjak besi yang ada di hadapannya, Panji menatap tajam Gerald. Saat pria itu mulai berjalan kembali masuk ke rumah, di situ Panji langsung menghampirinya.

Panji langsung menarik baju Gerald dan langsung mendorong tubuh pria itu. Membuat Gerald tercengang seketika, lalu tertawa tak acuh melihat kelakuan Panji.

Apa lagi, saat mendengar suara mobil Panji. Gerald langsung mendesah kasar sembari mendelik keluar. Pria itu langsung menyebabkan keributan di rumah. Menginjak pedal gasnya dalam-dalam. Memanaskan mesin mobilnya dengan sangat berisik.

Entah apa yang Panji lakukan di dalam mobil. Ia seperti melakukan sesuatu yang Gerald tidak tahu. Namun kakinya, terus menginjak pedal gas mobilnya.

Cukup lama ia di dalam sana, sampai akhirnya tiba-tiba mobilnya melaju dengan kencang. Meninggalkan pelataran rumah dengan cepat. Membuat Gerald menggelengkan kepala melihat kelakuan pria itu.

Bukan urusan gue. Mulai dari sini, gue cuma penonton.

...
Cindy menghelakan napasnya dalam. Ya, tempatnya bukan disitu. Ia punya tujuan dan jalannya sendiri. Tetapi mungkin tidak untuk bersama orang-orang seperti Panji ataupun Gerald.

"Lo mau kemana?" Suara datar itu bertanya.

Cindy menatap sekilas jemari kiri Panji yang ia letakkan di atas porsneling mobil. Ada tatto kecil yang menghiasi disana. Lalu Cindy mulai menulis dan menunjukkannya kepada Panji.

Panji mengambil notes kecil Cindy dan membacanya sekilas. "Enggak tau," begitulah tulisan yang ada disana membuat Panji langung mendesah acuh.

"Dasar bego lo!" Umpatnya dan dengan santai membuang notes Cindy ke arah wanita itu. Untung saja mendarat di pangkuan Cindy.

Cindy mengerucutkan bibirnya. Memang pantas Panji mengatainya seperti itu. Ia memang bodoh, tidak tahu arah dan tidak punya persiapan.

"Ah," Panji mendesah dan Cindy hanya melirik sekilas. Panji seperti merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu dari sana.

"Gue nggak mau punya hutang." Ucapnya menjulurkan tangannya ke arah Cindy. Membarikan ponsel kepada wanita itu. "Ini bekasan." Tambahnya.

Cindy menggelengkan kepalanya. Menolak ponsel pemberian Panji. Membuat Panji berdecak lidah. Melirik sinis wanita itu.

"Itu buat gantiin hp lo yang hilang! Jangan kira gue dermawan mau keluarin duit buat lo. Gue udah potong gaji si Dedi. Siapa suruh dia kerja teledor." Panji melepas ponsel itu, membuat Cindy mau tak mau refleks menangkapnya.

Cinderella Escape || Panji ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang