7. Penyesalan

5.6K 564 39
                                    

Erik mengusap wajahnya kasar. Setelah kejadian tempo hari, perasaannya berkecambuk. Ia habis di omeli oleh orang tuanya. Mereka begitu kecewa akan kelakuan Erik.

Wajah tampan Erik tampak merah lebam. Bukan karena di hajar masa karena kejadian tempo hari. Warga disana tidak menyakiti Erik sedikit pun. Tetapi, bekas lebam itu adalah bekas gambar tangan sang papa. Yang begitu marah dan kecewa akan kelakuan putranya tersebut.

Dan sekarang, yang membuat hati Erik resah dan kepalanya pusing adalah.. Cindy. Kemarin, bi Narti menjadi salah satu saksi mata di sana. Tentu saja, berita tentang kejadian tempo hari itu sudah terdengar oleh Cindy pikir Erik.

Ia sangat mencintai Cindy. Sangat menyayangi wanita itu. Sementara dengan Lia, ia hanya terbuai dengan kenyamanan. Tanpa ada rasa sedikit pun.

Erik membutuhkan sosok seseorang saat itu. Dan Lia ada untuknya. Sementara Cindy yang berubah sikapnya, jadi susah di ajak untuk berbagi rasa. Dan sekarang, ia pun menyesal. Dirinya di tuntut untuk menikahi Lia secepatnya.

"Gimana aku harus ngomongnya sama, kamu? Jangankan bicara untuk minta maaf, ingat kamu aja aku udah malu banget, Yang." Gumam Erik.

Dia tidak berani menelpon Cindy. Ia tidak berani meminta maaf. Ia tidak berani bertemu dengan wanita itu. Hatinya memendam rasa bersalah yang begitu besar terhadap wanita itu.

"Kamu udah telepon Cindy?!" Suara sang mama pun terdengar kasar bertanya pada Erik. Erik tahu bahwa semua orang sedang marah terhadapnya. Termasuk sang mama yang begitu menyayangi Cindy yang sudah di anggap seperti anak sendiri. Erik begitu mengecewakan dirinya.

Dengan lemah, Erik menggelengkan kepalanya. "Belum, ma," jawabnya mencicit lemah.

"Telepon ERIK!!" Suara sang mama meninggi. "Minta maaf sama Cindy!" Serunya penuh emosi.

"Sudah menghianatinya, sekarang kamu mau bersikap enggak acuh seperti ini?!"

"Iya, ma. Nanti aku telepon," balas Erik menyela omelan sang mama.

Sang mama mendengus kesal. "Enggak ada salahnya Cindy sama kamu. Tapi kamu tega sekali sama dia." Sang mama menggeleng jengah. Sementara Erik memejamkan matanya erat menahan perih di hatinya. "Kamu boleh menikah dengan perempuan selingkuhanmu itu. Tapi jangan harap mama bisa peduli sama dia." Ucap sang mama membuat Erik langsung menatap mamanya itu.

"Melihatnya saja mama nggak sudi. Murahan kalian berdua!" Seru sang mama lalu dengan kesal beranjak meninggalkan Erik.

Erik mengusap wajahnya kasar dan mendengus kasar. Ia tahu bahwa mamanya sangat marah. Dan semua kemarahannya akan Erik terima dan hadapi.

Di tengah kekalutannya, tiba-tiba ponsel Erik berdering. Erik langsung menoleh ke samping, di mana handponenya tergeletak. Di tatapnya layar ponselnya, dan seketika ia berdecak lidah.

Lia. Begitulah nama yang tertulis di layar ponselnya.

Erik mereject panggilan tersebut. Ia tidak mau memikirkan lebih banyak hal saat ini. Termasuk berbicara dengan Lia yang sudah menjadi calon istrinya kini.

Berulang kali, berulang kali ponsel Erik berdering. Tetapi Erik tetap tidak menjawabnya. Hingga akhirnya, ponselnya pun berhenti berdering. Dan tak lama, sebuah pesan pun masuk.

Erik menggernyitkan dahinya. Ia pun meraih ponselnya dan melihat pesan itu. Masih dari orang yang sama. Lia. Ia mengirim sebuah video disana.

Erik pun membuka video itu. Di tatapnya video itu dengan dahi mengkerut. Video rekaman cctv di rumah Lia.

Mata Erik membesar seketika. "Cindy?" Gumamnya melihat sosok Cindy yang terlihat dalam video itu. Jantung Erik langsung bergemuruh cepat. Darahnya langsung mengalir deras. Namun napasnya menjadi sesak seketika.

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now