4. Melarikan Diri

5.6K 561 22
                                    

Tok..tok..tokk..

Ketukan pintu terdengar di telingaku. Saat aku menoleh, kulihat bi Narti masuk ke dalam kamarku. Bersamanya ia membawa nampan di tangannya.

"Non, Cindy, makan dulu. Dari tadi malam belum makankan?" Ucap bi Narti khawatir.

Bi Narti membawa masuk makanan itu dan menaruhnya di atas meja rias. Lalu ia duduk di atas kasurku.

"Non, Cindy kenapa? Nggak pernah aku lihat begini." Wajah khawatir bi Narti terlihat saat menatapku. Beruntung memang, masih ada orang-orang yang menyayangiku. Dia menjadi asisten rumah tangga di rumahku sejak aku kecil.

Aku hanya menghelakan napasku tak menjawab pertanyaan bi Narti. "Papa udah pergi bik?" Tanyaku.

"Udah, non. Non Milly dan non Merry juga udah berangkat sekolah. Nyonya Riris juga." Jawab bi Narti.

Aku menatap bi Narti dengan mata berkaca-kaca. "Bik, bibik percayakan sama aku?" Tanyaku dengan perasaan yang putus asa ini.

"Iya, non. Bibik percaya. Memangnya ada apa?" Balas bi Narti.

Aku mengusap air mataku yang membasahi pipi. "Tante Riris itu jahat, bik! Dia mau kuasai hartanya papa. Dia bunuh mama!" Hati ku begitu sakit mengucapkan kenyataan yang teramat pahit itu.

Bi Narti terdiam. Ia membuang pandangannya. Awalnya, kupikir bi Narti juga sama seperti papa. Tidak percaya akan apa yang aku katakan. Tetapi, setelah ku lihat dia menitihkan air mata, hatiku langsung bertanya-tanya.

"Sebenarnya.. aku udah tahu, non," bi Narti menggenggam erat tanganku dan tertunduk dalam. Aku sungguh tercengang mendengar apa yang bi Narti katakan.

"Maafkan aku, non. Aku nggak bisa apa-apa. Buk Riris ngancem akan bunuh non Cindy, kalau aku kasih tahu semuanya sama Bapak." Ucap bi Narti penuh penyesalan. Bi Narti menangis begitu pilu dan di genggamnya erat tanganku.

Apa lagi ini Tuhan batinku. Bahkan asisten rumah tangga kami yang sangat setia, nyatanya juga merasakan derita yang menyesakkan.

"Dia kejam banget! Apa sih salah kita sampai dia setega itu, bik?" Aku benar-benar tak habis pikir akan semua ini.

"Non Cindy, aku nggak bisa berbuat apa-apa. Aku lemah, nggak bisa lindungi non Cindy. Lebih baik, non Cindy pergi secepatnya. Non Cindy temuin bapak, mumpung bapak lagi di luar kota. Jangan sampai, semuanya terlambat, non. Ngomong sama bapak dengan baik-baik." Saran bi Narti.

"Jujur saja, non Cindy, kita nggak tahu kapan.. sewaktu-waktu, bukan nggak mungkin nyonya Riris ngasih racun di makanan non Cindy. Kaya dia yang dengan sengaja celakain nyonya." Ucap bi Narti.

Ucapan bi Narti membuka jalan pikiranku. Bi Narti benar, tante Riris itu iblis. Hal yang memungkinkan bahwa ia akan mencelakaiku dalam waktu dekat.

Iya jika tante Riris memang menungguku tamat kuliah, bekerja lalu menikah baru ia mencoba menguasai harta papa. Jika dia berubah pikiran? Dan lagi, sekarang saja ia mulai berkuasa di rumah ini. Bahkan papa sangat percaya padanya.

Aku menganggukkan kepalaku. "Iya, bik. Bibik benar. Aku harus ngomong sama papa. Aku harus kasih tahu semuanya sama papa." Putusku setuju akan saran bi Narti.

Tiba-tiba kami mendengar suara klakson mobil. Aku langsung melihat jam dan aku yakin kedua adik tiriku sudah pulang sekolah.

"Bibik permisi, non. Semoga Tuhan lindungi non dan bapak selalu." Ucap bi Narti dengan penuh perasaan.

Bi Narti lantas keluar dari kamarku. Meninggalkan aku yang mulai mengatur strategi.

Rencanaku, aku akan melarikan diri malam ini. Untuk malam ini, aku akan tidur di rumah Lia. Lalu, besok, aku akan menemui papa yang sedang di luar kota selama satu minggu. Aku akan menceritakan semuanya pada papa. Agar wanita iblis itu di hukum segera.

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now