9. Melarikan Diri lagi

4.6K 557 10
                                    

Pagi ini aku terbangun dengan perasaan hampa. Aku tidak tahu, entah berapa lama lagi perasaan seperti ini harus aku rasakan setiap aku membuka mataku. Ingin rasanya, semua cepat terselesaikan.

Aku ingin pulang. Aku ingin tidur di rumahku. Tanpa ada orang lain yang akan mengancam keselamatanku. Aku berharap, semua itu akan segera terjadi.

Aku beranjak dari tempat tidur. Pergi menuju kamar mandi untuk membasuh diri. Ku ikat rambut panjangku dan aku mulai keluar dari kamar.

Kulihat bi Asih sedang memasak di dapur. Aku menghampirinya, menebarkan senyum tanda keramahanku.

Aku ingin membantu bi Asih untuk menyelesaikan masakannya. Tetapi bi Asih langsung berkata, "nggak usah, non. Biar bibik aja. Nanti tuan Mahesa marah." Ucap bi Asih.

Aku langsung memiringkan kepalaku. Ingin menyela kata-katanya pun aku tidak bisa. Ah, andai suaraku kembali.

Aku pun meninggalkan bi Asih. Berniat untuk melihat-lihat di sekitar rumah. Aku tidak menemukan Mahesa. Aku tidak tahu dia sudah pergi bekerja atau belum bangun. Tetapi saat aku keluar dari rumah itu, aku melihat mobil Mahesa masih terparkir disana.

Bosan karena tidak bisa melakukan apapun, aku pun mengambil sapu lidi dan mulai menyapu halaman. Lidi mulai bergesekan, menyapu dedaunan yang berserakan. Dengan pikiran yang entah melayang-layang kemana, aku mulai menyapu satu bagian demi bagian.

Tin..tinn.. tin..tin..

Suara klakson mobil yang ada di balik gerbang menyadarkanku seketika. Aku tidak melihat jenis mobilnya, karena gerbang rumah Mahesa di hiasi lagi dengan pelapis.

Melihat tidak ada orang yang membukakan gerbang, aku pun berniat untuk membukakan gerbang. Aku menyandarkan sapu lidi yang ku pegang ke pohon mangga yang ada disana. Kemudian, dengan berlari kecil, aku pun bergegas menuju gerbang.

Saat aku hendak ingin mengambil kunci gerbang yang tersangkut di dinding, tak sengaja mata ini melihat plat mobil yang sedang berhenti di depan sana dari lubang kecil yang ada di gerbang.

Tenggorokanku langsung menelan gumpalan besar yang begitu menyakitkan. Seluruh tubuhku gemetar dan merinding. Dan kepalaku langsung terasa sakit.

Ya Tuhan. Itu mobil tante Riris batinku. Bagaimana bisa tante Riris ada disini? Kenapa? Kenapa? Begitu banyak pertanyaan yang menyerang isi kepalaku.

Tanpa buang waktu, aku langsung bergegas menjauh dari sana. Aku buru-buru masuk ke dalam rumah itu dan bergegas menuju lantai dua.

Aku pergi menuju balkon dan mencoba mengintip ke bawah sana. Benar saja, itu mobil tante Riris. Mobil yang dulu selalu di pakai oleh mama. Aku yakin tidak mungkin salah mengenali mobil itu.

Ku lihat, penjaga rumah Mahesa mulai membukakan gerbang. Tanpa buang waktu, aku langsung bergegas menuju kamar dimana aku tidur tadi malam.

Aku harus kabur! Aku harus kabur! Seruku dalam hati.

Untung saja tadi malam aku tidak mengeluarkan apapun dari dalam tas ranselku. Jadi aku tinggal menariknya saja, lalu berusaha untuk segera melarikan diri dari rumah itu.

Saat aku hendak menuruni tangga, aku harus mengurungkan niatku karena pendengaranku mendengar suara Mahesa.

"Oh, tante udah datang?"

Apa? Tante? Batinku. Jadi, tante Riris itu tantenya Mahesa?

Aku mulai berspekulasi buruk terhadap Mahesa. Betapa bodohnya aku. Aku mempercayai orang yang baru saja ku kenal. Aku menceritakan semua masalahku padanya. Namun nyatanya, orang itu adalah keponakan tante Riris. Orang yang paling ku benci.

Cinderella Escape || Panji ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang