23. Main Golf

8.2K 591 33
                                    

Cindy termenung dalam lamunannya. Saat pagi tadi ia bangun dari tidurnya, ia sadar bahwa ia telah kehilangan banyak hal. Membuat ia merasa sungguh tidak ada lagi guna dalam menjalani hidup.

Cindy menghelakan napasnya dalam. Ia menatap makanan yang sudah tersaji di hadapannya. Ia benar-benar tidak berminat untuk makan walau sedikitpun. Berbeda dengan Panji yang duduk di kursi utama, pria itu tampak sumringah sambil memakan makanannya dengan tekun.

"Cepat habisin makanan lo. Setelah ini temanin gue main golf." Ucap Panji.

Cindy pun mulai memakan makanannya tanpa minat. Memakan sedikit demi sedikit, tanpa peduli rasa atau bagaimana makanan itu.

Di tengah suasana yang hening saat mereka berdua sarapan pagi, seorang pria tampak menghampiri Panji dan membisikkan sesuatu pada Panji.

Panji lantas menganggukkan kepalanya dan menyuruh pria itu pergi. Ia meneguk minumannya hingga tandas, lalu menatap Cindy. Membuat Cindy langsung membuang wajahnya.

"Selesaikan makanan lo, gue tunggu di luar." Ucap Panji dan Cindy hanya menganggukkan kepalanya pelan.

...

Bug!

Cindy terkaget bukan main saat ia hendak keluar dari pintu rumah Panji, seseorang terjungkal di hadapannya. Mata Cindy melotot menatap pria itu. Dan saat Cindy menoleh ke samping, di sana ada Panji yang berdiri dengan wajah songongnya itu. Menatap bengis pria yang jatuh tersungkur tadi.

Cindy menelan gumpalan besar di tenggorokannya. Ia ingin menolong pria itu, tetapi apalah daya Cindy. Ia pun butuh pertolongan. Dan menolong pria itu, sama saja dengan menyerahkan diri untuk di bunuh Panji.

Pria itu berusaha bangkit. Sedangkan Cindy menatap dengan was-was segala sesuatu yang ada di hadapannya.

"Ampun, bos. Ratna sama anaknya masih dalam pantauan polisi, bos. Gue nggak bisa nyeret mereka ke sini. Gue juga udah pantau seharian, setiap hari, tapi Saksono nggak juga muncul, bos." Ucap Dedi memohon belas kasihan Panji.

"Aahh, nggak usah banyak bacot lo!" Seru Panji dengan malas. Pria itu mengacungkan kedua tangannya di pinggang. "Pergi lo dari sini! Jangan lo munculin muka lo itu sebelum lo bisa lakuin apa yang gue suruh!"

"Ii...iya, bos. Gue bakalan bawa mereka segera," ucap Dedi dengan patuh. Sambil memegangi perutnya yang sakit bekas tendangan Panji, pria itu pun pergi. Keluar dari gerbang kediaman Panji.

Panji mengangkat tangan kirinya kepada Cindy. Ia menggerakkan jari telunjuk, menyuruh Cindy mendekat. Dan Cindy pun melangkahkan kakinya menuju Panji.

Panji merangkul bahu Cindy. Membuat Cindy kembali merasa risih akan kedekatan mereka. Ia bahkan susah bernapas jika terlalu dekat seperti ini.

"Lo pernah jadi caddy?" Tanya Panji sembari melangkahkan kaki bersama Cindy.

Cindy pun menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan itu. Jangankan menjadi caddy, menginjak rumput lapangan golf pun Cindy tidak pernah. Pertama kali dan terakhir kalinya, ia berada di sekiar lapangan golf saat Panji membawanya ke seberang danau komplek.

"Hari ini, lo jadi caddy gue." Ucap Panji dan Cindy tak menjawab.

...

Cindy menundukkan kepalanya menatap baju yang ia pakai. Iihh, baju apaan ini gerutu Cindy dalam batinnya. Pasalnya, ia di suruh oleh Panji untuk mengenakan baju seperti yang para caddy kenakan.

Paha mulus Cindy terekspose jelas. Garis lekuk tubuhnya pun begitu terlihat. Seumur hidup Cindy tidak pernah memakai pakaian seperti ini. Membuat ia jadi ngeri sendiri.

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now