29. Ngigau

5.2K 626 59
                                    

Seorang pria berkemeja biru langit tampak keluar dari kamar yang Cindy tepati. Ia menenteng tas miliknya sembari berjalan. Pria itu adalah Evan, teman Panji yang berprofesi sebagai dokter.

"Itu cewek siapa bos?" Tanya Evan sembari menduduki sofa yang ada di ruang tv di lantai 2 kediaman Panji.

"Nggak usah banyak tanya. Udah lo periksa? Kenapa itu cewek? Kok pingsan?" Tanya Panji kemudian menghisap rokoknya dengan santai.

"Lo pengen tau, bos?" Tanya Evan menatap Panji serius. Membuat Panji balas menatapnya.

"Jadi lo ngapain gue suruh kesini.." balas Panji sedikit emosi.

Evan malah tertawa senang. "Yaah," seperti ingin mempermainkan Panji, evan berlama-lama bicara sembari mengusap tengkuknya. "..gue yakinnya sih dia pingsan lo yang buat." Cicit Evan.

Panji sedikit terkejut dalam ekspreai datarnya. Apa karena gue jemur seharian? Batin Panji yang mencoba mengenyahkan rasa bersalah dengan menghisap rokoknya dengan cepat.

"Enggak! Nggak gue apa-apain juga," elak Panji.

"Nggak usah bohong lo, bos. Itu cewek nyebut-nyebut nama lo. Udah jelas dia pingsan karena lo yang buat. Nggak bisa ngelak lo dari gue." Potong Evan cepat. Membuat Panji tidak bisa berkutik.

Malas berurusan dengan pria itu, Panji pun memutuskan untuk mematikan rokoknya dan beranjak. Tanpa berkata apapun, ia pergi menuju kamar Cindy. Melihat keadaan wanita itu.

Panji duduk di atas ranjang tempat Cindy terbaring lemah. Ia menatap wajah pucat wanita itu dengan serius. Benar kata Evan, Cindy mengigau. Ia memanggil nama Panji dengan nada sedih.

"Panjiii," panggilnya dengan nada suara lemah. Panggilannya terdengar sedih dan manja.

"..jangan tinggalin akuu, Panji. Hiks.. hiks.."

Panji menautkan alisnya menatap buliran air mata yang turun membasahi pelipis Cindy. Bisa-bisanya wanita itu menangis padahal matanya tertutup.

"Lo mimpi apa sih?" Tanya Panji dengan suara rendah. Ibu jari pria itu, mengusap jejak air mata Cindy.

"Lo mimpi gue mati ya?" Tanya Panji lagi. Ia begitu heran, bagaimana bisa Cindy mengigau hingga menangis seperti ini.

Saat Panji menaruh telapak tangannya di dahi Cindy, Panji bisa merasakan panas dari tubuh wanita itu. Yang menandakan bahwa Cindy sedang demam saat ini.

"Panjiii," suara dengan nada yang sama panji dengar.

"Manja banget suara lo," gerutu Panji menepuk pelan tulang pipi Cindy dengan punggung jari telunjuknya. Ia tertawa kecil menatap Cindy.

Panji menghelakan napasnya dalam. Ia kemudian beranjak dari duduknya, kemudian bersiap mengangkat tubuh cindy ke dalam gendongannya.

"Panjiii," mata Cindy tampak terbuka. Namun wanita itu belum benar-benar sadar.

"Udah tidur lo!" Perintah Panji sambil membawa wanita itu keluar dari sana. Panji membawa Cindy ke dalam kamarnya. Tempat yang lebih luas dan lebih nyaman. Ia membaringkan tubuh Cindy di atas ranjangnya dan menyelimutinya.

"Dasar bego! Kalau lo nggak minta dibunuh kan, nggak bakalan gue jemur lo kaya tadi. Bikin gue repot aja lo!" Ucap Panji kepada Cindy yang masih tertidur sambil mengusap kepala wanita itu dengan lembut.

Panji bergabung dengan Cindy. Ia memeluk tubuh wanita itu, memberinya kehangatan dan kenyamanan. Yang membuat wanita itu tampak lebih tenang. Bahkan ia berhenti mengigau.

Panji merogoh sakunya saat ponselnya tiba-tiba berdering. Ia mengangkat sebelah alisnya menatap layar ponsel itu. Itu adalah panggilan dari Evan.

"Apaan?" Nada bicara Panji seperti biasa.

Cinderella Escape || Panji ZoneWhere stories live. Discover now