5

7.3K 783 20
                                    















Jikalau Artajuna yang punya mimpi melanjutkan kuliah manajemen dan mewariskan perusahaan Ayahnya, dan Arya yang punya cita-cita jadi pegawai negeri agar kehidupannya dan keluarga terjamin, Javnan Cuma punya tujuan untuk membahagiakan sang Bunda.

Meskipun berprestasi dan disenangi semua orang karena sikapnya yang ramah, Javnan gak punya tujuan lain selain berhubungan dengan Bunda. Paling tinggi, mimpinya diterima oleh Bunda dan Ayah, menjadi keluarga yang normal seperti teman-temannya yang lain. Karena alasannya untuk bertahan adalah Bunda dan Ayah. Mendapatkan cinta mereka adalah goals nomor satu yang ia cantumkan dalam hidup.

Maka, meskipun satu saat Bundanya membutuhkan jantungnya, Javnan siap bagaimanapun menjadi yang terdepan menawarkan jantungnya untuk sang Bunda. Seperti saat ini, saat mata sayu Bunda yang biasanya menatap kejam dan sinis kearahnya, lebih sakit melihat mata Bunda yang terpejam tanpa cahaya, sebagaimana Bunda kehilangan kekuatan, Javnan juga kini kehilangan kekuatannya.

Sehabis mengganti kain kompresan dari kening Bunda, Javnan meremat jemari sang Bunda. Memanfaatkan kesempatan yang ada untuk berada lebih dekat, merasakan kehangatan seorang Bunda yang telah lama ia damba.

"Bun, jangan sakit. Javnan takut liat Bunda sakit gini," lirih Javnan. Ada getar ketakutan dan kesepian dalam nada kalimatnya.

"Kayaknya lebih baik dimarahin Bunda deh dari pada Bunda sakit begini."

"Maaf, Bun.. gara-gara Javnan, Bunda gak bisa jadi dokter kayak yang Bunda pinginin."

"Aku mau kok, Bun, hilang dari dunia Bunda. Tapi aku gak bisa, aku gak bisa jauh dari Bunda."

"Aku sayang Bunda banyak-banyak..."

"Aku-."

Tining!

Javnan meraih ponselnya diatas meja rias Bunda. Ada notif dari sang Ayah, tak pakai lama Javnan langsung memencet ruang obrolan mereka.

Ayah

Edrea ada dirumah?

Ada, ayah. Bunda demam.

read

Melihat hal itu, Javnan Cuma bisa menghela nafas kasar.

Nanti Ayah pasti bakal nyariin aku juga kok.

Menghabiskan setengah jam mengompres dan mengecek suhu badan Bundanya. Javnan sudah melewatkan sarapan dan makan siang. Ia terlalu takut untuk meninggalkan sang Bunda, takut jika Bundanya butuh sesuatu ia malah di bawah dan makan, hal itu hanya menambah rasa bersalahnya.

Sampai terdengar pintu utama diketuk dan orang diluar sana menyerukan nama ibunya. Javnan kenal betul, itu pasti Dikta, Ayahnya.

Dengan segera Javnan turun dan membukakan pintu untuk Dikta yang sudah berdiri menenteng dua kantong kresek berisi buah dan bubur ayam.

"Ayah, Bunda--."

"Panasin buburnya, abis itu kupas apelnya. Bawa kekamar Edrea, dia pasti belum makan siang," Dikta mengalihkan dua kantong kresek itu ketangan Javnan. Javnan hanya mengangguk menurut dan segera ke dapur untuk melaksankan tugasnya.

Javnan mengantar bubur dan buah yang sudah ia kupas ke dalam kamar sang Bunda. Terlihat Edrea sudah duduk di ranjangnya dan tengah merengek pada Dikta.

Merasakan eksistensinya, Edrea mendengus menatap sinis Javnan yang hanya berdiri kaku memandangi pasangan itu.

"Kamu tadi sentuh-sentuh saya, ya?"

Javnan menggeleng panik, "Aku Cuma kompres Bunda, tadi subuh suhu badan Bunda panas banget."

The Way I Live ✔ Where stories live. Discover now