19

7.3K 752 35
                                    

Tap your star! 🌟














Sudah nyaris seminggu semenjak ia meninggalkan rumah Edrea. Dan Juan nyaris selalu pulang dini hari, Dewi juga selalu menghabiskan waktu di butiknya, sesekali pulang untuk memasak makan siang saat Javnan pulang sekolah.

Alasan Javnan enggan tinggal adalah Juan dan Dewi masih belum siap. Mereka masih sibuk meniti karier, sibuk menggapai cita-cita dimasa muda. Dan Javnan masih tau diri untuk meminta perhatian.

Javnan tidak terbiasa dengan penolakan, bukan berarti tidak biasa tanpa perhatian juga kasih sayang. Javnan terlampau mati rasa untuk memilah yang mana bahagia maupun sedih, begitupun mana rasa sayang dan kasihan. Semesta memang berkerja sama dengan isinya untuk membalas perbuatannya pada sang Bunda, maka dari itu saat pelangi yang muncul hanya sejenak dihari-harinya yang kelam ia sudah berterimakasih kepada Tuhan.

Meski agak kurang ajar meminta sang Bunda pada Tuhan agar menyayanginya sebagai anak. Tapi dari sekian nikmat yang Tuhan titipkan, hanya Bunda yang ia mau. Terserah semesta beserta isinya, mengguyurnya dengan air, mengombang-ambingnya ditengah laut, atau menyeretnya ke tengah ombak sekalipun, Javnan masih ingin Bunda. Karena seribu cara dunia membuatnya menyerah, Javnan tidak akan goyah.

Drako yang dari tadi hanya mengelap gelas-gelas didekat pencucian piring kini mengalihkan atensinya pada yang lebih muda. Pemuda yang menyemir rambutnya pirang itu melangkah mendekat dengan gelas yang masih ia lap-lap dengan kain. Memang hari ini juniornya agak terlihat lesu dan baru Drako sadari lingkar hitam dibawah mata anak itu lebih hitam hari ini.

"Ada masalah ya, Jav?" tanyanya memecah keheningan. Nyatanya hening yang Javnan ciptakan belum pecah, pemuda itu masih menatap mesin kopi dengan tatapan kosong.

Drako menepuk pelan pundak Javnan, membuat yang ditepuk agak terlonjat kaget, "Kenapa?? Sakit ya lo?" Javnan menggeleng sebagai jawaban.

"Kalau gak enak badan bilang aja, gue bantuin kok. Muka lo pucet banget tau."

Javnan menghela nafas pendek. Meski sudah hidup enak di rumah Juan, nyatanya Javnan belum bisa move on dari suasana rumah Edrea, meski lebih hangat dan penuh perhatian, rumah Juan bukanlah tempatnya untuk pulang. Rasanya sulit menerima bila Edrea memang baik-baik saja tanpanya, sedangkan dirinya nyaris terjun dari jembatan karena menahan rindu.

Setiap hari ia mengirim pesan, tidak satupun yang terbalas. Memang sudah biasa, tapi kali ini sekali saja Javnan ingin setidaknya Edrea mengangkat telfonnya dan mendengar keluh kesah serta rindunya yang menggebu. Seminggu tidak melihat wajah Edrea rasanya seperti dihukum dipenjara selama 5 tahun. Javnan tentu takut kalau ternyata Edrea sudah tidak peduli. Edrea sudah membuangnya. Javnan mungkin akan benar-benar loncat dari jembatan.

"Enggak, bang. Aku oke," balas Javnan seadanya. Drako hendak membalas lagi namun urung saat ada pembeli datang untuk memesan. Terpaksa ia meninggalkan Javnan yang masih termenung memainkan alat pembuat kopinya.









Javnan menggeleng pelan sambil duduk dikursi paling pojok kedai. Kepalanya pusing parah, sesekali jemarinya mengurut pelan kening dan pangkal hidungnya. Javnan akui, memforsir kegiatannya dengan berkerja juga sekolah ditambah masalah yang membuatnya tidak bisa tidur dan berakhir terjaga menunggu mentari terbit selama hampir empat hari ini membuat tubuhnya mulai memberontak.

Makannya tidak lagi teratur, Javnan bahkan pernah menegak obat maag tiga kali dalam sehari. Berat badannya turun. Seseorang perlu mengerti kekuatannya kini tersedot banyak. Ini baru seminggu tidak tinggal dengan Edrea, apa yang akan terjadi diminggu-minggu berikutnya?

Tiba-tiba bahunya ditepuk pelan oleh seseorang. Ia tersenyum saat mendapati kakek Guntur perlahan duduk dikursi sebelahnya. Jujur saja, wajah Kakek Guntur tidak terlihat seperti orang yang nyaris meneyentuh kepala tujuh, dimata Javnan beliau masih pantas dipanggil Om dengan parasnya, meski rambutnya sudah ditumbuhi beberapa helai uban, ia masih terlihat sangat segar.

The Way I Live ✔ Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt