14 (a)

6.7K 764 27
                                    

Tap your star!  🌟

_____________________________

_____________________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cr: tumblr








Dua hari setelah pertemuannya dengan Dikta. Selama itu ia mencoba mencari pekerjaan paruh waktu di berbagai kedai kopi dari yang dekat rumah hingga yang jauh, dan akhirnya ia mendapat perkerjaan di sebuah kedai kopi yang pemiliknya seorang pria kepala enam yang terlihat dingin.

Kedai itu memiliki lumayan banyak pelanggan, dan hanya ada satu karyawan saat Javnan melamar. Pemilik yang Javnan panggil Kakek jelas menerima Javnan tanpa banyak syarat karena ia sendiri sedang butuh karyawan.

Tepat setelah keluar dari cafe hari itu, Javnan menyusun rencana. Rencana untuk membuat opsinya sendiri. Bahkan jika ia di bawa Juan dan Dewi, hatinya masih perih mengingat presensinya yang tidak dianggap.

Javnan mau pergi sendiri, dengan pilihannya; mengumpulkan uang untuk kuliah di tempat yang jauh, kalau perlu keluar negeri. Kuliah dimana ia bisa diam-diam melihat Ayah dan Bundanya meski dari jarak jauh tanpa mereka ketahui.

Javnan merebahkan tubuhnya sehabis mandi dan berpakaian selepas pulang dari mencari kerja. Jam nyaris menyentuh angka delapan. Pintu kamar Edrea tertutup dari tadi, padahal ia kira akan di sumpahi setibanya di ruang keluarga. Nyatanya, rumah begitu sepi, Javnanpun tidak tau apa Edrea ada dirumah atau sedang pergi keluar.

Javnan menatap langit-langit kamarnya dengan hampa. Mencoba mengatur kembali kepingan hatinya yang berhamburan. Mencoba melupakan masalah-masalah yang terjadi di hidupnya.

Namun tetap saja, Javnan sendirian.

Bahkan Arya dan Juna. Tidak ada yang menghubunginya sampai saat ini, tidak ada satupun yang mau menjelaskan apa yang terjadi.

Manik kelam cowok bersurai hitam itu memejam. Mencoba menghalau rasa sesak yang tiba-tiba menggerogoti dadanya. Menarik nafas banyak-banyak meski terasa sesak. Demi Tuhan, Javnan hanya ingin kesakitannya berhenti.

Ia kalah, dan bulir bening yang ia simpan begitu lama terjun bebas. Memberi tau sang malam bahwa ia lelah, ia sudah lelah dengan segala penolakan. Ia begitu ingin disayangi oleh Edrea dan Dikta. Ia lelah berjuang sendirian untuk menggapai Ayah dan Bundanya sendiri. Bukankah dunia ini tidak adil? Mengapa ia diperlakukan sedemikian rupa tanpa alasan yang bisa ia mengerti?

Javnan begitu ingin memenangkan hati orang tuanya. Karena mereka satu-satunya alasan untuk tidak menyerah.

Lalu kini, saat semuanya terasa begitu melelahkan.

Bolehkah Javnan menyerah?






Sepulang sekolah. Javnan langsung menuju kedai kopi tempatnya berkerja. Ia mulai pukul 5 sore hingga 10:30 malam. Memilih singgah di Seven Eleven untuk mengisi perut. Beralasan kerja kelompok dirumah Juna saat mengetik pesan untuk Bundanya.

The Way I Live ✔ Where stories live. Discover now