16

7.1K 777 57
                                    

Tap your star! 🌟
Mulmed: Cold by Jorge Mèndez
📒: kalau laguny abis bisa putar ulang aj ya~ soalny lagunya kurang panjang /(ò.ó)┛

____________________________

We're the same people. Are you happy, are you sad. Why is it so hard to be loved -Zico





Did i do something wrong?







Being born?











sorry if I came by mistake










I'll try my best to bring back your happiness











But you know...sometimes i wanna being loved.















Because, i also a victim of this cruel world








Sebanyak apapun Javnan berfikir, dia gak akan pernah mengerti mengapa hidupnya dipermainkan sedemikian rupa. Lahir sebagai anak yang tidak diinginkan, sedari kecil hidup berpindah-pindah. Javnan bahkan tidak tau, apa dia diberi ASI atau tidak, karena seingatnya yang ia tenggak dulu adalah susu formula yang bila habis botolnya hanya akan diisi air mineral.

Javnan pernah tinggal dengan Mama dan Papanya Edrea, dan seingat Javnan ia pindah kerumah Bibinya dari umur 5 tahun hingga masuk kelas 1 SD. Bibinya tidak mau membayar sekolah Javnan, dan Javnan di oper lagi kerumah keluarganya didaerah lain, dan seperti yang sudah-sudah Javnan di tolak lagi. Hingga sejak berumur 9 tahun Edrea yang mau tidak mau menampungnya sendiri dirumah ini. Beralasan bahwa Javnan adalah sepupu jauh, anak teman hingga anak angkat.

Javnan tidak pernah mempermasalahkan semuanya, seingatnya Edrea begitu bertanggung jawab atasnya. Mengetahui Edrea memilih melahirkannya di dunia ini saja Javnan sudah amat bersyukur. Baginya tidak ada lagi orang yang bisa ia percaya kecuali Edrea, dan jangan lupakan Juan dan Dewi yang kini duduk bersama berjuang membahagiakan Javnan.

Dewi bangkit dari duduknya, menyambut kedatangan Javnan dengan senyum meski matanya berkaca-kaca, "Javnan sekarang mandi, ya? Udah makan?" ucapnya penuh dengan kelembutan. Mampu membuat Javnan sedikit lega dan merasa ada tumpuan saat sejenak hidupnya terasa oleng. Javnan mengangguk sebagai jawaban, melirik keluarga besarnya yang kini masih menonton dirinya dan Dewi. Kemudian, tungkainya masuk lebih ke dalam rumah, hingga raganya hilang dibalik pintu kamar.

"Aku mau kita semua ngomonginnya pelan-pelan ke Javnan," itu suara Juan yang memecah sunyi yang sempat beku diantara yang lain.

"Dia itu udah besar. Gak perlu kita lembut-lembutin lagi," sahut Mama dari Juan membuat anak laki-lakinya mendengus kasar. Ia mengalihkan obsidiannya ke arah Ibu Dikta yang hanya diam menyimak.

Buat Ibunya Dikta, tadi adalah kali pertamanya bertemu sang cucu. Bahkan suaminya masih enggan bertemu, hingga hari ini hanya diwakilkan oleh ia. Wanita kepala enam yang biasa dipanggil Sani itu sempat merasakan getaran hebat saat obsidiannya berhasil menambrak milik cucunya. Setengah hatinya tidak percaya, setengahnya lagi bahagia, ingin sekali rasanya berlari memeluk cucu yang ia abaikan presensinya. Hanya saja, sekarang bukanlah waktu yang tepat.

Semua orang dibuat terfokus lagi saat Dewi bangkit, menarik Javnan perlahan duduk di sofa tunggal di tengah sofa miliknya dan Juan juga Edrea Dikta. Menghadap kedua nenek dan kakeknya.

The Way I Live ✔ Where stories live. Discover now