7

7.1K 755 17
                                    

Tap your star! 🌟
















Tap your star! 🌟

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Mbak Dewi

Nan, dimana? Mbak sama Mas Juan mau ketemu. Mau di jemput gak?

Kendati di tawari tumpangan, Javnan memilih pergi sendiri dengan kendaraan umum dengan begitu dia bisa memikirkan alasan untuk menghindari pertanyaan tentang luka-lukanya.

Kata orang, segelap apapun situasi yang tengah dihadapi, pasti ada cahaya sekecil apapun itu. Dewi dan Juan adalah cahaya yang membantu menerangi jalan Javnan yang gelap. Cahaya yang mengikuti Javnan, cahaya yang bukannya Javnan jemput, bukan-bukan, bukan karena Javnan gak mau menemui cahaya itu, hanya saja belum. Belum saatnya.

Dewi dan Juan itu seperti bongkahan kayu yang membantu Javnan memapah langkahnya menyusuri jalan yang ia pilih dikala lelah. Dewi dan Juan orang yang selalu menunggu Javnan untuk menyambut bahagianya, yang membuat Javnan menyadari bahwa masih ada yang menginginkannya di dunia ini. Masih ada yang tidak menolaknya di bumi ini.

Javnan menghentikan langkahnya, tepat diseberang jalan ini, dicafe bernuansa klasik kesukaan Dewi, ia melihat sepasang suami istri itu tengah berbincang dengan secangkir kopi dihadapan mereka. Javnan dapat menangkap satu gelas milkshake yang ia tebak sudah dipesankan untuknya. Mengulas senyum tipis hingga jalanan terlihat lebih lenggang, Javnan melangkahkan kakinya mendekat.

Abis dirampok preman, mbak.

Berantem sama Juna.

Ngajak berantem kelas.

Dikeroyok cewek-cewek soalnya aku imut banget, Mas.

Shit!

Javnan gak pintar merangkai kata untuk berbohong, meski terlihat rapi membohongi semua orang tentang kehidupannya, Javnan gak pernah berhasil membohongi kedua orang yang sudah menyambutnya dengan senyum yang perlahan luntur melihat penampilan acak-acakannya itu.

Mbak Dewi berdiri tergesa menarik Javnan lebih dekat pada radarnya, "Kamu kenapa??" pekiknya tertahan. Tangannya yang lembut terasa dingin. Dan Javnan Cuma bisa senyum tipis mengikuti tarikan perempuan itu untuk duduk disampingnya.

Cowok itu melirik Juan sekilas, Juan sama paniknya namun ada sedikit gurat marah yang tergambar pada rahangnya. Javnan menggaruk tekuknya canggung.

"Kenapa, Nan!!?" desak Dewi sekali lagi.

Javnan berusaha menyamankan posisinya, megambil gelas berisi milkshake pisang kesukaannya, "Biasalah, mbak. Namanya juga anak cowok," katanya sambil menyeruput milkshakenya.

"Kamu sering kayak gini," kali ini Mas Juan menyuarakan isi hatinya, "Mas jadi khawatir lho, sama pergaulan kamu,"

"Gak apa-apa, Mas. Baru kali ini lho aku. Lumayan pengalaman sebagai laki-laki."

The Way I Live ✔ Where stories live. Discover now